Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gunting Berdarah

2 Juni 2019   10:54 Diperbarui: 2 Juni 2019   11:16 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Kitab.lirik lagu

Gunting Berdarah


Sudah setengah jam Sudir berupaya membersihkan gunting dan alat tajam lainnya dari  lumuran darah di Sumur tua belakang. Air yang mengalir berubah warna merah darah. 

Sudir tidak mempedulikan hal tersebut. Sudir dengan tergesa-gesa mencelupkan tangannya  di dalam air, sehingga air dalam ember berubah warna merah. Akhirnya setelah satu jam noda darah yang menempel di tubuh Sudir bersih. Sudir langsung menyiram lantai sumur tua, sehingga bekas darah pun hilang. Sudirpun  merasakan bahwa beban dikepalanya lenyap seketika. Setelah itu Sudir pulang kerumah dengan sepeda motor serba bewarana hitam.  

***


Untuk sementara waktu usaha kedai nasi Irma tutup. Disebabkan Ujang sang  suami yang tak kunjung  pulang. Dengan rasa gelisah istripun berusaha mencari suaminya di simpang jalan, kemudian beberapa kedai dan juga menanyakan dengan para tetangga. Usaha istri Ujang pun tidak membuahkan hasil. Akhirnya Irma  melaporkan kehilangan suaminya ke Polisi. 

Langsung para aparat polisi langsung terjun kelapangan dan mencari tahu dengan mengintrogasi pihak keluarga dan tetangga sekitar. Kondisi Ujang  yang tidak sehat dan menderita  stress, setelah kematian anaknya beberepa bulan. Lumayan susah untuk dicari, dan butuh waktu untuk menemukannya.


Polisi pun bertanya "biasanya, saudara Ujang suka menggangu orang lain?" menatap istri Ujang yang gelisah


"dia tidak pernah menggangu orang lain pak, biasanya setelah makan pagi, dia akan berkeliaraan sekitaran kampung ini", tegas sang istri


"apakah ada suatu tempat yang selalu didatanginya setiap hari?, introgasi polisi, dan menyiapkan sebuah catatan kecil


Langsung istri teringat "iya, ada pak, itu kuburan putriku,  yang baru meninggal 3 bulan lalu", tersedulah tangisan sang istri

"kalau begitu mari kita ke kuburan putri ibuk" bergegaslah polisi dan istri untuk ke kuburan .

Pohon-pohon rindang mengugurkan dedaunan kering yang di terpa angin. Gundukan --gundukan tanah yang jumlahnya puluhan, menunggu kedatangan istri dan rombongan polisi. 

Beberapa kuburan sudah ditutupi rumput ilalang, kemudian beberapa kuburan datar dengan tanah. Tidak ada satu orangpun berada disekitaran kuburan.
"sepertinya suami ibuk, tidak ada disini" tegas polisi setelah melihat dan mengelilingi kuburan sekitar


Istripun hanya diam, kemudian berjalan dan menangis dikuburan putrinya "oh, Tuhan, cobaan apa lagi ini, yang kau berikan padaku" memeras tanah kuburan putrinya
Polisi pun membantu ibuk tersebut untuk berdiri, "ibuk, percayakan pada kami, kami akan membantu mencarikan suami ibuk, jadi ibuk jangan bersedih lagi",


"janji ya pak, meskipun kondisinya tidak normal, tapi dia tidak pernah menyakiti saya pak, mohon bantuannya pak"  dengan mata berlinang menatap ke polisi.
Akhirya polisi dan istri Ujang pun kembali kepemukiman warga, dengan wajah murunng.

 ****


Papan nama  sebesar setengah meter yang catnya sudah pudar bertuliskan Sudiro Cukur Pria dan sekaligus gambar gunting besar di papan tersebut. 

Digantungkan di  sebuah dinding toko sebelah kanan. Toko yang terletak di sebuah persimpangan tiga ini selalu ramai didatangi pelanggan dari anak-anak dan juga orang dewasa. 

Dari rambut hitam, putih, tebal, tipis, keriting , lurus, ikal, sudah dipotong dengan guntingnya bapak Sudir, tapi dari banyak jenis rambut hanya  rambut gimbal yang belum  dipotong oleh Sudir.  Jika dari kejauhan  satu Km tulisannya masih bisa dibaca oleh pelanggan yang ingin memotong rambut.  Toko tersebut milik Bapak Sudir, sejak dari dia masih muda. 

Sekarang umurnya sudah mendekati 40 tahun memiliki dua orang putri dan satu orang istri. Bapak Sudir memiliki tubuh tinggi, berkulit hitam manis  dan rambut yang  selalu mendekati botak.  Meskipun putrinya menyuruh untuk memanjangkan rambut bapak Sudir tetap tidak mau dengan alasannya


 "Sari bapak ini tukang cukur jadi tidak ada waktu bapak untuk merawat rambut bapak sendiri, tapi kalau urusan merapikan rambut orang lain, itu baru tanggung jawab bapak"
Sari hanya mengeleng kepala " bapak sibuk urusan rambut orang sedangkan Ibuk sekarang sibuk dengan jualan dipasar, semua orang di rumah sibuk" cemberut Sari


Kesedihan Sari hilang ketika dia mengusap rambut bapaknya"tuh kan, rambut bapak runcing-runcing," sambil mengoceh ke rambut bapak, namun beberapa saat Sudir melamun panjang
Sari yang masih ngoceh melihat keheranan dengan sikap Sudir yang banyak diam


"bapak, kok diam saja, kan Sari lagi ngomong" menatap ke Sudir
Meskipun sudah ditegur anaknya, Sudir masih memikirkan mayat di belakang kedainya, yang nanti akan mengeluarkan aroma bangkai.


Langsung Sari memukul punggung Bapak " yaudah aku pulang ke rumah, percuma bicara tapi ngak bapak dengarkan" marah si Sari


Sari pun langsung pulang, tanpa pamit ke bapaknya, dengan sepeda kesayanganya dia gayuh sepeda sampai ke rumah. Setelah Sari pergi, Ujang langsung kebelakang untuk melihat gundukan tanah yang ditutup dengan daun pisang, dan daunan kering. Ketika tidak ada yang aneh dengan lega Sudir kembali ke kedai dan mengunci pintu belakang.

****


Tiga hari sebelumnya, Sudir selalu bertemu dengan Irma di sebuah tempat. Irma yang sudah merasakan nyaman dengan Sudir, menceritakan penderitaanya dengan Ujang.

 " Mas, saya tidak tahan lagi dengan Mas Ujang, yang gila itu, dia selalu membuat pelanggan saya pergi dari kedai Mas, kalau seperti itu terus bisa-bisa usaha saya bangkrut" cengeng Irma ke Sudir


"iya , kamu usir saja dia di kedai, atau jika perlu kamu ikat saja dia di rumah" Sudir pun memberikan saran


"sebenarnya Mas, saya sudah mau mengantarkannya ke rumah sakit jiwa, tapi ibuk mertua dan ibukku selalu marah padaku, jika itu yang saya lakukan padanya", dengan menatap ke Sudir


Namun Sudir, terdiam beberapa saat untuk berpikir


"Mas, peduli ngak sama saya, kalau tidak hubungan ini, kita akhiri saja seperti ini" kesal Irma yang mulai emosi


"percuma saya mengadu sama Mas, tapi tidak mendapatkan solusi, kadang Mas ini pengecut  dan bodoh jadi laki-laki" dengan suara yang mulai lantang
Sudir pun menenangkan Irma, "Iya, nanti saya cari solusi biar dia tidak menggagu mu lagiya" senyum Sudir kepada Irma, selingkuhannya itu.


Selain bertemu langsung Irma dan Sudir juga sering berkomunikasi lewat hp setiap harinya. Hubungan mereka berdua masih disembunyikan dari semua orang. Sampai akhirnya  mereka menunggu waktu yang tepat untuk bisa diketahui  banyak orang .  

****


Setelah satu jam menunggu pelangan akhirnya  lelaki tua dengan rambut tipis yang berwarna putih yang ditutupi peci masuk ke toko dan  langung duduk dikursi untuk dipotong rambutnya. Sudir langsung pergi kebelakang pelanggan dan menempelkan kain kemudian dilingkarkan dileher pelanggan.  


"pak, potongnya seperti apa pak?", soalnya Sudir tidak mengenali si bapak ini sebelumnya,
"ditipiskan saja semuanya tapi jangan sampai botak" ,


Sudir mengambil gunting dan membayangkan potongan seperti apa yang cocok buat kakek tua ini, soalnya ilihat dari pakaiannya sepertinya bapak ini bukan sembarangan orang, bisa jadi dia adalah pensiunan sipil. Selama ini berkat ketekunan dan kehebatan Sudir dalam menentukan gaya rambut yang cocok untuk pelanggan. 

Terlihat kakek tertidur pulas ketika Sudir merapikan rambut dan kumisnya sekaligus"
 Sudir membangunkan dengan tidak mengagetkan kakek, kakek membuka mata dan melihat gaya rambuntya terbaru dia merasa muda lagi dan terlihat lebih segar. 

Sudir tersenyum melihat tingkah kakek yang lama bergaya di depan cermin," ternyata memang benar kata orang, bahwa kau sangat berbakat dalam memotong rambut, ini uang untukmu dan mengeluarkan uang 50.000 dan di berikan kepada Sudir "tidak usah dikasih kembaliannya, ambil saja untukmu".


Sudir pun kaget dan heran dengan tingkah kakek ini, meskipun Sudir menolak Kakek tetap memaksa Sudir untuk mengambil, "sampai berjumpa lagi di potong rambut selanjutnya", melambaikan tangan langsung pergi kedalam mobil mengkilat berwarna hitam.  
Setelah kakek tua itu pergi Sudir menyapu kedainya dengan memasukan rambut ke dalam karung. 

Sekarang tumpukan satu karung berisi rambutpun sudah tertata di belakang pintu belakang kedai Sudir. Setelah semua bersih Sudir beristirahat dan tertidur di atas kursi. Tanpa mengunci kedainya. Ketika Sudir tertidur pulas. Suara serine mobil polisi mengejutkan Sudir yang tertidur pulas, langsung Sudir berdiri ketakutan dengan rombongan polisi yang mengintrogasinya.


"selamat sore pak", hormat polisi dihadapan Sudir
Dengan wajah pucat Sudir menjawab" selamat sore pak, ada apa pak"


"maaf, menganggu waktunya Pak, kami dari pihak kepolisian sedang dalam tahap pencarian Bapak Ujang," tegas pak Polisi


"Ujang, yang mana pak, pelanggan saya tidak ada yang namanya Ujang" Sudir menjawab dengan mengelak


"benar itu Pak, tapi beberapa hari ini para warga mengatakan bahwa Ujang sering ke kedai bapak dan duduk di kursi ini", sambil menunjukan kursi tunggu antrian Sudir


"oh, jadi Ujang yang gila", dengan menganguk, "Dia memang sering duduk disini pak, tapi 3 hari ini saya tidak pernah melihatnya pak", tegas Sudir dengan wajah yakin


"kalau begitu, terimakasih informasinya pak, Permisi", ucap Polisi sebelum meninggalkan kedai Sudir


Polisi dengan baju biasa tanpa menggunakan seragam dengan wajah garang tersebut pergi, dari toko Sudir. Kemudian kembali melanjutkan pencarian Ujang dengan penuh kegigihan.


****


Beberapa menit kemudian Istri Ujang datang ke toko Sudir, dengan penuh tergesa-gesa dan melihat kiri kanan. Ujang pun menyambut dengan rasa takut dan langsung menutup sebagian toko.


"Mas Sudir, keadaan semakin rumit, apa yang harus saya lakukan?", dengan wajah pucat
Sudir pun duduk samping Istri Ujang "kamu harus tenang Irma, jika kamu gelisah masalah ini akan diketahui orang banyak" Gusar Sudir


"jadi, saya harus bagaimana? Irma yang takut terlihat dengan sikap yang tidak bisa diam
Sudir pun berpikir panjang dan menatap ke cermin, yang memantulkan wajah gelisah.


"andai saja pembunuhan ini tidak kita lakukan Mas, mungkin masalahnya tidak serumit ini", sesal Irma


Sudir masih berpikir panjang
"Aduh,  Ya Tuhan, Mas berpikirlah, jangan diam saja" desak Irma ke Sudir


"kamu tidak lihat sekarang saya lagi berpikir, pikiran saya buntu, gara-gara polisi sialan itu datang kesini" ungkap Sudir


Apa?, Polisi sudah datang, terus kamu bilang apa mas" ketakutan Irma memuncak
"saya hanya bilang, saya tidak tahu apa-apa dengan masalah Ujang"


Irma pun menghela napas, "syukurlah . "Tapi kalau Polisi datang lagi, apa yang harus saya lakukan mas, O tuhan, saya jadi gila dengan masalah ini"

 Irma pun mendekati Sudir dan menggoyangkan tubuh Sudir
Sudir pun tergangu dengan sikap Irma dan langsung memarahi Irma


"Irma yang kita butuhkan sekarang hanya ketenangan dan berpikir, bukan sepertimu yang selalu menyalahkan keadaan, makanya pakai otak untuk berpikir" menatap dengan mata tajam ke Irma


Irma ketakutan dengan tatapan dari Sudir, " janganlah kamu menatapku seperti itu"
"jadi sekarang kamu pulang kembali kerumah, dengan perasaan seperti hari kemaren, jika sedikit saja kamu salah tindakan, taruhannya nyawa kita berdua di penjara atau kamu mau mati sia-sia" dan memegang pundak Irma
Irma pun berupaya menguatkan hatinya terombang ambing ketakutan, untuk kembali kerumah, dengan menatap Sudir penuh harap.


Setelah kepergian Irma, Sudir berupaya menenangkan jiwanya, dan kembali membuka kedainya . tidak lama kemudian pelanggan datang untuk memotong rambut.
"silahkan duduk dikursi ini Ton" menunjuk kursi depan cermin besar


"dibotokin aja Sudir, sudah capek saya rambut panjang" ucap Anton , sipelanggan setia Sudir
"siap Ton" dengan gesit Sudir memotong, namun pikiran Sudir mashi mencari solusi dari permasalahanya
Setelah rambut di potong habis, tinggal bagian kumis yang harus Sudir rapikan, tidak lama kemudian Anton teringat sesuatu..
"saya dapat kabar kalau Ujang, hilang selama 3 hari" Tanya Anton


Langsung darah Sudir mengalir begitu deras, dan jantunpun berdetak tanpa kendali, seketika seseorang menyebut nama Ujang dihadapannya, Sudir mencoba memegang gunting dengan tenang, tanpa bergetar.
"Saya juga prihatin dengan kehilangan Ujang, setelah kematian putrinya dia memang sudah tidak waras lagi" jawab Sudir


"tapi kehilangan Ujang masih tanda Tanya besar bagi diri saya Sudir"
"biarkan pihak yang berwajib memikirkan dan memecahkan masalah Ujang Ton, kita hanya orang biasa yang punya kesibukan untuk mencari nafkah anak bini" 

dengan senyum tipis Ujang membalas percakapan dengan Anton.


Tidak butuh waktu lama, semuanya terselesaikan oleh Sudir, dan membersihkan sisa rambut di leher dan baju pelanggan, Uang pun diberikan Anton, Anton becermin dengan merasa puas dengan kerja Sudir.
"kalau begitu, saya pulang dulu Sudir" langkah pun dilanjutkan ke motornya Anton dan langsung tancap gas pergi


"memandang Anton pergi, Sudir pun mulai lega. Kemudian tanpa pikir panjang Sudir memutuskan untuk menutup kedainya, supaya dirinya bisa berpikir sejenak. Setelah kedai tutup Sudir pulang kerumah. Biasanya Sudir tutup sampai jam 20.00 Wib, hari ini jam masih menunjukan sekitaran jam 4 sore.

****

Irma membuka pintu kamarnya. Suasana kamar yang apek dan gelap, menambah suasana panas dalam diri Irma. Irma pun marah-marah pada dirinya atas tindakan yang dialakukan pada suaminya. 

Irma membuang bantal dan selimut di lantai dan memukul kasur. "Mas Ujang, maafkan aku yang bodoh ini Mas", air mata penyeselan berlinang dan menetes dipipinya Irma, sembari menghapus air mata Irma berpikir dengan tindakannya yang bisa membahayakan dirinya dan Sudir. Tidak lama kemudian seseorang mengetok pintu kamar." Irma, Irma, buka pintunya nak?" 

terdengar suara wanita tua
Irma menghapus air mata, dan mengemasi kamarnya dengan sigap, kemudian menuju pintu dan membuka kamar "Iya, buk" dengan senyuman tipis Irma membalas suara wanita itu
"kamu, jangan berlarut dalam kesedihan, tidak baik, tadi Polisi datang, katanya pencarian Ujang masih berlangsung, sekarang anggota pencarian sudah ditambahkan polisi untuk mencari suamimu", ungkap ibuk
"semoga, saja mas Ujang bisa ketemu ya buk" bukannya bahagia Irma, mempelihatkan suasana gelisah


"kok wajahmu tambah pucat, Ma?" Tanya ibuk
Irma langsung mengusap wajahnya" mungkin saya kurang istirahat buk", Ibuk pun langsung memberikan air putih ke Irma


"sebaiknya kamu istirahat, dan nanti ibu belikan obat untukmu Ma" sahut Ibuk yang cemas melihat Irma
Irma pun menganggukan kepala, ketika ibuk pergi mencari obat, Irma langsung mencari hp dan menelpon Sudir, setelah beberapa kali ditelpon, jaringan selalu terputus untuk menghubungi Sudir,


"Sialan , ini jaringan atau hpnya dimatikan" kesal Irma, setelah beberapa kali diulang, tetap saja tidak terhubung, emosi Irma tidak terkontrol dia pun membanting hp ke lantai, akhirnya hpnya pecah. Irma terduduk di lantai ruang tamu seperti orang binggung.


Tidak lama kemudian dalam hening Irma mendengar suara yang memangil namanya, "Irma, tolong aku", Irma terkejut dan berupaya beranjak dari lantai dan melihat kiri kanan, namun tidak ada orang satupun , "Ibuk, Ibuk memanggil ku" jawab Irma dengan ketakutan .  

Beberapa detik kemudian suara itu kembali,  " Irma, Tolong.....", akhirnya Irma sadar bahwa itu suara nya Mas Ujang yang terdengar olehnya. 

Secara tidak sadar bulu tangan dan leher Irma merinding. Irma lari ketakutan kekamar dan mencoba menghidupkan lampu kamar. Irma mencoba menutup telinganya dengan bantal, namun suara itu semakin nyaring. 

"Tolong-Tolong saya , saya takut" setelah berteriak --teriak keras, untunglah ada warga yang datang dan mencoba untuk menolong Irma, namun warga kesusahan untuk masuk kekamar Irma, karena Irma mengunci kamar dari dalam. Mendengar suara Irma yang ketakutan warga pun mecoba mendobrak pintu. Setelah pintu didobrak didapatilah Irma, seperti orang kesurupan,  Irma tidak bisa mengendalikan dirinya, warga pun mencoba memegang tangan Irma yang sudah sekeras batu, susah untuk diatur.

 Irma semakin memberontak, untuk jangan diganggu oleh Mas Ujang.


"Masya Allah, sepertinya Irma sudah kerasukan, lebih baik kalian panggil Ustad Somad untuk dibawa kesini " tegas salah satu warga


Warga yang lain pun sangat cemas melihat kondisi Irma yang selalu memberontak " baik , kami akan membawa Ustad Somad" warga pun berlarian untuk menjemput Ustad Somad.


Sembari menunggu Ustad Somad, sekitaran 4 orang memegang kaki dan tangan Irma yang selalu memberontak, mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas. Para warga pun turut prihatin melihat kondisi Irma yang malang. 

Selang beberapa waktu Ustad Somad datang langsung mendekati Irma dan membacakan ayat-ayat dihadapan Irma, Irma hanya memberontak semakin keras. Sampai akhirnya ustad Somad menyuruh untuk mengambil air putih untuk dibacakan ayat-ayat dan diminumkan ke Irma. Setelah minum air tersebut, Ustad pun berdialog dengan Irma, Irma dengan menghakimi dirinya seraya mengatakan dengan lantang ke Ustad bahwa dia telah membunuh suaminya Ujang. 

 Semua warga dan ustad terperanjak dengan ucapan Irma. 

"Inallilahi wainnalihi rojiun" ucap Ustad dan ditiru oleh semua warga. Wargapun tidak menyangka kalau Ujang hilang bukan dia dicuri tetapi dia telah dibunuh.


Setelah berbicara demikian, Irma pingsan dan beberapa warga mulai tidak peduli dengan Irma. Namun warga masih penasaran dimana mayat Ujang sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun