Dia tidak terkejut ketika Rafael muncul di belakangnya.
"Kenapa kau menghindariku?" tanya Rafael, suaranya tegas namun penuh rasa ingin tahu.
Isabelle menoleh, menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. "Kenapa kau baru datang sekarang? Lima tahun, Rafael. Lima tahun aku menunggu jawaban."
Rafael terdiam, lalu berkata pelan, "Aku pikir kau lebih memilih Ottawa daripada aku."
Kata-kata itu menusuk Isabelle. "Bukan aku yang memilih meninggalkanmu. Kau yang pergi ke Brussel tanpa penjelasan."
"Kupikir, dengan mimpimu, Ottawa akan lebih baik bagimu. Aku tak ingin menjadi penghalang," jawab Rafael, nadanya penuh penyesalan.
Isabelle menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Rafael, Ottawa bukan tentang kota. Ini tentang aku mencoba melupakanmu."
Rafael menatap Isabelle dengan sorot mata yang dalam. "Dan kau berhasil?"
Pertanyaan itu membuat Isabelle terdiam. Kenyataan bahwa dia tidak bisa menjawab adalah bukti bahwa ia tidak pernah benar-benar melupakan Rafael.
"Aku tidak akan meminta maaf," katanya, memecah keheningan.
Isabelle mengangkat alis, menantang. "Lalu apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin kita bicara tentang masa depan."
Rafael mendekat, menyusul Isabelle yang tetap bergegas. "Di Sorbonne, aku berkata bahwa kita akan mengubah dunia bersama. Tapi aku bodoh, Isabelle. Aku memilih jalan sendiri, dan kurasa itu adalah cara yang benar. Tapi ternyata, dunia yang ingin aku ubah tidak berarti tanpa kau di dalamnya."