"Apa? Lo kan belum ngomong,"
Kami berdua tersenyum menyadari hal bodoh Yodi, sesuatu yang sejak dulu kerap kami lakukan. Bercanda absurd, candaan yang hanya dimengerti oleh circle kami saja.
"Ya udah apaan," todongku penasaran.
"Gue cuma ingat kata-kata Man Rabbuka. Spontan, kata itu dan pertanyaan malaikat lainnya di alam kubur nanti selalu jadi pengingat gue kalo lagi hancur dan malas ibadah."
"Bagus dong. Eh..by the way, man Rabbuka? gue lupa deh artinya,"
"Hidup lo terlalu hedon sih, Nda,"
"Iya sih emang," ucapku kembali menerawang.
Aku jadi curiga, sebenarnya ucapan Yodi tadi atau jangan-jangan peristiwa pinjam duit ini hanya alasan dia untuk bisa menasihatiku. Yodi dan teman-teman di kampung yang masih kontak, memang terasa punya ikatan batin yang kuat, meski kini kami sudah mencar kemana-mana.
Yodi seakan tahu apa yang sedang terjadi dalam kebatinanku saat ini, ada banyak kecemasan yang tidak pernah bisa tergambarkan secara mendetil, yang ternyata jawabannya ada dengan awalan pertanyaan di alam kubur itu. Man Rabbuka.
Siapa Tuhanmu?
Aku pun kian dalam merenung, benarkah Tuhanku itu Allah SWT seperti yang wajib diyakini oleh setiap umat muslim? Atau yang lain? Atau jangan-jangan aku lebih menuhankan diriku atas segala rasa kebahagiaan yang tak pernah habis sejak dulu.