Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Sepi

30 Desember 2024   20:30 Diperbarui: 30 Desember 2024   13:28 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Image Creator, Bing.

Ia menyerahkan buku itu dengan tangan gemetar. "Aku... aku pikir kamu mungkin suka ini."

Kirana mengambil buku itu, membaca sekilas halaman depan, lalu tersenyum lebih lebar. "Puisi ini kamu tulis?"

Arif hanya mengangguk, wajahnya memerah. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia tahu bahwa ia telah melakukan yang terbaik.

Namun Kirana, alih-alih canggung atau terkejut, malah tertawa kecil. "Arif, kamu tahu? Aku selalu penasaran dengan kamu. Selalu terlihat seperti punya banyak cerita, tapi terlalu sibuk menyembunyikannya."

Kirana membuka halaman pertama buku itu, lalu menatapnya. "Makan siang bareng nanti? Aku ingin dengar lebih banyak tentang puisi-puisi kamu."

Arif hampir tidak percaya apa yang ia dengar. Hanya dengan anggukan pelan, ia menjawab, "Tentu."

Siang itu, mereka duduk di kafe kecil di dekat kantor, berbicara tentang buku, puisi, dan hal-hal yang selama ini hanya ia simpan untuk dirinya sendiri. Kirana, ternyata, bukan hanya penuh warna, tetapi juga penuh ruang untuk mendengarkan. Ia tidak pernah menilai Arif sebagai kurang, melainkan sebagai bagian dari sesuatu yang ia ingin pelajari lebih jauh.

Hari-hari setelah itu, dunia Arif mulai berubah. Ia tidak lagi menjadi bayangan, tetapi menjadi bagian dari cerita yang akhirnya mulai ia tulis bersama Kirana.

Tidak sempurna, memang. Tetapi itu sudah cukup---karena cinta, pada akhirnya, adalah tentang keberanian untuk menerima seseorang apa adanya, termasuk dirinya sendiri.

Dan saat ia pulang malam itu, di tempat kosnya yang sunyi, ia tersenyum kecil.

Sunyi itu masih ada, tetapi kali ini, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun