"Kepergok nyolong motor di RW satu. Di gebukin, diinjak-injak, untung saja nggak dibakar. Sudah keburu mati. Ya, namanya sudah berumur, dikagetin aja mati, sebenarnya juga nggak usah pake dipukulin," Si Pemuda preman bercerita dengan ringan.
"Oh gitu. Apes ya," Kardi terenyuh dan agak sedih mendengar kisah itu.
"Sudah mas, nggak usah dipikirin. Sekarang nggak ada lagi yang sok jagoan nguasain parkiran di sini. Kita bebas nggak usah setoran dengan bagi hasil yang nyekek," Si pemuda Preman berkata dengan penuh rasa syukur.
Kardi benar-benar kehilangan selera, meski sebenarnya ia bisa saja meminta sedikit jatah lahan parkir untuk sekadarnya mendapatkan pendapatan.
"Ada apa ya, Mas? Kok nyari Mas Harjo?" tanya si pemuda preman penasaran.
"Ah nggak. Ya sudah. Makasih ya infonya."
"Kalo mau nagih utang ke rumahnya aja, Mas. Tapi siap-siap nggak di bayar karena istrinya pasti bingung, Â matinya Mas Harjo bukannya ninggalin warisan, tapi malah ngasih masalah."
Kardi seketika merasa tertampar dengan omongan si pemuda preman itu. Ia langsung teringat istri dan anak-anaknya di rumah.
Kejadian Harjo itu memang bikin miris, tapi kehidupannya harus terus berjalan dan jangan sampai berakhir serupa dengan kejadian si Harjo yang apes dan mati konyol karena mencuri.
Saking pusingnya, Kardi malah tidak jadi masuk pasar, ia berjalan saja mengikuti langkah kakinya mencari cara supaya permasalahan finansial keluarganya dapat teratasi.
Tiba-tiba ia mendengar suara orang ramai berteriak ke arahnya, "Maling! Maling! Jambreett!!!"