(6) Perkawinan dan pembentukan keluarga meliputi orang-orang yang  matang lahir dan batin.
(7) Kedudukan suami istri seimbang baik dalam kehidupan rumah tangga maupun kehidupan sosial.
Pengertian perkawinan juga sebagaimana yang diberikan dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi : Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Gholidhon kepada yang Taat dan menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.
Kata miitsaaqan ghaliidhan berasal dari firman Allah SWT: "Dan bagaimana kamu akan mengambil mahar yang  kamu berikan kepada istrimu ketika sebagian dari kamu telah bercampur (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) mereka telah membuat perjanjian yang kokoh (miitsaaqan ghaliizhan) denganmu."
Mengenai tujuan perkawinan, pasal berikutnya adalah pasal 3, yang berbunyi: "Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan keluarga, yaitu sakinah, mawadda dan Rahmah (kedamaian, cinta dan kasih sayang)." Tujuan ini juga dijabarkan dalam firman Allah SWT: "Sebagai tanda kebesaran-Nya, Dia telah menciptakan untukmu istri dari jenismu, agar kamu mau dan berdamailah dengan mereka, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sungguh, ada banyak tanda kebesaran-Nya bagi orang yang berpikir."
3. Pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious dan yuridisÂ
Pencatatan perkawinan penting bagi masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum dalam kaitannya dengan perkawinan dan kelahiran anak-anak mereka. Pencatatan pernikahan itu sangat penting karena perkawinan yang sah tidak hanya mengikuti hukum agama, tetapi juga harus mengikuti hukum negara. Perkawinan yang sah menurut hukum negara harus dilaporkan dan didaftarkan pada otoritas yang tepat.
Apa akibat dari tidak dicatatnya perkawinan? meski perkawinan itu sah menurut agama, namun menurut hukum negara tidak sah. "Di mata negara, perkawinan dianggap tidak sah jika tidak dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama (bagi yang beragama Islam) atau oleh Kantor Catatan Sipil (bagi yang non-muslim).
Menurut hal ini, anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan dalam hukum negara mempunyai hubungan keperdataan hanya dengan ibu dan keluarga ibu. Selama ini, dia tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya. Artinya anak tidak dapat menuntut haknya terhadap ayah. selanjutnya sebagai akibat lebih lanjut dari perkawinan yang tidak dicatatkan itu, baik isteri maupun anak-anak yang lahir dari perkawinan itu tidak berhak atas nafkah atau warisan dari ayahnya.
Secara sosiologis, Â perkawinan di luar nikah akan berdampak, yaitu :
1. gagasan bahwa pelaksanaan ajaran Islam tidak memerlukan campur tangan negara, yang pada akhirnya memunculkan gagasan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan negara, yang dikenal dengan istilah sekularisme.