Mohon tunggu...
Dimas Pangestu
Dimas Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menganalisis dan opini

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Opini Hukum Internasional

3 Mei 2024   18:36 Diperbarui: 3 Mei 2024   18:37 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaidah hukum memaksa  ini diatur dalam hukum yang sah. seperti dikatakan oleh Lorenzo kalau salah satu peranan dari hukum yang sah pada sesuatu kontrak adalah  "Fungsi  Pembatas ", adalah mencegah  klausul dalam kontrak bertentangan  dengan kaidah hukum memaksa  (Sixto Sanchez Lorenzo, 2010: 67).

Dalam opini Adolf, kaidah hukum memaksa  yaitu prinsip yang terpenting . Keabsahan  dari tiap kesepakatan  yang dibuat oleh para pihak ditentukan  oleh hukum nasional. Hukum nasional yang wajib  ditaati disebut  selaku kaidah hukum memaksa  (mandatory or compulsory law). Para pihak tidak mempunyai wewenang buat mengesampingkan  hal  ini. (Huala Adolf,2020: 40).

Dengan digunakan nya kata  "wajib " dalam ketentuan  penggunaan  Bahasa Indonesia dalam kesepakatan  yang mengaitkan  entitas Indonesia, sehingga pengertian gramatikal mendefinisikan ketentuan  itu selaku syarat imperatif/memaksa . akan tetapi  untuk  melihat  apakah ketentuan  tersebut  merupakan  ketentuan  yang bersifat  kaidah hukum memaksa  yang didahulukan (overriding mandatory rules), masih  harus dikaji lebih lanjut.

Tidak semua  kaidah hukum yang memaksa  memiliki  kedudukan didahulukan, hal  mana jadi pandangan  umum  dalam beberapa  kesepakatan  internasional , salah satunya dalam Pasal  9 Rome I (The Regulation of EC No.

593/2008) yang menyatakan  kalau cukup peraturan yang menurut  negara  yang terlibat dinilai  penting buat melindungi kepentingan  publik, seperti  politik, sosial, dan ekonomi yang merupakan  overriding mandatory rules.

Prinsip Kontrak Komersial  Internasional  UNIDROIT 2016 menyebutkan , overriding mandatory rules mampu  diatur sendiri oleh sebuah  negara , bersumber  dari konvensi  internasional , kebiasaan  masyarakat  internasional , atau  diadopsi oleh organisasi  internasional . akan tetapi  apabila sesuatu ketentuan  tidak secara  eksplisit  diklasifikasikan sebagai  overriding mandatory rules, sehingga dibutuhkan  penafsiran  untuk  itu.

UU No. 24/2009 merupakan  pengaturan lebih lanjut dari Pasal  36 UUD Negara  RI Tahun 1945 yang memastikan kalau bahasa negara merupakan  Bahasa Indonesia, dan dengan melihat  konsideran UU No. 24/2009 seperti mana itu di atas , sehingga peranan penggunaan  Bahasa Indonesia dalam perjanjian  yaitu peraturan yang penting buat melindungi kepentingan  publik, yakni  dalam aspek sosial dan politik. guna itu syarat ini bisa diklasifikasikan sebagai  overriding mandatory rules.

Penerapan  Prinsip Overriding Mandatory Rules

Dalam Pasal  15 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2000 mengenai Perjanjian  Internasional  ditentukan  apabila , "sebuah perjanjian  internasional  mulai sah dan mengikat para pihak setelah  mencukupi syarat seperti mana ditujukan dalam perjanjian  itu."

Pada tanggal  2 September 2008, Indonesia mengesahkan statuta UNIDROIT dengan Peraturan Presiden  Nomor 59 Tahun 2008 mengenai Pengesahan Statuta Lembaga  Internasional  untuk  Unifikasi Hukum Perdata. Dengan pengesahan statuta tersebut , sehingga sebagai  negara anggota  Indonesia terikat pada prinsip-prinsip yang disepakati  oleh UNIDROIT, termasuk  Prinsip Kontrak Komersial  Internasional  UNIDROIT 2016.

Belum terdapatnya landasan  hukum operatif yang jadi dasar pelaksanaan prinsip-prinsip UNIDROIT dilihat  sebagai  hambatan  pemberlakuannya pada kasus  hukum konkret . Sebaliknya , penulis  beranggapan  dengan menggunakan  sistem  penafsiran  futuristik, RUU HPI bisa dijadikan dasar digunakan nya kaidah HPI dalam kasus  hukum konkret , seperti mana disebutkan  dalam Naskah  Akademik RUU HPI yang memberitahukan kalau "Untuk  mengatasi kekosongan  hukum, asas-asas umum  HPI dari konvensi-konvensi hukum internasional  khususnya  yang mengatur  HPI bisa digunakan  tentunya  sepanjang tidak bertentangan  dengan ketentuan  Undang- Undang  Dasar 1945  dan  dasar   Pancasila".  (Badan   Pembinaan  Hukum Nasional, 2014: 73).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun