Bisa jadi iya karena saat ini hatiku goyah. Mungkin juga segoyah Yodi yang jika benar ia merasa hancur. Apakah permintaanku kepada-Nya justru menjadi Tuhan karena aku menghamba kepada keinginan-keinginan itu.
Apakah salat dan ibadahku selama ini kujalani karena demi menjalani perintah-Nya, atau jangan-jangan hanya karena merasa ingin cepat-cepat melunasi kewajiban semata. Bahkan yang terburuk lagi adalah ketika semua ibadahku hanya ingin kutunjukan pada manusia bahwa aku adalah hamba yang taat pada Tuhan.
"Sholat itu menjadi hal yang paling penting, Nda. Gitu kata guru gue," ucapannya tadi masih terngiang padahal aku saat ini sedang rebahan di kamar.
"Kenapa emangnya?" tanyaku tadi saat masih bersamanya.
"Pertanyaan tadi kayaknya sepele untuk dijawab. Tapi sebenarnya nggak gitu juga, karena semua bergantung pada amal kita masing-masing semasa hidup. Kalo kita rajin salat, ada berapa kali nama Allah kita sebut? Selesai sudah pertanyaan lainnya."
Benar juga. Dengan terbiasanya aku mengucapkan takbir maka lidahku akan terbiasa melafalkannya hingga mungkin, di alam kubur nanti aku tak mengalami kesulitan untuk menjawab.
Man Rabbuka, menjadi pengingatku juga mulai saat ini sebagai benteng dan penyemangatku agar aku selalu ingat akan kematian.
Makasih Yodi, sahabatku, berapapun uang yang kau butuhkan, datang saja lagi kepadaku. Dunia ini tiada artinya tanpa cinta Tuhan kepadaku, terutama nanti saat nyawaku lepas dari raga.
Man Rabbuka...Allahu Rabbi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H