Mohon tunggu...
laakmale
laakmale Mohon Tunggu... Freelancer - Akmaluddin Rachim

Magang di Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami Konsep Value Chain Mineral Berbasis Pasal 33 UUD 1945

6 Juli 2020   10:55 Diperbarui: 6 Juli 2020   11:05 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Makna pengusahaan di sini dilakukan oleh pihak lain yaitu keterlibatan investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Investor merupakan pihak lain yang melakukan investasi guna kepentingan pengusahaan. Keberadaan investor kemudian mengharuskan negara mendelegasikan atau memberikan kuasa pertambangan kepada pihak pengusaha yang telah memberikan investasi di sektor pertambangan. Itu artinya kekuasaan negara dalam tata kelola pertambangan dinegasikan. 

Oleh sebab itu, Rachman Wiriosudarmo memberikan tafsir bahwa frasa "dipergunakan" tersebut harus dipeluas menjadi dikelola.[4] Kebijakan pengelolaan harus diorientasikan pada pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengelolaan sumber daya alam yang dipergunakan untuk rakyat harus dimaknai sebagai upaya membangun sumber daya manusia. 

 

Pengoptimalan Konsep Value Chain Mineral

Pengembangan nilai sumber daya mineral melalui value chain hanya dapat terwujud bila pembuat kebijakan (Pemerintah dan DPR) mempunyai pola pikir dan keinginan politik yang kuat dan terintegrasi untuk menghadirkan multiplier effect dalam tata kelola pertambangan. Konsep ini memerlukan adanya parameter untuk mengukur kesiapan dan saat proses penerapannya. Parameter tersebut berupa grand design peraturan atau kerangka kebijakan yang terencana dan berkelanjutan. Dalam grand design ini harus memiliki satu instrumen mekanisme untuk menganalisis kesiapan dan metode antisipasi dalam penerapannya. Keseluruhan kerangka kebijakan tersebut harus dimiliki oleh pembuat kebijakan.

Eksekutorial dari kebijakan ini dijalankan oleh institusi atau lembaga khusus. Institusi yang dimaksud ialah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian. Kedua instansi tersebut harus saling bersinergi dan mendukung. Selain itu, instansi terkait wajib memiliki etos dan karakter yang mencerminkan tradisi negara maju. Sehingga dengan begitu tercipta kepatuhan terhadap rencana kebijakan dan peraturan yang telah ada dan akan datang

Pengaturan terhadap peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian sebenarnya telah diatur dalam UU Minerba. Mulai dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ataupun dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kedua undang-undang tersebut pada prinsipnya telah mengatur terkait dengan ketentuan peningkatan nilai tambah.

Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2009 mengatakan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 

Sedangkan dalam  Pasal 1 UU No. 3 Tahun 2020 dikatakan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Ketentuan itu menyiratkan adanya perbedaan yang sangat mendasar. Ketentuan pertama menjelaskan bahwa peningkatan nilai tambah merupakan tindakan kumulatif. Sementara ketentuan kedua menjelaskan bahwa peningkatan nilai tambah adalah tindakan alternatif. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan dalam pengaturan tata kelola pertambangan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang a quo dan kegiatan pertambangan mineral, khususnya pada saat kegiatan peningkatan nilai tambah.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa UU No. 3 Tahun 2020 telah mereduksi upaya peningkatan nilai tambah dan memberikan manfaat yang sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana yang diatur dalam konstitusi. Frasa pengolahan dan/atau pemurnian merupakan frasa yang sifatnya pilihan, alternatif. Dengan begitu, pelaku usaha dapat memilih apakah akan melakukan pengolahan atau pemurnian saja, atau melakukan pengolahan dan pemurnian secara sekaligus, kecuali untuk komoditas tambang mineral bukan logam dan/atau tambang batuan yang hanya mengatur terkait dengan pengolahan.[5]  Bagi pengusaha, ketentuan tersebut merupakan angin segar karena aturannya memberikan pilihan dan otomatis mengurangi budget produksi dan pembangunan smelter. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun