Sebagian dari kita mungkin juga pernah mendengar atau bahkan sudah merasakan, di mana kita sedang/akan menuju jam belajar, tetapi kita yang dituntut untuk mengerti 'mood' sang pengajar, jika tidak dituruti ia akan ngambek. Ketika sudah membuat janji untuk bimbingan belajar, tetapi begitu datang tepat waktu malah ditolak dengan alasan 'sedang tidak mood'.
Banyak hal dengan alasan ngga masuk akal, tapi diterapkan, herannya bertahun-tahun lamanya. Seharusnya yang dititipkan diajarkan dengan baik, justru menjadi pertanyaan.
Tak lain, tak hanya saya, semua perlakukan kurang mengenakan tertuju pada anak yang berbeda, baik secara fisik ataupun intelektual (memiliki kecerdasan diatas rata-rata). Sesuai yang dibahas pada buku ini, anak-anak tersebut diungkap sebagai anak gifted.
Hal-hal di atas, sinkron dengan halaman 64, 'anak-anak berbeda' atau anak gifted dan pemikirannya yang tidak selalu bisa diterima oleh orang lain, karena mereka memiliki ide-ide luar biasa yang tidak mudah untuk dicerna. Lainnya, ditemukan ketika hadir anak yang berani melawan norma, seperti ketika di dunia kampus ada mahasiswa yang amat memperhatikan keadilan akibat dari lingkungannya yang sering berbuat ketidakadilan dan ketidaksejajaran, alhasil ia melawan secara positif entah menegur, hingga menyampaikan ke petinggi. Bagi sebagian mahasiswa yang sadar akan keadilan hal itu adalah positif, tapi bagi orang yang selama ini diuntungkan dari ketidakadilan langsung memandangnya sebagai 'anak berbahaya', 'anak berbeda'.
Sikap di atas, bagi buku ini adalah orang gifted, yang idealisme, memiliki standar moral yang amat tinggi, peka terhadap masalah kemanusiaan, perfeksionis, sangat terganggu sekali dengan ketidakadilan.
Setiap anak punya keunikannya masing-masing, bahkan terbilang berbeda-beda, sesederhana ada anak yang sensitif, ada anak yang cuek, ada anak yang netral-netral saja, semua berkembang dari pengalamannya masing-masing.
Sekolah menjadi kunci untuk anak-anak memperoleh pendidikan otentik, yakni yang bisa menghargai keunikan diri mereka sebagai individu dan mampu memberikan kesempatan supaya personaliti dapat terbentuk.
Lantas, bagaimana bisa disejajarkan dalam dunia pendidikan kita? Buku ini mengungkap, orang tua dan guru yang semestinya mencari sebuah cara untuk menyediakan model pendidikan yang terbilang lebih manusiawi, yakni dengan maksud pendidikan yang mampu meningkatkan perkembangan kepribadian dan menghargai setiap keunikan dari masing-masing individu.
Sama halnya dengan beragam alat musik pada orkestra, meski berbeda secara perlakuan dan cara mainnya, tetapi secara bersamaan mampu menghasilkan alunan musik yang amat indah.
Perspektif Kesehatan Mental
Lika-liku yang ditemukan dalam konflik pembentukan personaliti, lingkungan, dan pendidikan, seraya berkelok ke arah gangguan mental tanpa disadari, dari mulai terganggu, cemas, depresi selalu menghantui.
Belum lagi jika harus berhadapan dengan berbagai stigma negatif, seperti dianggap 'gila', 'berbahaya', 'sakit', 'lemah', hingga ejekan-ejekan yang sering melayang.