"Jok" tiba-tiba suara lembut menyapa. Bagai angin yang membelai bukit ketika pagi, dan angin sore yang menggerakkan gugusan mega yang jingga. Djoko sedikit terperanjat mendengar suara Tuti, tapi tetap melanjutkan upacara minggu paginya, menghisap rokok dan menyeruput kopi.Â
Suasana hening sesaat, lalu Tuti berjalan mendekati Djoko dan duduk di pangkuannya. Mereka membangun suasana sunyi agar jiwa mereka bisa bercumbu dengan mesra. Momen ini sudah biasa bagi keduanya, berbaikan tanpa sepatah kata pun terucap.Â
Begitu lama mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga akhirnya Tuti berkata: "Selamat hari pernikahan ke-lima Djok. Huh, lima tahun belum gendut ini perut." Tuti berkata sambil menepuk-nepuk perut. Mendengar perkataan itu Djoko memeluknya erat, dan menumpahkan air mata hingga membasahi pudak Tuti.Â
Mereka menghiasi pagi dengan nestapa. Tapi ada suatu ironi yang belum mereka sadari.
Ayah Djoko berbaring di ranjang begitu pulas, raut wajahnya tenang, badannya lemas, dadanya berhenti mengombak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI