keluarga bahagia, yang kebetulan ditulisnya dari "versi" sulitnya menggapai hal tersebut.
Catatan ini berawal ketika saya menemukan postingan status WhatsApp seorang kawan tentang pernikahan danDan ternyata memang tidak mudah untuk menciptakan keluarga bahagia yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai Sakinah Mawaddah Warahmah.
Namun, tidak mudah bukan berarti sulit dan tidak sama sekali bukan?
Penggalan tulisan unggahan status tadi membuat saya berpikir dan teringat petuah almarhumah mama ketika kerap berdialog tentang cinta serta romantisme seseorang saat menjalin hubungan.
Saya tak ingat betul kapan ia memulainya, tapi berbicara dengannya di teras rumah kami setelah makan malam, atau di saat santai main gitar dan nyanyi bersama, rasanya tak perlu lagi di ingat awalnya karena setiap saat ia tengah mengajari saya cinta.
Mama orang yang penuh cinta dan tanpa saya sadari telah mengajarkan cinta secara nyata, terutama dampaknya terasa di saat ini, saat sudah membina keluarga selama 18 tahun lebih.
Ternyata pula, apa yang saya terima itupun banyak dibahas dalam beberapa artikel saat coba mengonfirmasi, menggali atau sekadar mengkalibrasi ajaran Mama.
Meski belum sempurna, saya telah menemukan apa itu makna cinta di dalam keluarga kecil kami, yang kurang lebih tahapannya dijelaskan berikut ini:
1. Komunikasi
Ini yang menjadi syarat mutlak jika ingin menjaga hubungan harmonis, apapun itu, selama kita berhubungan dengan orang lain, termasuk keluarga tentunya.
Dengan komunikasi Anda bisa saling memahami satu sama lain, karena komunikasi bukan perintah ataupun doktrin, melainkan pembicaraan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Perdebatan, kekesalan, bahkan kebencian akan hilang ketika komunikasi sudah disampaikan, selama salah seorang berkomitmen untuk saling menerima tanpa bersikap egois. Salah satu saja menerima, maka selesailah sudah masalah.
2. Quality time
Setiap pasangan harus bisa dan berkomitmen pula untuk menyediakan waktu berkualitas bagi masing-masing. Interaksi aktif selama hidup bersama sangat dibutuhkan pasangan.
Tidak perlu juga harus "healing" keluar kota, namun cukup hal sepele, misalnya nonton TV bersama, memasak, atau sekadar jalan pagi. Intinya, tidak perlu keluar biaya besar untuk mewujudkan hal tersebut, tapi ciptakan rasa nyaman saja yang terpenting.
3. Saling percaya
Bagaimana mungkin suasana harmonis bisa tercapai manakala hidup penuh dengan prasangka dan kecurigaan? Maka di sini pula komunikasi berperan sehingga tidak bikin baperan.
Saling percaya bukan pula serta merta melanggar privacy seseorang, namun apa yang menjadi hal privacy tersebut juga harus mampu dikomunikasikan dengan komitmen tertentu yang disepakati bersama dan dijalani secara konsisten.
4. Berbagi nilai kehidupan
Pernikahan untuk menciptakan sebuah keluarga itu harus disadari merupakan penyatuan dua karakter serta penggabungan dua keluarga besar masing-masing.
Hal ini berpotensi menciptakan malapetaka jika Anda tidak mampu mengelolanya. Terutama terhadap nilai-nilai serta pandangan hidup yang selama ini dianut.
Dengan saling berbagi nilai kehidupan itulah kelak Anda dan pasangan dapat sama-sama menyatukan persepsi demi tujuan bersama di keluarga yang ingin tercipta.
5. Empati
Rasa empati sangat perlu ada karena di sinilah letak komunikasi hati tercipta.Â
Terkadang dalam kondisi tertentu pasangan sedang tak tertarik dalam sebuah pembicaraan apapun, di saat itulah empati, yaitu dengan coba memosisikan diri Anda sepertinya, maka akan terbuka kembali simpul komunikasi sehingga terungkap masalahnya.
Dengan empati yang tinggi kepada pasangan ini pula, Anda akan paham keinginan serta kebutuhan pasangan tanpa ia harus merajuk memintanya.
6. Penerimaan
Satu sama lain harus mampu menerima jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Baik itu yang ditimbulkan oleh bawaan karakter atau lewat sebuah peristiwa tidak mengenakan di dalam kehidupan.
7. Menjaga kestabilan keuangan
Keuangan yang stabil itu penting. Bukan saja harus menjaga agar adanya kestabilan antara pemasukan serta pengeluaran, namun juga menjaga diri agar tidak terlalu menginginkan sesuatu secara berlebihan.
Mungkin akan ada masanya kondisi pasang surut atau bahkan "badai" perekonomian di dalam keluarga, maka masing-masing harus bisa menerima dan bersama-sama berusaha untuk mewujudkan kestabilan hingga sewajarnya sang suami kembali menjadi penjaga perekonomian keluarga.
8. Manajemen konflik
Konflik pasti akan ada sehingga manajemen konflik bukan berarti menghilangkannya seratus persen secara singkat. Pengaturan konflik harus disadari satu sama lain.
Jika yang satu dalam kondisi temperamental tinggi, maka yang lain harus meredamnya dengan tidak menunjukan "vibes" atau suasana batin serupa.
Konflik malah akan kian memuncak ketika masing-masing merasa benar dan mempertahankan egonya. Mengalah bukan berarti kalah.
9. Tumbuh berkembang
Setiap pasangan harus mampu menumbuhkan segala potensi dirinya dan kemudian mengembangkan di dalam kehidupannya berumah tangga.Â
Tanpa adanya upaya menumbuh kembangkan diri, maka rasa hambar di dalam menjalani kehidupan akan terasa sehingga akan merembet ke hal lain yang bukan tidak mungkin menjadi sumber konflik lainnya.
10. Bermain bersama
Hal ini bisa diartikan secara harfiah, baik itu melakukan permainan yang menyenangkan bersama seperti bermain game, kartu, ataupun yang lainnya.
Bisa pula dengan rekreasi bersama pergi ke satu tempat yang disepakati bersama hanya untuk bermain, bukan yang lain.
Kesepuluh hal tersebut telah tersampaikan kepada saya dengan terus berupaya menjalaninya sesuai ajaran Mama yang ternyata juga terhubung oleh beragam ajaran kebaikan di dunia ini, semua demi menciptakan sebuah keluarga bahagia.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI