Masyarakat adat kehilangan akses ke sumber daya alam yang menjadi mata pencaharian tradisional mereka, serta identitas budaya yang terkait erat dengan tanah adat. Penggusuran tanah adat ini juga berimplikasi pada ketidakstabilan sosial dan keadilan yang terganggu. Dimana seperti yang dikatakan Pasaribu (2023) dalam Aminnullah (2024) bahwa di wilayah adat dayak, karena kurangnya sosialisasi yang memadai mengenai program food estate di Kalimantan Tengah yang menimbulkan masalah bagi masyarakat adat dayak dan akhirnya membuat masyarakat adat dayak mengubah kebiasaan bercocok tanam mereka.Â
Hal tersebut juga diakui oleh pejabat Kementerian Pertanian bahwa terdapat kekurangan dalam pelaksanaan program food estate ini, dan Kementerian Pertanian juga mengklaim bahwa masalah yang terjadi berkaitan dengan anggaran dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah negara Indonesia itu sendiri.
Karena kurangnya sosialisasi yang memadai, program Food Estate di Kalimantan Tengah memiliki masalah yang mengharuskan masyarakat Dayak mengubah kebiasaan bercocok tanam mereka. Diakui oleh pejabat Kementerian Pertanian bahwa terdapat kekurangan dalam pelaksanaan program, sementara pejabat Kementerian Pertahanan mengklaim bahwa masalah yang terjadi berkaitan dengan anggaran dan regulasi.
Program food estate ini juga menimbulkan masalah dalam hal keberlangsungan ekologi yang mana sudah dijelaskan diatas bahwa Program ketahanan pangan food estate menempatkan fokus pada pengembangan lahan pertanian skala besar untuk meningkatkan produksi pangan. Namun, dalam implementasinya, sering kali mengabaikan aspek keberlanjutan ekologi.Â
Penambahan lahan pertanian baru dapat mengakibatkan deforestasi, hilangnya habitat alami, dan penurunan kualitas ekosistem. Hal ini berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem yang penting untuk ketahanan jangka panjang.
Seperti yang dijelaskan oleh Thomas (2021) dalam Aminnullah (2024) mengatakan bahwa program food estate di Kalimantan Tengah yang mana program ini merupakan perkebunan singkong seluas dengan skala besar yaitu seluas 600 hektar mangkrak, 1.700 hektar sawah sawah baru yang belum menghasilkan apa-apa karena belum berhasil panen dan program lumbung pangan nasional yang menimbulkan masalah ekologi yaitu banjir yang malah semakin meluas. Dengan permasalahan yang timbul akibat adanya program food estate yang tidak berjalan ini dengan kata lain kesejahteraan masyarakat adat Kalimantan Tengah benar terancam, oleh sebab itu dapat kita lihat dengan indikator sebagai berikut.
Kesehatan Masyarakat
Penggundulan hutan guna membuka lahan food estate ini tidak saja menyebabkan permasalahan yang timbul dari segi ekosistem lingkungan semata, namun juga menimbulkan ancaman dari segi kesehatan masyarakat disekitarnya. Bagaimana permasalahan ini muncul akibat hutan yang sudah tidak berjalan dengan semestinya dan bagaimana lahan di Kalimantan Tengah yang dibuka untuk keperluan food estate merupakan lahan gambut yang sangat susah ditanamkan komoditas tanaman pokok seperti padi, jagung, sorgum dan singkong.Â
Ancaman lain juga timbul dari segi zat yang berada di lapisan tanah gambut yang mengandung sendimen pirit yang dimana jika zat pirit ini tercampur oleh oksigen dan akan menjadi zat yang beracun yang nantinya akan mencemari tanah maupun air.
 Air yang nantinya dimanfaatkan masyarakat sekitar akan menjadi ancaman nyata yang di terima masyarakat. Ditambah dengan adanya ancaman kebakaran hutan yang lebih besar kerena penggundulan hutan dan akan menyebabkan ancaman kesehatan yang nantinya bisa dirasakan masyarakat akibat asap kebakaran tersebut.Â
Ancaman yang datang karna devorestasi hutan ini menjadi isu kesehatan yang seharusnya diperhatikan lebih lanjut. Ditambah adanya pencemaran tanah yang terjadi yang akan menyebabkan tanaman yang ditanam tidak tumbuh dengan benar dan mengandung zat yang berbahaya akibat tercemarnya tanah, yang jika dikonsumsi tanaman tersebut akan mengancam kesehatan yang serius bagi masyarakat sekitar.