Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas (“Soekarno, Mahathir dan Megawati”, 3 November 2003, dan terakhir “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan”, Kompas 9 Oktober 2024). Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Simfoni di Bawah Langit Ottawa

23 Desember 2024   15:07 Diperbarui: 23 Desember 2024   15:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Image Creator, Bing)

Dia tidak terkejut ketika Rafael muncul di belakangnya.  

"Kenapa kau menghindariku?" tanya Rafael, suaranya tegas namun penuh rasa ingin tahu.
Isabelle menoleh, menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. "Kenapa kau baru datang sekarang? Lima tahun, Rafael. Lima tahun aku menunggu jawaban."

Rafael terdiam, lalu berkata pelan, "Aku pikir kau lebih memilih Ottawa daripada aku."
Kata-kata itu menusuk Isabelle. "Bukan aku yang memilih meninggalkanmu. Kau yang pergi ke Brussel tanpa penjelasan."

"Kupikir, dengan mimpimu, Ottawa akan lebih baik bagimu. Aku tak ingin menjadi penghalang," jawab Rafael, nadanya penuh penyesalan.

Isabelle menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Rafael, Ottawa bukan tentang kota. Ini tentang aku mencoba melupakanmu."

Rafael menatap Isabelle dengan sorot mata yang dalam. "Dan kau berhasil?"

Pertanyaan itu membuat Isabelle terdiam. Kenyataan bahwa dia tidak bisa menjawab adalah bukti bahwa ia tidak pernah benar-benar melupakan Rafael.

"Aku tidak akan meminta maaf," katanya, memecah keheningan.  

Isabelle mengangkat alis, menantang. "Lalu apa yang kau inginkan?"  

"Aku ingin kita bicara tentang masa depan."  

Rafael mendekat, menyusul Isabelle yang tetap bergegas. "Di Sorbonne, aku berkata bahwa kita akan mengubah dunia bersama. Tapi aku bodoh, Isabelle. Aku memilih jalan sendiri, dan kurasa itu adalah cara yang benar. Tapi ternyata, dunia yang ingin aku ubah tidak berarti tanpa kau di dalamnya."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun