Dalam petunjuk Allah tersebut, kita diperintahkan untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Allah dan Nabi Muhammad sesuai dengan perkara yang sedang kita hadapi. Allah mengatakan agar kita melihat Al Quran, karena Al Quran tidak lain adalah petunjuk kehidupan kita, Allah telah katakan di permulaan Al Quran, “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. Al Baqarah (2): ayat 2).
Sehingga pilihan yang sangat tepat sekali apabila kita ingin mengetahui tentang aturan suatu hal, kemudian kita melihat bagaiamana Allah mengatur itu melalui Al Quran. Begitu pula dengan perintah Allah untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Nabi Muhammad, karena beliaulah suri tauladan yang di dalam diri beliau segala aspek kehidupan telah beliau contohkan, Allah menyampaikan dalam petunjukNya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS. Al Ahzab (33): ayat 21).
Mengembalikan kepada Allah dan RasulNya adalah dengan melihat bagaimana Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad mengajarkannya. Lalu timbullah pertanyaan, bagaimana Al Quran dan Sunnah mengatur penggunaan media sosial misalnya, atau mengenai tugas kuliah/tugas belajar karena pada saat itu belum ada hal-hal tersebut. Inilah yang kemudian saya makhsudkan di awal, yaitu kesalahan kita dalam memahami setiap ayat Al Quran maupun hadits Nabi Muhammad hanya secara sempit.
Dalam memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad tidak hanya sekedar kita melihat TEKSTUAL yaitu apa yang tertulis, tetapi juga harus mengetahui makna dibalik itu semua. Inilah yang terkadang tidak kita perhatikan. Kita terjemahkan secara tekstual apa yang dicantumkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, tetapi tidak kita dalami apa makna dibalik itu semua.
Marilah kita ambil suatu perumpamaan, yaitu sejarah pembuatan peta dunia. Apabila kita pernah melihat peta-peta yang pada waktu awal dibuat akan membuat kita bingung menterjemahkan isi dan makhsud peta tersebut, bagaimana cara membacanya, yang kita lihat hanya gambar-gambarnya.
Saya kutip dari laman www.101dunia.com, sebagai misalnya adalah peta di tahun 1569 yang dibuat oleh Gerardus Marcator. Anda akan sulit sekali membaca peta tersebut, yang bisa kita lihat hanyalah ada gambar-gambar, garis, dan tulisan-tulisan. Tapi ketika kita disuruh menterjemahkan dan membacanya, apakah kita bisa?. Jawabannya adalah bisa, ketika kita mengetahui ilmu membaca peta atau ilmu kartografi.
Maka jika kita tidak memiliki pemahaman terkait ilmu membaca peta, kita tanyakan kepada orang-orang yang memiliki ilmu tersebut, dari situlah kemudian para kartografer (orang yang ahli membuat peta) kemudian membuat peta-peta yang dapat dengan mudah kita baca, maka hasilnya adalah peta yang saat ini kita lihat di atlas dan lain-lain termasuk makhsud dari gambar-gambar yang ada pada peta tersebut yang memudahkan kita dalam membaca dan mengartikan peta tersebut.
Maka begitulah bagaimana kita bisa memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, adalah dengan ilmu. Tidak semerta-merta kita terjemahkan artinya dalam bahasa Indonesia saja, maka yang kita dapat hanya terjemahan tekstual, lalu bagaimanakah makhsud dari firman Allah dan hadits Nabi Muhammad tersebut?, bisa jadi kita salah mengartikan dikarenakan tidak memiliki ilmu dalam menafsirkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.
Maka ketika kita ingin mengembalikan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, maka menterjemahkannya dengan ilmu. Ketika kita menggunakan ilmu, maka akan kita temui bahwa segala yang telah Allah dan Nabi Muhammad atur, sudah mencakup segala aspek kehidupan kita, mulai dari kita bagun tidur dan tidur lagi, tidak ada yang luput dari aturan Allah dan Nabi Muhammad, hal ini sekali lagi dapat kita pahami ketika kita memiliki ilmu dalam menterjemahkan kandungan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.
Oleh karena itu ketika kita tidak memiliki ilmunya, jangan sampai kita menterjemahkan secara asal sehingga berdampak pada penyesatan tidak hanya pada diri sendiri, bisa jadi berdampak pada orang lain, yaitu berdampak kesalahpahaman. Allah telah sampaikan dalam petunjukNya, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36).
Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki ilmu tersebut?. Sebagaimana perumpamaan membaca peta tadi, jika kita bisa membacanya, maka bacalah terjemahan yang telah para ahli peta itu buat. Maka ketika kita tidak memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, yang harus kita lakukan adalah bertanya pada ahlinya, yang memiliki ilmunya, yaitu para ulama yang memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.