Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karpet Rayo untuak Amak

20 Juli 2021   04:13 Diperbarui: 20 Juli 2021   04:54 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Pail ah, ndak usah baliak" (pergilah dan tak usah kembali)


Setiap kata-kata yang keluar dari mulut Apak, hanya sembilu yang menyayat perasaan Saidah. Tak ada yang bisa diharapkan dari Apak. Jangankan uang sepersen dari Apak, melihat raut wajah Apak yang memalingkan pandangan. Tak sanggup membuatnya berbicara lama dengan Apak. Akhirnya  Saidah putuskan untuk pergi dan dia menyalami tanggan Apak yang dikotori oleh sisa-sisa remahan nasi. Langkah kaki pertama Saidah keluar, air matanya pun ikut bercucuran.


Sekarang Saidah merasakan karakter Amak dan Apak tidak jauh beda. Semuanya keras dan kuat pendirian. Keputusan Amak tidak bisa ditoleransi. Apalagi umur Amak yang lebih dari setengah abad. Sering mengeluh karena sakit rematiknya,  tapi dia tetap memaksakan diri untuk bertani. Pikiran dan batin Saidah berkecamuk, hingga akhirnya dia pesan tiket pesawat via online. Saidah memilih keberangkatan setelah lebaran.

  Maklum dia harus menunggu upah kerja bulan itu untuk bisa membayar semua kebutuhan dan persayaratan pulang kampung.


**Saidah Pulang Kampung


Sebelum keberangkatan pulang kampung, Amak sering kali menghubungi Saidah, dan menanyakan sudah sampai dimana. Saking senangnya Amak, dia memasak makanan begitu banyak.  Dari pagi dia tidak beranjak dan duduk menunggu Saidah di depan pintu. Sesekali keluar dan memperhatinkan pengendara yang lewat di depan rumahnya. Melihat seseorang turun dari motor.

 Langsung Amak melambaikan tangan di ambang pintu. Ingin rasanya Saidah berlari dan memeluk Amak, namun tas ransel yang menggunung di pungungya membuatnya keberatan dan harus berjalan pelan-pelan.


Dengan lantang Amak memanggil Bungsu. "Bungsu, kamarilah capek, Uni kau lah tibo ha" (Bungsu, bergegaslah kakakmu sudah sampai) . Bungsu berlari riang dari dapur menuju Saidah Kupu-kupu liar yang bertebangan di kebun halaman rumah  pun ikut merayakan kedatangan Saidah.


Amak sangat rajin menyapu halaman dan membersihkan perkarangan rumah bersama Bungsu. Meskipun Bungsu sempat curhat ke Saidah, dia kadang malas menyapu . Tapi Amak selalu memaksanya . 

" kau bisuak Bungsu, ka manjadi bini atau

 minantu urang, jadi jang maleh-maleh juo "  (Bungsu, suatu saat nanti kamu juga akan menjadi istri dan menantu orang lain) dengan dialog dan logat gaya amak menegurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun