Mohon tunggu...
Digita Nurlia
Digita Nurlia Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Aku tidak hidup untuk membuatmu terkesan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Review Buku Hukum Perkawinan dan Perceraian

9 Maret 2023   12:40 Diperbarui: 14 Maret 2023   16:59 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BOOK REVIEW

Judul : HUKUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Penulis : Dr. H. Khoirul Abror, M.H

Penerbit : LADANG KATA

Terbit : 2020

Cetakan : Kedua, Februari 2020

Reviewer : Digita Nurlia (212121131)

Salah satu buku yang ditulis oleh Dr H. Khoirul Abror, M.H. berjudul Hukum Perkawinan dan Perceraian secara lengkap dan rinci menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab perceraian. Tuntutan istri terhadap suami sehubungan dengan putusnya perkawinan dan akibat serta putusnya suami, istri, anak dan harta bersama. Buku ini meliputi (1) pengertian dan dasar hukum, (2) rukun dan syarat, (3) kaidah perkawinan, (4) tujuan perkawinan, (4) hikmah perkawinan, (5) persoalan larangan dan pembatalan perkawinan, (6) Wali dan Saksi dalam Perkawinan, (7) Perkara Perceraian, (8) Perkara Perkawinan Mut'ah dan diberkahi Mut'ah ala Syi'ah.

Perkawinan atau sering disebut perkawinan Sunnatullah, yang bersifat universal dan berlaku bagi semua makhluknya baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Namun inilah jalan yang dipilih Allah Ta'ala sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk bereproduksi dan mempertahankan kehidupan. Secara bahasa, menikah berarti bersatu dan berbaur, itu juga bisa berarti menghimpun dan mengumpulkan.

Akan tetapi, menurut istilah syara', perkawinan berarti suatu perjanjian antara suami dan wali yang dengannya hubungan badaniah menjadi sah dan dapat juga diartikan menurut syara', yaitu "Akad yang menjadi perantara dapat diterima untuk persetubuhan yang menggunakan kata nikah atau tazwij, sedangkan nikah adalah makna hakekat dalam akad dan majazi dalam wat'i artinya sesuai dengan qaul yang sahih saat ini.

Hukum Perkawinan, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar manusia, yang mempengaruhi pembagian kebutuhan biologis antar jenis dan hak serta kewajiban yang berkaitan erat dengan akibat perkawinan itu. Al-Qur'an menyatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan berpasang-pasangan, agar cocok satu sama lain, termasuk manusia. Manusia dalam kehidupan berjodoh-jodohan diatur melalui jenjang perkawinan, yang ketentuannya dirumuskan dalam peraturan tersendiri. Sebagai Firman Allah SWT. DS An-Nis' (4): 1. Hal ini juga ditegaskan dalam QS. Ar-Rm (30): 21.

Kewajiban menikah didasarkan pada kewajiban menjaga harga diri sebelum ada kesempatan untuk berzina. Dan satu-satunya cara untuk menghindari zina adalah melalui pernikahan, menahan diri dari perbuatan yang melanggar hukum adalah wajib, sedangkan yang benar hanya dapat dilakukan melalui pernikahan, maka pernikahan adalah wajib bagi orang-orang tersebut.

Sunah (anjuran/az-zawaj al-mustahab) atau nikah yang dianjurkan bagi orang yang mampu dinikahi dan memiliki hasrat biologis, tetapi merasa mampu melindungi diri dari kemungkinan zina, cocok secara komersial dan sehat secara fisik untuk nafsu (tidak impoten) tetapi tetap disarankan untuk menikah meskipun orang yang bersangkutan merasa mampu memelihara kehormatan dirinya dan rentan terhadap pelanggaran seksual, terutama perzinahan. Dalam hal ini perkawinan lebih baik dari membujang karena Islam tidak mengajarkan membujang. Ini karena Islam pada dasarnya tidak menyukai para pengikutnya yang membujang seumur hidup.

Haram yaitu perkawinan yang dilangsungkan untuk orang-orang yang tidak memiliki kemauan, kemampuan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban rumah tangga seperti nafkah, pakaian, tempat tinggal dan kewajiban batin, seperti menggauli istri, dan yang keinginannya tidak mendesak sehingga jika dia dan istrinya meninggalkan perkawinan, maka hak orang tersebut untuk nikah adalah haram. Larangan perkawinan bermula dari kenyataan bahwa perkawinan pada digunakan sebagai sarana untuk mencapai apa yang pasti haram, sesuatu yang pasti akan mengakibatkan apa yang haram juga haram. Jika seseorang menikahi wanita pasti akan terjadi penganiayaan dan menyakiti sebab kenakalan laki-laki itu, seperti melarang hak-hak istri, berkelahi dan menahannya untuk disakiti, maka menikah menjadi haram untuknya.

Makhruh, yaitu suatu jenis perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang meskipun memiliki kemampuan biologis atau tanpa keinginan (nafsu) biologis, meskipun memiliki kemampuan ekonomi (kekayaan), tidak mampu menghidupi istri, biaya, ketidakmampuan biologis atau ekonomi, tidak merugikan salah satu pihak, terutama istri. Jika seseorang dalam keadaan ini tetapi masih menikah, maka pernikahannya (tidak disukai) karena pernikahan tersebut kemungkinan besar menyebabkan hal-hal yang tidak disukai oleh salah satu pihak.

Mubah (ibahah) adalah perkawinan yang dilakukan tanpa ada unsur dorongan (perintah) atau halangan. Perkawinan mubah yang umum terjadi di masyarakat luas dan disebut oleh sebagian besar ulama sebagai hukum dasar atau hukum utama perkawinan.

jumhur ulama sepakat bahwa rukun nikah terdiri dari : 1. Ada calon suami istri yang akan menikah. 2. Ada wali bagi calon mempelai wanita. 3. Ada dua orang saksi 4. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diberikan oleh istri oleh wali atau wakilnya, yang ditanggapi oleh calon suami.

Penetapan tujuan pernikahan didasarkan pada uraian beberapa nas, ayat al-Qur'an serta Sunnah Nabi Saw. Beberapa nas yang berbicara sekitar tujuan pernikahan itu:

Bertujuan untuk membangun keluarga sakinah

Bertujuan untuk re-genarisi serta/ataupun pengembangbiakan manusia (reproduksi), serta secara tidak langsung selaku jaminan eksistensi agama Islam

Bertujuan untuk pemenuhan biologis (intim)

Bertujuan nuntuk melindungi kehormatan

Bertujuan ibadah, yang bisa dimengerti secara implisit dari beberapa ayat al-Quran serta secara eksplisit disebutkan dalam hadis.

Disebutkan dalam QS. ar- Rm (30): 21 dalam perihal ini tujuan pernikahan dimaksudkan supaya terciptanya kehidupan keluarga yang sakinah, mawwadah warahmah.

Larangan pernikahan dalam bahasan ini merupakan orang- orang yang tidak boleh melaksanakan pernikahan ialah perempuan-perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini oleh seseorang pria, ataupun kebalikannya pria mana saja yang tidak boleh mengawini seseorang wanita. Secara garis besar larangan pernikahan antara seseorang laki- laki serta perempuan, sebab:

Larangan Pernikahan Sebab Pertalian Nasab

Larangan Pernikahan sebab ikatan Pertalian Saudara (Semenda)

Larangan Pernikahan Sebab Ikatan Sesusuan

Larangan perkawinan untuk sementara waktu (mahram ghairu muabbad) ialah

Mengawini (menghimpun) 2 orang bersaudara dalam satu masa.

Umur pernikahan menurut perspektif hukum islam ialah Orang tua boleh menikahkan anaknya yang masih kecil serta hukumnya legal. Akan tetapi, apabila sudah berusia wanita memilikihak untuk menolak, melanjutkan ataupun memutuskan jalinan per- kawinan tersebut. Perihal ini ialah salah satu hak- hak wanita dalam Islam.

Dalam hukum positif, peraturan mengenai umur pernikahan hendak terkait serta memikirkan sebagian undang-undang ataupun ketentuan dalam pemerintah. Sebab menikah terkait dengan tangung-jawab yang wajib diemban oleh tiap-tiap pendamping. Di dalam perkawinan, terdapat hak tanggung jawab di antara keduanya, sebab itu penentuan umur pernikahan menyinggung sebagian syarat selaku pertimbangan. UU Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan di Indonesia yang menetapkan kalau seorang hanya boleh menikah pada umur 21 tahun, baik pria ataupun wanita. Perihal ini disebutkan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang- undang ini, ialah: Untuk melakukan pernikahan seseorang yang belum menggapai usia 21 (dua puluh satu) tahun wajib mendapat izin kedua orang tua. Setelah itu pada Pasal 6 ayat (2) UU ini mengindikasikan terdapatnya kesempatan untuk calon mempelai yang hendak menikah di bawah usia 21 tahun, namun wajib dengan izin orang tua.

Perwalian berasal dari bahasa arab walayah atau wilayah, yaitu hak yang diberikan oleh syari'at, yang mewajibkan wali untuk mengusahakan dan melakukan, bila perlu, dengan paksaan di luar kemauan dan persetujuan orang yang dipercayainya. Menurut Amin Summa, perwalian dalam literatur fikih Islam disebut al-walaya atau al-wilayah, mirip dengan kata addalalah, yang juga disebut addilalah. Secara etimologis memiliki arti ganda yaitu cinta (al-mahabbah) dan pertolongan (an-nasrah) atau bisa juga berarti kekuasaan atau otoritas. Seperti pada kalimat al-wali, artinya orang yang memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. Menurut Syarifuddin, wali dalam perkawinan adalah orang yang bertindak atas nama mempelai wanita dalam akad nikah.

Hanafi memberi perempuan hak penuh dalam urusan mereka dengan menolak campur tangan orang lain, dalam hal ini campur tangan wali dalam masalah perkawinan. Pertimbangan logis inilah yang membuat Hanafi mengatakan bahwa wali nikah tidak wajib bagi perempuan yang hendak dinikahi.

Selain ulama Hanafi, para ulama sepakat bahwa perwalian merupakan prasyarat sahnya perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan tanpa wali adalah tidak sah. Bagi perempuan yang tidak mempunyai wali, hakim menjadi wali.

Menurut Imam Malik, kehadiran saksi tidak diperlukan tetapi cukup untuk melapor atau bila perkawinan diketahui sah. Pendapat yang sejalan dengan Imam Malik, Abu aur dan mazhab Syiah berpendapat bahwa karena pernikahan pada hakikatnya adalah akad dan akad tidak memerlukan saksi, maka pernikahan tanpa saksi dianggap sah. Pendapat ini menganalogikan dengan jual beli. Allah dalam Al-Qur'an memerintahkan saksi untuk jual beli sementara saksi tidak dipilih dalam pernikahan.

Oleh karena itu, jika dalam jual beli yang sah tidak diperlukan saksi, maka saksi dalam perkawinan, selain Imam Malik, Abu aur dan mazhab Syiah, saksi ini wajib, baik hadir di tempat akad nikah maupun dengan persetujuan (izin) wali sudah cukup.

Perceraian berarti "berpisah" dalam bahasa Indonesia dari akar kata "bercerai". Menurut istilah (syara'), perceraian adalah istilah yang memutuskan ikatan perkawinan. Istilah lafa digunakan pada masa Jahiliyah, yang kemudian digunakan oleh Syara." Dalam fikih, perceraian dikenal dengan talak atau furqah. Talak berarti membatalkan atau mengakhiri akad.Sedangkan furqah artinya cerai, yang merupakan kebalikan dari berkumpul. Kata talak dan furqah memiliki arti umum dan khusus. Secara umum, ini berarti semua jenis talak yang dijatuhkan oleh suami dan ditetapkan oleh hakim. Sedangkan perceraian dalam artian dijatuhkan oleh suami.

Menurut hukum Islam, suatu perkawinan dapat dibubarkan karena berbagai alasan, antara lain: putus dengan sendirinya (karena kematian), karena perceraian, dan karena keputusan pengadilan. Alasan putusnya perkawinan:

Karena alaq. 

Perceraian dalam Islam dikenal dengan talak (alaq), kata alaq berasal dari kata ilaq yang berarti melepaskan atau menanggalkan, demikian pula kata cerai adalah al-irsl atau tarku yang berarti melepaskan dan menanggalkan. yaitu, pelepasan ikatan pernikahan dengan berakhirnya persatuan pria dan wanita.

Putusnya Perkawinan Karena Khulu' 

Khulu' berasal dari kata "khulu' al-aub" yang artinya melepas atau mengganti pakaian badan, karena seorang wanita pakaian bagi pria dan sebaliknya. Hal ini berdasar firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2): 187. Khulu' adalah salah satu bentuk talak dalam Islam yang berarti mengurungkan atau menghilangkan akad nikah dengan kesediaan istri untuk membayar uang 'iwa suaminya atau uang pengganti melalui surat cerai atau khulu' .

Putusnya Perkawinan karena Li'an

Li'an secara etimologi berarti laknat atau kutukan. Secara terminologis, sumpah laki-laki yang  empat kali menuduh istrinya berzina dan menyatakan bahwa dia adalah salah satu yang benar dalam tuduhan itu, dan pada sumpah kelima disertai dengan pernyataan bahwa "dia bersedia menerima laknat Allah jika ia berbohong dalam tuduhannya". Jika suami telah melakukan li'an kepada istrinya dan istri belum menerimanya, maka istri juga dapat melakukan sumpah li'an kepada suaminya.

Putusnya Perkawinan Karena Syiqaq 

Syiqaq berarti perselisihan terus-menerus antara suami dan istri. Ketika hal ini terjadi, kedua utusan tersebut diadakan sebagai pendamai antara  suami dan istri setelah berunding, memisahkan tempat tidur, dan memukuli istri untuk memunculkan perdamaian rumah tangga yang gagal. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nis (4): 35.

Putusnya Perkawinan karena Ila' 

Ila' adalah sumpah untuk tidak bekerja. Di kalangan orang-orang Arab jahiliyah, kata ila' memiliki arti khusus dalam hukum perkawinan mereka, yaitu suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya, waktunya tidak tetap, dan selama itu istri tidak alaq atau diceraikan. Sehingga jika keadaan ini  berlarut-larut, pihak perempuan akan menderita  karena keadaan terkatung dan tidak ada solusi yang pasti.

Putusnya Perkawinan karena ihr 

Salah satu perceraian antara pasangan yang dapat ditetapkan oleh hakim untuk berpisah adalah ketika suami menyatakan kepada istrinya bahwa istri itu identik dengan ibunya.

 Putusnya Perkawinan Karena Kematian 

Putusnya Perkawinan karena Kematian terjadi atas meninggalnya salah satu pasangan, baik pasangan yang mendahului maupun yang sezaman. Alasan perceraian menurut KUH Perdata.

Dalam pasal 209 KUH Perdata menyatakan bahwa alasan perceraian adalah:

zina itu sendiri harus dilakukan dengan sengaja dan yang bersangkutan melakukannya atas kehendak bebasnya sendiri tanpa paksaan, dalam pengertian ini perkosaan bukanlah zina, bukan pula orang gila atau sakit jiwa. orang yang melakukannya dengan dihipnotis atau bahkan menggunakan kekuatan orang lain tidak bisa disebut zina.

Secara sadar melepaskan hidup bersama. Bila permohonan cerai didasarkan pada salah satu pihak meninggalkan pihak yang  lain, maka berdasarkan pasal 211 KUH perdata gugatan baru bisa diajukan setelah 5 tahun dihitung pada saat pihak lain meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa sebab yang jelas. Pasal 218 mengatur bahwa gugatan berakhir pada saat kembali ke tempat tinggal bersama. Namun, jika dia kemudian meninggalkan lagi tanpa alasan yang jelas, dia dapat dituntut 6 bulan setelah kepergiannya yang kedua.

Pidana penjara selama-lamanya 5 tahun  atau lebih, pidana yang berat setelah menikah. Dalam hal ini apabila terjadi sesuatu yang mengakibatkan pidana penjara yang harus dijalani oleh salah satu pihak selama 5 tahun atau lebih, maka pihak yang lain dapat menuntut pembubaran perkawinan karena tujuan perkawinan tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana yang dikehendaki oleh setiap orang. Bagian yang harus hidup terpisah satu sama lain. Di sini tidak berarti bahwa adanya pidana penjara merupakan satu-satunya alasan  untuk mengajukan gugatan cerai, tetapi bahwa putusan itu akan berakibat merugikan bagi kehidupan rumah tangga dan kebahagiaan.

Cedera serius atau pelecehan oleh suami atau istri kepada istri atau suami dengan cara yang dapat mengakibatkan cedera yang mengancam jiwa. Alasan ini didukung dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam pasal 5 menekankan bahwa "penggunaan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang yang tinggal di lingkup rumah tangga, melalui: kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan seksual dan pengabaian rumah tangga.

Mu'ah berarti bermain atau menikmati. Istilah mu'ah berarti bahwa seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memindahkan harta tertentu dalam jangka waktu tertentu, perkawinan ini akan berakhir setelah tanggal tertentu tanpa perceraian dan tanpa kewajiban pemeliharaan atau perumahan dan tidak ada saling waris antara keduanya.

Keberadaan hukum nikah mu'ah memiliki dua aspek. Pertama, mereka menganggapnya dapat diterima selama diperlukan dan dalam situasi darurat atau paksaan, yang berarti sama sekali tidak halal. Kedua, pernikahan Mu'ah diizinkan sebelum Perang Khaibar dan selama Fathu Mekkah Setelah itu, Rasulullah melarangnya berlangsung sampai akhir dunia. Ibnul Qayyim ra, menguatkan riwayat bahwa larangan itu terjadi pada tahun penaklukan Mekkah.

Nikah mu'ah yang diperbolehkan pada awal Islam  berbeda secara signifikan dengan nikah mu'ah menurut Syiah. Nikah Mu'ah dalam doktrin Syi'ah dan dampak negatifnya adalah perkawinan berdasarkan mahar tertentu. Durasinya bisa setengah jam, sejam, sehari, seminggu, sebulan, dan seterusnya, tergantung kesediaan membayar, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Pada dasarnya nikah siri dilakukan karena ada hal-hal yang dianggap tidak memungkinkan bagi pasangan untuk melangsungkan pernikahan secara resmi. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri, yang membuat setiap orang memandang nikah siri  sebagai jalan pintas yang lebih mudah untuk membenarkan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Masalah yang paling jelas terkait dengan perkawinan yang tidak dicatatkan adalah masalah hukum, terutama bagi perempuan, tetapi juga masalah dalam keluarga, masalah sosial dan psikologis yang mempengaruhi opini publik dan menyebabkan tekanan emosional pada wanita. Masalah agama yang masih perlu dipertanyakan adalah legalitas nikah siri yang belakangan ini  terjadi di Indonesia.

Akibat perkawinan tidak tercatat terhadap wanita adalah bahwa sang istri secara sah tidak dianggap sebagai istri yang sah, ia tidak mempunyai hak waris pada saat suaminya meninggal dunia, dan tidak mempunyai hak persekutuan pada saat terjadi perpisahan. Pengaruh ini juga berlaku untuk anak kandung dari pernikahan siri. Sebaliknya, dampak sosial cenderung menghadapi pandangan masyarakat yang negatif  tentang keadaan pernikahan siri, yang dapat menyebabkan tekanan psikologis bagi pelakunya, terutama perempuan.

Perkawinan siri yang berkembang di masyarakat adalah perkawinan yang tidak tercatat secara resmi dalam lembaga perkawinan (nikah siri), bukan perkawinan rahasia, berasal dari kata  bahasa Arab "sirrun" yang berarti: rahasia.

Poligami berasal dari bahasa Yunani, kata tersebut merupakan gabungan dari kata poly atau pollus yang berarti banyak dan kata gamein atau gamos yang berarti perkawinan atau kawin. Jadi ketika kedua kata ini digabungkan, itu berarti suatu perkawinan yang banyak dan mungkin jumlahnya tidak terbatas. Sedangkan poligami dalam bahasa Arab sering disebut dengan ta'addud az-zaujat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, poligami adalah ikatan perkawinan dimana salah satu pihak secara bersamaan memiliki atau mengawini banyak lawan jenis.

Dasar Hukum Poligami Ayat Al-Qur'an yang menetapkan diperbolehkannya poligami adalah QS.an-Nis (4): 3 sebagai berikut: "Dan jika kamu khawatir tidak dapat memenuhi (hak) anak yatim (jika kamu menikahinya), maka nikahilah wanita (lain) yang seperti: dua, tiga atau empat. Maka jika kamu takut tidak bisa berlaku adil, maka (kawinilah) satu orang saja, atau budak yang kamu miliki, yang demikian yang paling dekat dengan tidak berbuat aniaya" (QS. an-Nis (4): 3).

Kriteria atau alasan  suami melakukan poligami antara lain isteri tidak mampu melahirkan anak atau isteri sakit berat sehingga tidak memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 4 pasal 1 tahun 1974, yang berbunyi:

Seorang istri tidak dapat memenuhi tugasnya sebagai seorang istri

cacat fisik atau menderita penyakit yang tidak  dapat disembuhkan

Wanita itu tidak bisa punya anak.

Pada dasarnya seorang suami diperbolehkan melakukan poligami dalam Islam, namun banyak juga yang memberlakukan larangan yang sangat ketat terhadap seorang suami yang ingin melakukan poligami, karena dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang salah mengartikan poligami, ada yang melakukan poligami karena ingin dianggap besar dari masyarakat, dan ada juga yang  mengikuti ajaran rasul atas nama rasul, padahal sebenarnya rasul melakukan poligami karena ingin membantu wanita yang suaminya tewas di  medan perang.

Dampak negatif poligami, khususnya bagi istri (pertama) dan anak-anaknya, dapat dirinci sebagai berikut:

Dampak Psikologis

Merasa minder dan menyalahkan perempuan karena merasa tindakan ketidakmampuan laki-lakinya untuk berpoligami mengakibatkan kepuasan kebutuhan biologis manusia dan juga ketidakmampuan untuk membuat manusia bahagia.

Pengaruh ekonomi keluarga

Ketergantungan  ekonomi pada suami. Sementara beberapa suami mungkin jujur dengan istri mereka, dalam praktiknya lebih umum bagi suami untuk memprioritaskan istri muda dan mengabaikan mantan istri dan anak. Oleh karena itu, akan sangat sulit bagi seorang istri yang menganggur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kekerasan terhadap perempuan

Kekerasan terhadap perempuan meliputi kekerasan fisik, ekonomi, seksual dan psikologis. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga poligami, meskipun kekerasan juga terjadi pada keluarga monogami.

Pengaruh hukum

Perkawinan curang (perkawinan yang tidak terdaftar di kantor catatan sipil atau kantor budaya) tersebar luas dan karenanya dinyatakan batal demi hukum oleh negara. Padahal pernikahan itu sah menurut agama. Perempuan  dirugikan oleh konsekuensi dari non-perkawinan, seperti Hak Warisan, dll.

Dampak Kesehatan

Kebiasaan berganti pasangan membuat suami atau istri rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) bahkan  HIV/AIDS.

Perkawinan pada hakikatnya adalah usaha manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup perkawinan. Tujuan Perkawinan sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Rahman Ghozali bahwa menurut Islam tujuan perkawinan  adalah untuk memenuhi perintah agama guna mewujudkan keluarga yang rukun, sejahtera dan bahagia. Harmoni dalam menjalankan hak dan kewajiban anggota keluarga berarti kesejahteraan, menciptakan ketenteraman batin dan jasmani dengan memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani, sehingga timbul kebahagiaan di antara anggota keluarga.

Ciri-ciri keluarga rukun menurut Islam adalah:

Membentuk keluarga berdasarkan harapan ridha Allah tanpa yang lain. Kedua belah pihak saling melengkapi dan menguatkan, menjawab panggilan fitrah dan sunnah, membangun silaturrahmi dan kasih sayang, serta meraih kedamaian dan ketenangan jasmani. Keduanya hanya mengandalkan iman dan kesalehan untuk menetapkan standar pernikahan.

Tujuan memulai sebuah keluarga. Keharmonisan rumah tangga tercapai ketika kedua pasangan cocok dengan kesepakatan yang telah mereka buat bersama. Tujuan utama mereka adalah mengikuti jalan Allah dan berharap ridha-Nya. Dalam semua tindakan mereka, mereka hanya diarahkan kepada Allah semata.

Lingkungan dalam keluarga yang harmonis, usaha yang selalu dijaga adalah suasana  kasih sayang, dan setiap anggota menjalankan perannya dengan sempurna. Lingkungan keluarga adalah tempat penyambutan dan perlindungan, tempat berkembang dan kesulitan bersama.

Hubungan antara dua pasangan dalam hubungan keluarga yang harmonis dan seimbang, suami istri berusaha untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Mereka terikat dan merasakan apa yang  anggota keluarga lainnya rasakan. Mereka saling menyembuhkan, saling membahagiakan dan menyatukan langkah dan tujuan, sama-sama mempersiapkan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Faktor Penyebab Perselisihan Rumah Tangga yaitu : Faktor Ekonomi, Faktor Kekerasan dan Pelecehan, faktor tidak ada kejujuran dan kecemburuan, faktor adanya perselingkuhan, faktor judi dan minuman keras, faktor tidak mematuhi suami dan tidak akur dengan mertua, faktor istri atau suami pergi tanpa pamit, dan faktor adanya poligami tidak sehat.

Dalam buku ini sang penulis mampu membawakan inti dari buku ini dengan bahasa sederhana yang tidak sulit untuk dipahami ditambah juga dengan adanya berbagai ilustrasi. buku ini mampu memberikan gambaran mengenai kehidupan berumah tangga yang agak rumit hingga berakhir dengan perceraian. Jadi pembaca yang mungkin berencana untuk segera menikah diharapkan penuh dengan persiapan yang matang agar dikemudian hari jika mendapat cobaan tidak langsung berakhir dengan perceraian. Dan saran untuk penulis akan lebih baik jika covernya dibuat menarik sehingga pemiliknya, bahkan yang baru melihatnya pun tertarik untuk membacanya.

Nama : Digita Nurlia

Nim : 212121131

Prodi/Kelas : HKI 4D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun