Terapi ini semacam terapi bicara, yang dapat membantu pengidap untuk mengatasi ketakutan berkomitmen. Dari terapi inilah akan terungkap, apa saja penyebab utama dari pikiran pengidap yang membuat dirinya takut.
Ketika terapi ini dimulai, seorang ahli akan membantu dalam proses pengubahan persepsi dari negatif menjadi positif mengenai pernikahan dan sebuah komitmen besar. Selain itu, juga akan dibimbing untuk bisa berkomunikasi dengan baik terhadap seseorang yang kita cintai.
2. Terapi Desensitisasi Sistemik
Selanjutnya merupakan terapi pemaparan untuk membantu seseorang dalam mengatasi fobia / kecemasan tertentu.
Pada terapi ini akan dimulai dari penggunaan teknik relaksasi, diantaranya seperti meditasi guna mengatasi gejala yang sering muncul. Kemudian, akan dipaparkan mengenai gagasan-gagasan untuk membentuk sebuah komitmen.
Apakah gamophobia berdampak negatif?
Mewarta dan mengembangkan dari Cleveland Clinic, jika pengidap fobia ini kerap menjauhi seseorang atau hubungan yang sudah dijalani, maka akan berdampak negatif, baik pada kesehatan mental ataupun fisik.
Seperti akan mengalami rasa kesepian, depresi (mengarah pada pikiran dan percobaan untuk bunuh diri), gangguan penggunaan zat-zat terlarang, hingga terus merasakan gangguan panik dan cemas.
Apakah ada kaitannya antara krisis populasi dengan gamophobia?
Seseorang yang mengalami kondisi kecemasan ini belum tentu mau menerima diagnosa dan mencari pertolongan, jadi sulit sekali untuk bisa tahu berapa jiwa yang cemas akan sebuah pernikahan dan komitmen.
Mewarta dari Halodoc, banyaknya pengidap fobia ini dapat menjadi sebab populasi angka kelahiran menurun. Sebabnya bersumber dari seseorang yang sangat cemas terhadap pernikahan, alhasil akan menurunkan sebuah hubungan yang jauh lebih hangat atau intim bersama pasangan.
Itulah gamophobia, sebuah ketakutan yang kerap menghantui pikiran seseorang, Jika sudah menyangkut kesehatan mental seperti ini, tentu harus memiliki kesadaran penuh dan kemauan yang amat kuat pada diri sendiri untuk perlahan pulih dan berubah, hingga melakukan penanganan lebih lanjut seperti melakukan konsultasi ke psikiatri.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat yaa. Salam hangat, semoga sehat-sehat selalu untuk dirimu yang lagi membaca artikel ini.
Penulis: Dina Amalia