Rafael sempat mendengar suara alarm mobil berbunyi, tubuhnya nyeri, nafasnya terasa sesak. Setelah itu gelap.
***
Isabelle masih di kantornya ketika telepon itu datang. Suara seorang kolega, mengatakan sesuatu yang membuat dunianya berhenti.
"Rafael mengalami kecelakaan..!" kata suara di telpon itu.
Tangannya gemetar saat menutup telepon. Hatinya berguncang hebat. Pikirannya penuh dengan bayangan Rafael. Tanpa menunggu lama, dia meraih mantel dan berlari keluar.
Di dalam taksi, Isabelle memikirkan segala hal yang tidak pernah dia katakan. Bagaimana dia sebenarnya tidak pernah benar-benar melupakan Rafael. Bagaimana dia merasa kehilangan setiap kali mengenang Paris. Dan bagaimana, jika Rafael pergi selamanya, dia tidak tahu apakah dia bisa menghadapinya.
"Please," bisiknya, nyaris seperti doa. "Don't leave me again."
***
Ketika Isabelle tiba di Ottawa Hospital, lorong-lorongnya terasa dingin, penuh dengan bau antiseptik yang menyesakkan. Isabelle berlari ke ruang gawat darurat. Dia hampir tidak mengenali Rafael yang terbaring di ranjang, wajahnya pucat, dengan perban melilit di dahi dan lengan kirinya tergantung di gips.
Isabelle mendekat perlahan, matanya basah oleh air mata yang sudah lama ia tahan.
Rafael membuka matanya perlahan, seakan-akan mendengar kehadirannya.
"Tu es l," bisik Rafael, lemah tapi terdengar lega. "Kau datang." Pria itu membuka mata perlahan. Dan ketika pandangan mereka bertemu, sebuah senyum kecil muncul di wajah Rafael.