Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Manajemen Ibadah di Bulan Ramadan

8 Mei 2020   18:06 Diperbarui: 8 Mei 2020   18:11 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama, kita lihat dulu tujuan diskusi kita. Tujuan diskusi kita yaitu agar teman2 mengetahui nantinya cara mengelola ibadahnya di bulan puasa, contohnya anda sebagai seorang pelajar, anda perlu mengelola anatara kebutuhan ibadah dan belajar/mengerjakan tugas, sehingga tugas dikerjakan, ibadah juga tetap maksimal. Aktvitas jalan dan ibadah maksimal, adalah tujuan kita berdiskusi sore ini.

Jika ada sesuatu yang dikelola, berarti ada kekhawatiran sesuatu itu akan berantakan, apakah benar ?. jawabannya adalah belum tentu, sesuatu itu perlu ditata, perlu dikelola, perlu direncanakan dikarenakan kita memiliki tujuan, yaitu agar bisa memaksimalkan ibadah dan tidak ada kata mengeluh karena tugas yang banyak sehingga ibadah jadi tidak maksimal. Inilah pentingnya kita merencanakan sesuatu, agar kita bisa prepare terhadap apa tujuan kita.

Kita harus punya tujuan dalam hidup. Inilah kunci pertama kita hidup. Hidup harus punya tujuan, seperti kata Bapak BJ Habibie (semoga Allah merahmati beliau) “hidup tanpa tujuan, seperti pesawat terbang tanpa tujuan”. 

Kita bisa bayangkan pesawat yang terbang tanpa tujuan, apa yang terjadi ?, pesawat itu akan terbang terus menerus tanpa arah, dan ketika habis masanya, habis bensinya, pesawat yang masih di atas langit akan jatuh dan meledak, karena tidak kunjung landing, tidak kunjung mendarat, karena memang bingung dan tidak memiliki tujuan untuk landing, akhirnya masa pesawat tersebut habis di udara dan akhirnya jatuh menghantam daratan dan meledaklah pesawat tersebut.

Begitulah permisalannya jika kita hidup tidak punya tujuan. Kita hanya menjalani hidup mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi tanpa memiliki tujuan yang jelas. Ketika sudah habis masa hidup kita, yang tinggal hanya penyesalan, karena awalnya kita tidak mempersiapkan apapun.

Lalu apakah tujuan kita hidup ?. Ini adalah pertanyaan yang amat fundamental sekali, dengan kita memahami hakikat kehidupan kita maka insyaallah kita dapat tau apa saja yang harus dilakukan dalam kehidupan kita.

Apa tujuan hidup kita ?, apabila yang ditanyakan tujuan, maka jawabannya adalah akan kemanakah kita nantinya. Misalnya seperti ini, kita naik taksi maka oleh supir akan ditanya “tujuannya kemana mas/mbak, kita jawab rumah/kantor/dsb. Jadi tujuan artinya adalah “kemana kita akan pergi”. Maka kita harus bisa menjawab, kemanakah kita harus pergi dari kehidupan ini. Kehidupan ini ibarat seperti perjalanan, seperti pesawat yang sedang terbang, dia harus mencari tempat landing, kita harus mencari tau kemanakah harusnya kita pergi ini.

Lalu kemanakah kita harus pergi dari kehidupan ini ?. saya tidak akan jawab dulu, kehidupan kita ini pasti akan berakhir, karena setiap manusia pasti memiliki waktunya masing2 jika dalam bahasa Al Quran hal itu disebut ajal atau diterjemahkan batas waktu, walikulli ummatin ajal, fa idza jaa a ajaluhum laa yasta'khirun, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal); maka apabila telah datang waktunya (ajal) mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf: 34).

Ya, setiap yang bernyawa memiliki batas waktunya, seperti pesawat yang juga memiliki batasan bensin, jika habis bensinnya dan pesawat itu masih di atas udara yang terjadi pesawat itu akan jatuh dan meledak, jika dia tidak tau pergi kemana maka dia bisa saja landing disembarang tempat, artinya tidak ada artinya sama sekali. Begitupun juga manusia, jika sudah habis masa nya dan dia belum sampai kepada tujuan yang sebenarnya maka dia hanya merasakan kerugian saja.

Jadi di sini yang ingin saya jelaskan adalah manusia memiliki batasan waktu di dunia ini, oleh karena itu kita harus tau kemana kita harus pergi, sehingga ketika sudah waktunya kita landing kita sudah berada pada landasan pacu yang tepat. Lalu bandara manakah yang harus kita tuju ?.

Hehehe, lagi lagi saya tidak jawab dulu, saya masih memberikan permisalan lagi, dan lagi-lagi saya membuat permisalan pesawat karena Bapak BJ Habibie adalah salah satu orang yang saya kagumi dan saya banyak belajar dari beliau hehehe. 

Kembali kepada bandara mana yang harus kita tuju dalam kehidupan ini. Teman2, pesawat sebelum terbang pasti terbang dari suatu tempat kan ?. begitupun juga manusia, kita harus tau kita berasal dari mana, karena hanya asal kita yang memberitahu kita tujuan kita.

Hal ini sama halnya dengan pesawat yang berasal dari bandara A misalnya, maka petugas di bandara akan memberitahu kepada pesawat tersebut bahwa pesawat tersebut harus menuju ke bandara B. Begitupun juga kita, apabila kita tau dari mana kita berasal, maka kita akan tau kemana tujuan kita, karena hanya DIA yang tau tujuan kita terbang, maka anda harus tau siapa DIA yang menjadi tempat awal kita berangkat. Darimanakah kita berasal ? itu dulu yang perlu kita jawab, ketika kita mengetahui asal kita, maka kita akan mengetahui tujuan kita, karena di tempat awal itulah terdapat pesan mengenai tujuan kita harus kemana nantinya.

Dari mana kita berasal teman2 ? Hem ada yang bisa menjawab hehehe ?, lagi-lagi pertanyaan yang fundamental ya teman2. Dari mana kita berasal, berarti semua itu pasti memiliki awal ya teman2, segala sesuatu di dunia ini pasti memiliki asalnya. Artinya, semua yang ada di dunia ini tidak begitu saja tiba2 ada, seperti pesawat di atas langit tidak tiba2 ada di langit, pesawat tersebut pasti berangkat dari suatu bandara. Begitupun semua yang ada di dunia ini, pasti “berangkat” dari sesuatu. Lalu dimanakah yang menjadi asal semua itu ?.

Teman2, apakah angka 100 itu tiba2 saja ada ?, tentu tidak, dia adalah penggabungan dari beberapa angka, katakanlah 50+50. Begitupun 50, dia tidak mungkin tiba2 ada, dia mungkin berasal dari angka 40+10. 

Angka 10 pun begitu, dia mungkin berasal dari angka 2+8. Lalu dari manakah angka 2, tidak ada jawaban lain selain 1+1. Lalu pertanyaannya angka 1 itu dari mana ?. Tidak, dia tidak dari mana-mana. Dialah SANG AWAL. Dia yang mengawali semua angka, bahkan angka 1 miliyar pun PASTI berangkat dari angka 1.

Lalu siapakah YANG SATU itu, yang mengawali semua yang ada di dunia ini ?. lahu maa fissamawati wa maa filard, “Milik Dia apa yang ada di Langit dan Bumi” (QS Al Baqarah ayat 255). Ya, apa yang ada di dunia ini tidak lain adalah milik DIA milik Allah subhanahu wa ta'ala, Dialah yang menciptakan apa yang ada di langit dan di bumi, tidak terkecuali yang menciptakan manusia (Qs Al Alaq ayat 2, At Tin ayat 4, dan surat-surat lain).

Dialah Tuhan yang semua berawal dari-Nya, Dia lah pencipta semua yang ada di dunia ini, termasuk yang menciptakan manusia.

Dari sini teman2 mengetahui dari mana kita berasal, ya kita berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala, Dia yang telah menciptakan kita. Sehingga pesan yang berisi kemanakah tujuan kita ada pada Allah. Dan Allah sudah banyak menyampaikan mengenai kemana tujuan kita. Kemana itu ? Allah sudah banyak sekali menyampaikan wa ilaihi turja'un, “dan hanya kepada Allah kita dikembalikan”, Fa sub-ḥānallażī biyadihī malakụtu kulli syai`iw wa ilaihi turja'ụn, (Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan) (QS Yaasin ayat 83).

Jadi kesimpulannya kita itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah subhanahu wa ta'ala, inilah yang Allah maksud “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun” (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali). (Al-Baqarah 2:156).

Jadi, makna Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun sangat dalam sekali teman2, dari tadi kita membahas panjang lebar mengenai dari mana kita dan akan kemana kita, jawabannya adalah Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Kita berasal dari Allah, dan kita akan kembali kepada Allah. Maasyaallah, luar biasa sekali jika kita ingin mengungkap rahasia-rahasia di dalam Al Quran.

Sekarang kita kembali ke tema awal.

Kembali kepada mengelola diri agar aktivitas jalan, ibadah maksimal. Mengapa harus dikelola, agar tujuan kita tercapai. Tujuan kita apa, yaitu untuk kembali kepada Allah. 

Ketika kita sudah mengetahui tujuan kita, maka kita bisa menentukan apa yang perlu kita siapkan sebelum menemui Allah, dan ketika masa kita sudah habis, bensin kita sudah habis, kita sudah siap menuju ke bandara-Nya Allah subhanahu wa ta'ala.

Kita sudah mengetahui tujuan kita, yaitu untuk kepada Allah. Lalu apa yang perlu kita lakukan untuk menuju kesana ?, tentunya melakukan apa yang Allah perintahkan. 

Bagaimana kita bisa sampai ke bandara B apabila kita tidak mengikuti arahan dari bandara A ?. Begitu juga kita, apabila kita ingin sampai ke “bandara” milik Allah, maka kita harus mengikuti semua perintah Allah.

Menjalankan apa yang Allah perintahkan inilah yang disebut kita beribadah kepada Allah. Ya, cara kita untuk bisa sampai kepada Allah adalah dengan beribadah kepadanya. Lalu bagaimana kita bisa selalu beribadah dengan maksimal apabila kita banyak mengalami rintangan yang mungkin dapat membuat ibadah kita kendor.

Kita gunakan perumpamaan pesawat lagi, tentunya dari bandara A akan diberi tau apa saja yang perlu dilakukan untuk sampai ke bandara B, dari sana, pesawat dapat merencakan apa saja yang perlu dilakukan selama terbang, harus terbang berapa kaki, dengan kecapatan berapa mph, dengan arah seperti apa, dan lain2, apabila mengalami turbulensi apa yang perlu dilakukan, dan lain sebagainya. 

Pesawat itu perlu merencanakan itu semua sehingga dia tidak kaget dengan apa yang dihadapai, dia merencakan dan dibekali dengan pengetahuan untuk melakukan perintah dari bandara A agar bisa sampai di bandara B dengan selamat.

Maka bagaimana agar kita bisa kembali kepada Allah dengan baik, yang harus kita lakukan adalah merencanakannya. Apa yang direncanakan, yaitu cara beribadah kita, cara kita menghadapi setiap persoalan dalam hidup kita. Apabila kita bertemu suatu persoalan A, maka yang harus dilakukan adalah seperti ini. Mengapa perlu direncanakan ?

Agar ketika kita berhadapan dengan persoalan tersebut kita sudah tau apa yang harus dilakukan, sehingga kita bisa melalui persoalan tersebut dan ibadah kita tidak terganggu. 

Bayangkan, jika pesawat tidak mengetahui apa yang yang harus dilakukan, dia memang bisa terbang, dia juga tau tujuan, tapi cara terbang yang salah ini juga dapat mengakibatkan pesawat tidak sampai tujuan atau sampai dengan kondisi yang tidak baik.

Begitupun juga manusia, untuk menuju kepada Allah, dia juga harus tau apa saja yang harus dilakukan. Dia memang bisa beribadah, lalu bagaimana jika bertemu suatu persoalan ? Dia bisa kaget, Dia malah menyalahkan Tuhannya, bisa marah2, dan lain2, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Berbeda dengan orang2 yang sudah tau apa yang harus dilakukan, dia insyaallah bisa mengatasi persoalannya dan ibadahnya tidak terganggu.

Bagaimana caranya orang tersebut tau ?, karena dia sudah mempersiapkan dirinya, orang2 yang punya persiapan, orang2 yang telah merencanakan inilah yang insyaallah bisa melalui setiap persoalan tersebut. Oleh karen itu Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Hasyr Ayat 18).

Dari sini jelas Allah memerintahkan kita agar selalu waspada, selalu memperhatikan apa yang kita kerjakan, karena itu akan berdampak di suatu hari, yaitu ketika kita kembali kepada Allah. Maka apa yang kita lakukan saat ini semua akan berdampak kelak ketika kita bertemu dengan Allah. Maka akan ada 2 dampak, dampak baik dan dampak buruk. Dan pasti kita ingin apa yang kita lakukan berdampak baik agar dapat kembali kepada Allah dalam keadaan baik.

Dari sini sudah jelas, apa yang kita lakukan saat ini akan berdampak pada hari esok ketika kita bertemu Allah, maka yang harus kita lakukan adalah perhatikan apakah yang saat ini kita lakukan baik atau tidaknya.

Bagaimana kita mengetahui apa yang kita lakukan baik atau tidak. Ingat apa yang dilakukan oleh pesawat di bandara A agar bisa ke bandara B ?. ya dia mengumpulkan banyak informasi mengenai hal-hal apa saja yang dilakukan di udara nantinya agar bisa selamat menuju bandara B. Manusia pun juga begitu, kita sudah tau berasal dari Allah, maka yang harus kita lakukan adalah memperdalam ilmu kita untuk menjalani kehidupan kita dengan baik, agar bisa menuju kepada Allah dalam keadaan baik pula.

Ilmu, inilah yang sangat penting yang perlu ada pada diri kita semua. Dengan ilmu inilah kita bisa mengetahui apa yang perlu dilakukan dan tidak perlu dilakukan. Apa jadinya orang yang baru diberikan telepon genggam tanpa sebelumnya pernah mengetahui benda tersebut?, tentu dia bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan, atau justru coba-coba dengan modal peruntungan. 

Ketika ada sebuah panggilan masuk bisa jadi dia tekan tombol hijau atau merah, tak tahu mana yang dia tekan. Berbeda dengan orang yang sudah tahu untuk menekan tombol hijau ketika harus mengangkat panggilan masuk, dia lebih bisa menggunakan telepon tersebut dengan maksimal.

Ya itulah perumpamaan kecil orang yang berilmu dan yang tidak berilmu. Perumpamaan yang sangat sederhana, bagaimana dengan aktivitas yang lainnya, seperti pengeboran minyak, membuat pesawat, atau membuat gedung bertingkat?, tidak mungkin orang melakukan hal tersebut jika dia tidak memiliki pengetahuan. Apalagi dalam kaitanyya untuk menuju kepada Allah, tempat terakhir kita, tempat semua berasal dan kemabli, sudah pasti kita butuh ilmu agar mengetahui apa yang perlu kita lakukan agar dapat kembali keapda Allah dalam keadaan baik.

Oleh karena itu kenapa Allah perintahkan kita tahu dulu baru berbuat. Berilmu dulu baru bertindak. Allah telah sampaikan dalam pertunjukNya, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36). Oleh karena itu benarlah ungkapan Nabi Muhammad, apabila kita ingin mendapatkan kebaikan baik dunia atau akhirat atau keduanya, maka caranya adalah dengan ilmu.

Sehingga kita perlu mengetahui apa saja yang perlu dilakukan ketika kita menghadapi suatu persoalan. Tujuannya adalah persoalan tersebut terjawab dengan cara yang tepat, dengan cara yang tidak berdampak buruh terhadap perjalan kita menuju kepada Allah. Jika cara kita baik, maka insyaallah perjalanan kita menuju Allah juga akan baik dan akan sampai dalam keadaan baik.

Lalu dari mana kita bisa mendapatkan ilmu tersebut ?.

Ilmu adalah cahaya, Al Ilmu Nuurun, dan kebodohan adalah bahaya, wal jahlu dlaarun. Ilmu ibarat cahaya yang menerangi dalam kegelapan. Membuat kita tahu harus mengambil ke arah mana kita harus pergi. Menyelamatkan kita dari jurang, meneyalamatkan kita dari kesesatan.

Dimanakah ilmu itu berada. Jawabannya adalah di pencipta ilmu tersebut. Bukankah di awal sudah disampaikan lahu maa fissamawati wa maa filard, “Milik Dia apa yang ada di Langit dan Bumi” (QS Al Baqarah ayat 255). Termasuk ilmu juga, maka ilmu itu adalah milik Allah semata, qooluu sub-haanaka laa 'ilma lanaaa illaa maa 'allamtanaa, innaka antal-'aliimul-hakiim, "Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 32). Ya ilmu itu milik Allah, maka kita belajar pun dari apa yang Allah berikan kepada kita, melaui agama Islam, melalui apa yang diturunkan bersamanya, yaitu Al Quran dan tuntunan Nabi Muhammad shalallahu 'alahi wassalam.

Mengapa dari Agama ?, ya karena Agama itu dari Tuhan, mengapa harus dari Tuhan ?, karena Dialah Yang menciptakan alam semesta ini, sehingga hanya DIA yang mengetahui seluk beluk yang ada di alam semesta ini, termasuk segala persoalan yang kita hadapi dalam kehidupan ini.

Agama adalah sebuah nasihat yang memiliki kandungan untuk mengatur tata kehidupan manusia. Kehidupan tanpa aturan, seperti jalan tanpa marka jalan, tanpa rambu-rambu. Orang akan dengan seenaknya melaju di jalan dan bisa dimungkinkan terjadi kecelakaan yang tidak hanya merugikan orang itu sendiri namun juga dapat mencelakakan orang lain.

Oleh karena itu sebagai umat muslim, dalam menjalankan tatanan kehidupan, kita dapat melihat serta menjalankan aturan yang ada di dalam agama Islam yaitu dengan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad.

Segala bentuk tatanan ataupun peraturan yang Allah dan Nabi Muhammad buat tidak lain bertujuan untuk mengatur manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya, memuliakan manusia.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad secara keseluruhan telah selesai, dengan meninggalnya Nabi Muhammad dan selesainya turunnya wahyu, maka telah selesailah firman Allah yang tercantum dalam Al Quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad juga telah selesa. Allah telah menyampaikan, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai  agamamu." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3).

Dengan demikian, seluruh aspek tatanan kehidupan telah diatur secara keseluruhan oleh agama Islam. Tatanan yang telah Allah dan Nabi Muhammad buat memang selesai lebih dari 14 abad yang lalu. Namun tidak berarti dalam kehidupan yang kita jalani saat ini agama Islam tidak bisa digunakan karena perbadaan zaman yang jauh. Tidak demikian, ini adalah kesalahan kita dalam memahami setiap ayat Al Quran maupun hadits Nabi Muhammad hanya secara sempit.

Al Quran yang merupakan kumpulan firman Allah yang telah diwahyuhkan kepada Nabi Muhammad, serta seluruh apa yang telah Nabi Muhammad lakukan berupa hadits-hadits beliau, sangat bisa dan bahkan perlu menjadi pedoman kita menjalankan kehidupan ini. Karena tidak mungkin tatanan aturan yang Allah dan Nabi Muhammad buat hanya relevan di zaman itu, tetapi sangat relevan hingga kini dan seterusnya, hal ini bisa kita pahami apabila memaknai setiap firman Allah dan hadits Nabi Muhammad secara menyeluruh, tidak secara sempit.

Allah telah menyampaikan, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’ (21): ayat 107). Nabi Muhammad diutus membawa agama Islam adalah diperuntukan bagi seluruh alam semesta, hal ini berarti tidak hanya pada zaman beliau saja berlakunya ajaran dan tatanan yang diatur dalam agama Islam, melainkan sampai dunia ini berakhir, hingga kiamat.

Sehingga sudah jelas jika Al Quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad sangat relevan digunakan di setiap zaman, dan dalam aktivitas apapun agama Islam tidak luput untuk mengaturnya. Sekali lagi, aturan-aturan tersebut tidak lain untuk memuliakan manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, dalam menjalankan setiap aktivitas hendaknya kita tidak luput dalam memahami aturan yang telah Allah dan Nabi Muhammad buat yang dapat kita lihat dari Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Sehingga apabila ada suatu perbedaan pendapat, mari kita kembalikankan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, sebagaimana petunjuk Allah, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa (4): ayat 59).

Dalam petunjuk Allah tersebut, kita diperintahkan untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Allah dan Nabi Muhammad sesuai dengan perkara yang sedang kita hadapi. Allah mengatakan agar kita melihat Al Quran, karena Al Quran tidak lain adalah petunjuk kehidupan kita, Allah telah katakan di permulaan Al Quran, “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. Al Baqarah (2): ayat 2).

Sehingga pilihan yang sangat tepat sekali apabila kita ingin mengetahui tentang aturan suatu hal, kemudian kita melihat bagaiamana Allah mengatur itu melalui Al Quran. Begitu pula dengan perintah Allah untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Nabi Muhammad, karena beliaulah suri tauladan yang di dalam diri beliau segala aspek kehidupan telah beliau contohkan, Allah menyampaikan dalam petunjukNya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS. Al Ahzab (33): ayat 21).

Mengembalikan kepada Allah dan RasulNya adalah dengan melihat bagaimana Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad mengajarkannya. Lalu timbullah pertanyaan, bagaimana Al Quran dan Sunnah mengatur penggunaan media sosial misalnya, atau mengenai tugas kuliah/tugas belajar karena pada saat itu belum ada hal-hal tersebut. Inilah yang kemudian saya makhsudkan di awal, yaitu kesalahan kita dalam memahami setiap ayat Al Quran maupun hadits Nabi Muhammad hanya secara sempit.

Dalam memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad tidak hanya sekedar kita melihat TEKSTUAL yaitu apa yang tertulis, tetapi juga harus mengetahui makna dibalik itu semua. Inilah yang terkadang tidak kita perhatikan. Kita terjemahkan secara tekstual apa yang dicantumkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, tetapi tidak kita dalami apa makna dibalik itu semua.

Marilah kita ambil suatu perumpamaan, yaitu sejarah pembuatan peta dunia. Apabila kita pernah melihat peta-peta yang pada waktu awal dibuat akan membuat kita bingung menterjemahkan isi dan makhsud peta tersebut, bagaimana cara membacanya, yang kita lihat hanya gambar-gambarnya.

Saya kutip dari laman www.101dunia.com, sebagai misalnya adalah peta di tahun 1569 yang dibuat oleh Gerardus Marcator. Anda akan sulit sekali membaca peta tersebut, yang bisa kita lihat hanyalah ada gambar-gambar, garis, dan tulisan-tulisan. Tapi ketika kita disuruh menterjemahkan dan membacanya, apakah kita bisa?. Jawabannya adalah bisa, ketika kita mengetahui ilmu membaca peta atau ilmu kartografi.

Maka jika kita tidak memiliki pemahaman terkait ilmu membaca peta, kita tanyakan kepada orang-orang yang memiliki ilmu tersebut, dari situlah kemudian para kartografer (orang yang ahli membuat peta) kemudian membuat peta-peta yang dapat dengan mudah kita baca, maka hasilnya adalah peta yang saat ini kita lihat di atlas dan lain-lain termasuk makhsud dari gambar-gambar yang ada pada peta tersebut yang memudahkan kita dalam membaca dan mengartikan peta tersebut.

Maka begitulah bagaimana kita bisa memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, adalah dengan ilmu. Tidak semerta-merta kita terjemahkan artinya dalam bahasa Indonesia saja, maka yang kita dapat hanya terjemahan tekstual, lalu bagaimanakah makhsud dari firman Allah dan hadits Nabi Muhammad tersebut?, bisa jadi kita salah mengartikan dikarenakan tidak memiliki ilmu dalam menafsirkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.

Maka ketika kita ingin mengembalikan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, maka menterjemahkannya dengan ilmu. Ketika kita menggunakan ilmu, maka akan kita temui bahwa segala yang telah Allah dan Nabi Muhammad atur, sudah mencakup segala aspek kehidupan kita, mulai dari kita bagun tidur dan tidur lagi, tidak ada yang luput dari aturan Allah dan Nabi Muhammad, hal ini sekali lagi dapat kita pahami ketika kita memiliki ilmu dalam menterjemahkan kandungan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.

Oleh karena itu ketika kita tidak memiliki ilmunya, jangan sampai kita menterjemahkan secara asal sehingga berdampak pada penyesatan tidak hanya pada diri sendiri, bisa jadi berdampak pada orang lain, yaitu berdampak kesalahpahaman. Allah telah sampaikan dalam petunjukNya, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36).

Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki ilmu tersebut?. Sebagaimana perumpamaan membaca peta tadi, jika kita bisa membacanya, maka bacalah terjemahan yang telah para ahli peta itu buat. Maka ketika kita tidak memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, yang harus kita lakukan adalah bertanya pada ahlinya, yang memiliki ilmunya, yaitu para ulama yang memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.

Allah telah sampaikan dalam petunjukNya, “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An Nahl (16): ayat 43). Dengan bertanya kepada ulama kita akan mengetahui makna dari Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, yaitu dengan melihat pendapat-pendapat beliau yang tertuang dalam banyak karyanya beliau, buku-buku beliau misalnya. Maka dari itu ketika kita tidak memiliki ilmu untuk menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, kita melihat hasil terjemahan yang telah dibuat para ulama.

Para ulama inilah yang akan menuntun kita ketika kita tidak mengetahui ilmu menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Sebagaiman seorang yang sangat hafal dengan suatu jalan, kita meminta beliau untuk mengantarkan kita ketujuan yang kita makhsud. Ketika kita tidak memiliki pengetahuan akan jalan tersebut kita akan tersesat, dan bisa ikut menyesatkan orang lain apabila kita tidak hanya sendiri. Tetapi dengan kita meminta untuk diantarkan oleh orang yang telah memiliki pengetahuan akan jalan tersebut, kita akan sampai ke tujuan yang kita makhsudkan.

Para ulama yang kita lihat hasil terjemahan beliau adalah orang-orang yang berilmu, dan orang berilmu pastilah takut kepada Allah, sebagaimana Allah telah sampaikan, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir (35): ayat 28). Maka beliau-beliau dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad pastilah berhati-hati.

Agama Islam sudah kompleks dan segala aspek kehidupan kita telah diatur dengan baik. Tiada tujuan lain melainkan memuliakan manusia itu sendiri. Maka apabila ada perselisihan di antara saudara kita, mari kita kembalikan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad dengan ILMU.

Kita sudah mengetahui tujuan kita yaitu untuk kembali kepada Allah. Cara menuju Allah adalah dengan menjalani kehidupan ini sesuai perintah Allah. Apabila bertemu persoalan maka dijawab dengan ilmu yang berasal dari Allah. Cara belajar ilmu tersebut adalah dengan bersumber dari Al Quran, yang disampaikan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad, dan ditafsirkan oleh para ulama, yang kemudian juga relefan dengan yang dilakukan oleh banyak tokoh.

Kembali ke persoalan beraktivitas dan beribadah di bulan puasa. Ingat apa yang menjadi dasar pemikiran kita ?, perhatikan apa yang kita lakukan baik atau tidaknya dengan ilmu. Maka untuk bagaimana persoalan kita memanajemen diri kita antara aktivitas sehari-hari dengan ibadah puasa ramadhan yang perlu kita lakukan dengan melihat bagaimana Al Quran dan Nabi Muhammad menjawabnya.

Apakah belajar mislanya karena kita seorang pelajar membuat kita kendor dalam beribadah ?, atauakah sebaliknya, kita banyak beribadah sehingga tugas kuliah tidak dikerjakan dengan baik ?. Apakah belajar dan ibadah adalah dua hal berbeda yang perlu menjadi prioritas pada salah satunya ?. Jawabannya Tidak, karena belajar juga ibadah.

Mengapa ?

Ya karena belajar adalah perintah Allah dan Rasulullah,

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” Surah al-Mujadalah/58 ayat 11.

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224).

Ibadah berarti ketundukan kita kepada Allah, karena Allah menciptakan kita adalah agar kita beribadah kepada-Nya, “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku” (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56).

Dan cara untuk beribadah kepada Allah adalah dengan mentaati perintahNya, termasuk melakukan apa yang diwajibkan Rasul-Nya, “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (Qs. An-Nisaa’ [4] : 80).

Jadi, Ya, belajar adalah ibadah, jadi anda belajar di bulan puasa adalah merupakan ibadah di bulan puasa. Lalu mengapa perlu di manajemen, perlu dikelola, karena bisa jadi ibadah yang anda lakukan bukan menjadi suatu ibadah. Loh kok bisa ?.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya tidaklah engkau membelanjakan suatu harta demi mendapatkan keridhaan Allâh, melainkan engkau mendapat pahala darinya. Sampai pun sesuap makanan yang engkau berikan kepada istrimu. [Muttafaqun ‘alaih].

Mari kita dalami sabda dari Rasulullah di atas, orang yang belanja itu bisa mendapatkan pahala loh dari Allah. Jadi teman2 kalau belanja ke toko beli telur, gula, susu, siapa bilang itu bukan ibadah, Masyaallah itu bisa menjadi ibadah teman2, lihat kata kuncinya “demi mendapatkan keridhaan Allâh”. 

Jadi teman2 belajar, mengerjakan tugas kuliah karena semata-mata itu adalah karena teman2 ingin mendapatkan keridhaan Allah karena itu adalah kewajiban kita menuntut ilmu, maka insyaallah itu menjadi ibadah teman2.

Nah kalau belajar, belanja, yang adalah aktifitas yang bersifat duniawi bisa jadi kategori ibadah, maka pun berlaku sebaliknya amalan yang sifatnya ibadah kepada Allah secara langsung seperti shalat/puasa pun juga hanya menjadi rutinitas atau singkatnya tidak bernilai pahala loh. Waah kok bisa ?.

Ingat mengapa aktivitas dunia menjadi ladang pahala ?, karena niatnya untuk mendapat ridha Allah. Pun ketika shalat/puasa bukan untuk mendapat ridha Allah, namun hanya untuk ditunjukkan kepada manusia, untuk dipamerkan, menjadi kesombonga, maka bukan pahala yang didapat, tapi na’udzubillah bisa dosa yang dia dapat.

Ada cerita menarik antara Nabi Muhammad dengan Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad bercerita, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. 

Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Dan seterusnya …. (haditsnya masih panjang hehehe). (HR. Imam Muslim, Kitabul Imarah, bab Man Qaatala lir Riya’ was Sum’ah Istahaqqannar).

Coba bayangkan, Orang Jihad teman2 bisa dimasukkan Allah ke neraka, mengapa ?, karena salah niat. Maka Masyaallah mengkaji bab niat ini kita harus hati2 teman2. Ibadah bisa jadi rutinitas, tidak berpahala, malah bisa dosa. Sebaliknya, rutinitas bisa jadi ibadah dan jadi ladang pahala.

Maka manajemen diri yang dimaksud disini adalah dengan senantiasa menjaga niat agar belajar di bulan puasa dan di hari2 lainnya tidak lain untuk menjalankan kewajiban mencari ilmu untuk kebaikan dunia dan akhirat kita. Begitupun juga ketika kita melakukan ibadah seperti shalat/puasa, senantiasa di kelola niatnya agar hanya semata-mata untuk Allah subhanahu wa ta'ala.

Kesimpulannya adalah:

1. sangat penting untuk memanajemen setiap aktivitas kita. Yaitu dikelola agar memiliki tujuan yang jelas disetiap aktivitas kita. Dan tujuan tersebut tidak lain adalah agar kita bisa kembali kepada Allah dengan baik

2. bagaimana cara kita memanajemen setiap aktivitas kita ?, yaitu dengan memiliki ilmunya. Ilmu tersebut bersumber dari Allah yang Dia turunkan kepada Nabi Muhammad. Al Quran dan hadits menjadi sumbernya, dan tafsirnya dapat kita ketahui dari para ulama

3. salah satunya adalah ilmu mengenai ibadah. Ibadah dapat menjadi ladang pahala juga dapat menjadi amalan biasa. Begitupun rutinitas dunia bisa menjadi pahala ibadah karena niat yang benar yaitu untuk menggapai ridha Allah subhanahu wa ta'ala

4. maka manajemen yang perlu dilakukan adalah senantiasa memperhatikan aktivitas kita apakah bernilai ibadah atau tidak. Karena tujuan Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah kepada-Nya

Daftar Pertanyaan Ketika Kajian:

1. TIYA

Q: Assalamualaikum kak dimas saya ingin bertanya, dalam melakukan segala kegiatan ibadah terutama pasti yang di cari adalah ridha Allah, namun terkadang kita tergiur dengan banyaknya pahala yang ditawarkan, nah menyikapi hal yang demikian itu bagaimana nggih. Apakah itu niat kita karna tawaran pahala tersebut atau bagaimana padahal yg sejatinya ingin taat dan mendapat ridha Allah. Terimakasih.

A: Waalaikumsallam Mbak Tiya, Terima kasih atas pertanyaannya. Mengenai ibadah untuk mengejar pahala. Masyaallah 😊, jadi dek pahala kalau di AL Quran itu menggunakan kata "ajrun" atau pemberian, jadi makhsudnya kita beribadah kepudian Allah berikan "ganjaran" kepada kita yang kita sebut dengan pahala. Lalu bagaimana ibadah untuk mengejar pahala, jawabannya sangat boleh dek, karena itu adalah pemberian dari Allah, itu dapat menjadi penyemangat hambaNya dalam menggapai setiap "hadiah" yang Allah siapkan untuk kita 😊. 

Nah selain sisi pahala jangan lupa makna ibadah sangat luas, misalnya kita tau Shalat Sunnah itu pahalanya luar biasa, tapi tetangga kita di sebelah kelaparan, nah ini harus imbang, mengejar pahala ibadah dan berbuat kebaikan sesama, semuanya mendapatkan ganjaran dari Allah, jadi semua aktivitas ibadah yang dilakukan adalah semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya Allah dan juga salah satunya menjadi orang yang menebar kebermanfaatan, tidak hanya beribadah di masjid saja, Wallahu alam

2. DHIMAS

Q: Assalamualaikum

Mohon ijin untuk bertanya min dan pemateri, mengenai ibadah ditengah wabah covid19🙏🏻

Mungkin ini ntah pertanyaan diluar tema atau bagaimana yaa

Jadi gini

Seperti saat ini kita sedang dilanda virus yang mematikan, yang halus, dan sangat halus, nah akhirnya pemerintah memberikan kebijakan untuk ibadah dirumah dll, tapi mungkin orang orang masih ingin sekali untuk datang kerumah allah, cuman dengan syarat jeda 1 shof, nah yang ingin saya tanyakan, itu gimana tuh hukumnya?

Sharing sharing aja sih🙏🏻😇 terimakasih

A: Waalaikumsallam Mas Dimas namanya samaan ya jangan2 anda pemateri sesungguhnya 😅

Ya karena ditanya hukum, maka saya tidak bisa menjawab lebih jauh, karena gelar saya SE mas buka SH 😅 Saya jawab sesuai pengetahuan saya ya mas. Mengenai ibadah ditengah pandemi, di zaman Rasulullah sudah pernah beliau sampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Artinya orang sakit dengan yang sehat jangan dicampur, ketika kita shalat tidak bisa diketahui mana sakit dan sehat. 

Walaupun ada protokol kesehatan kita bayangkan ada berapa masjid yang perlu diberlakukan protokol tersebut, maka untuk menghindari mudharat tersebut caranya adalah dengan beribadah di rumah, dan Insyaallah seperti yang Ust Adi Hidayat pernah sampaikan dalam ceramahnya, jika sesorang sudah biasa shalat di masjid tapi karena suatu keadaan di harus shalat di rumah insyallah pahalanya sama tidak dikurangi sedikit pun. Dan inilah yang mesti dilakuakn oleh kita semua yaitu mengedukasi masyarakat. karena tidak semua masyarakat mendengar himbaun pemerintah, masih banyak yang lebih mendengar tetua yang ada di daerahnya

3. TIRTA

Q: Assalamualaikum mas Dimas, saya Moch. Tirta Wardana ingin bertanya

Terkait dengan ilmu ttg alquran yg bisa didapat dari ulama. Apakah hanya para ulama saja yg berhak memberikan ilmu alquran kepada kita?

Bagaimana kita menyikapi bila ada orang yg sudah berlabel ulama tetapi ada ketidaktepatan untuk menerjemahkan alquran atau paling tidak ada kontradiksi dengan ulama lainnya?

A: Waalaikumussalam mas Tirta, terimakasih mas atas pertanyaannya, jika ilmu Al Quran yang ingin diketahui maka kita perlu bertanya kepada Ahli Al Quran, yaitu orang orang yang memiliki ilmunya, seperti beliau kuat hafalannya, bagus cara tafsirnya, hafal haditsnya terutama hadits shahih, bagus bahasa arabnya, contohnya seperti itu, nah kalau berakaitan dengan bidang lain maka kita bertanya yang memhamai bidang tersebut “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An Nahl (16): ayat 43).

Lalu bagaimana dengan ulama yg memiliki ketidaktepatan untuk menerjemahkan alquran atau paling tidak ada kontradiksi dengan ulama lainnya? Nah oleh karena itu mari belajar dari banyak ulama teman2, kalau ada belajar dari satu ulama itu juga benar, tapi ketika anda mendengar temannya berguru ke ulama lain dan memiliki pendapat yang berbeda nah anda jangan menyalahkan, karena ilmu kita pun belum tentu sebanyak ulama yg menjadi guru teman kita, oleh karena itu kita perlu bijak dalam menanggapi setiap pendapat, jangan mudah menyalahkan.

Janganlah kita terpecah belah hanya persoalan perbedaan pendapat dalam beragama. Bukankah telah para ulama contohkan betapa bijaksananya beliau dalam menyikapi berbedaan pendapat. 

Khalifah Harun ar-Rasyid pernah bermusyawarah dengan Imam Malik, beliau ingin menjadikan kitab al-Muwaththa’ (karya Imam Malik) di Ka’bah, beliau ingin menetapkan agar seluruh masyarakat memakai kitab itu. Lalu Imam Malik berkata, “Jangan lakukan! Sesungguhnya para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah berbeda pendapat dalam masalah furu’, mereka juga telah menyebar ke seluruh negeri, semua benar dalam ijtihadnya”. 

Khalifah Harun ar-Rasyid pun memuji beliau kerena kebijaksanaannya (lihat kitab Imam Abu Nu’aim al-Ashbahanani, Hulyat al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, Juz. VI, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Araby, hal.332; dikutip dari buku 37 Masalah Populer,2017:31). Mari kita contoh beliau-beliau yang menghindari perbedaan pendapat dalam rangka egoisme pendapat suatu golongan. 

Perbadaan persoalan yang khilafiyah (perbedaan pendapat ulama) marilah kita jadikan sebagai penambah khazanah wawasan agama Islam kita, namun tidak menjadikan kita saling mengunggulkan golongan tertentu, lebih-lebih hingga membid’ahkan golongan lain, na’udzubillah. Marilah kita sama-sama membangun negara kita ini, dengan semangat menanamkan nilai-nilai kandungan ajaran agama Islam dalam aktivitas sehari-sehari, karena mencintai negeri adalah perintah ilahi.

Dan juga mengenai kata ulama, sebenarnya maknya sudah berubah dari makna denotasi ke makna konotasi hehehe, ulama kan sering kita artikan orang yang paham agama, padahal ulama itu bentuk jamak dari kata 'Alim yaitu subjek orang berilmu, jadi ulama adalah kumpulan orang berilmu, termasuk tokok2 dan juga pastinya orang yang paham mengenai tafsir Al Quran dan Hadits

4. TIYA

Q: Kalau kita belajar dari banyak ulama, ntar kalo ada perbedaan2 untuk tau mana yg paling benar gimana kak hehehe

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun