Mohon tunggu...
Digita Nurlia
Digita Nurlia Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Aku tidak hidup untuk membuatmu terkesan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Review Buku Hukum Perkawinan dan Perceraian

9 Maret 2023   12:40 Diperbarui: 14 Maret 2023   16:59 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara sadar melepaskan hidup bersama. Bila permohonan cerai didasarkan pada salah satu pihak meninggalkan pihak yang  lain, maka berdasarkan pasal 211 KUH perdata gugatan baru bisa diajukan setelah 5 tahun dihitung pada saat pihak lain meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa sebab yang jelas. Pasal 218 mengatur bahwa gugatan berakhir pada saat kembali ke tempat tinggal bersama. Namun, jika dia kemudian meninggalkan lagi tanpa alasan yang jelas, dia dapat dituntut 6 bulan setelah kepergiannya yang kedua.

Pidana penjara selama-lamanya 5 tahun  atau lebih, pidana yang berat setelah menikah. Dalam hal ini apabila terjadi sesuatu yang mengakibatkan pidana penjara yang harus dijalani oleh salah satu pihak selama 5 tahun atau lebih, maka pihak yang lain dapat menuntut pembubaran perkawinan karena tujuan perkawinan tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana yang dikehendaki oleh setiap orang. Bagian yang harus hidup terpisah satu sama lain. Di sini tidak berarti bahwa adanya pidana penjara merupakan satu-satunya alasan  untuk mengajukan gugatan cerai, tetapi bahwa putusan itu akan berakibat merugikan bagi kehidupan rumah tangga dan kebahagiaan.

Cedera serius atau pelecehan oleh suami atau istri kepada istri atau suami dengan cara yang dapat mengakibatkan cedera yang mengancam jiwa. Alasan ini didukung dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam pasal 5 menekankan bahwa "penggunaan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang yang tinggal di lingkup rumah tangga, melalui: kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan seksual dan pengabaian rumah tangga.

Mu'ah berarti bermain atau menikmati. Istilah mu'ah berarti bahwa seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memindahkan harta tertentu dalam jangka waktu tertentu, perkawinan ini akan berakhir setelah tanggal tertentu tanpa perceraian dan tanpa kewajiban pemeliharaan atau perumahan dan tidak ada saling waris antara keduanya.

Keberadaan hukum nikah mu'ah memiliki dua aspek. Pertama, mereka menganggapnya dapat diterima selama diperlukan dan dalam situasi darurat atau paksaan, yang berarti sama sekali tidak halal. Kedua, pernikahan Mu'ah diizinkan sebelum Perang Khaibar dan selama Fathu Mekkah Setelah itu, Rasulullah melarangnya berlangsung sampai akhir dunia. Ibnul Qayyim ra, menguatkan riwayat bahwa larangan itu terjadi pada tahun penaklukan Mekkah.

Nikah mu'ah yang diperbolehkan pada awal Islam  berbeda secara signifikan dengan nikah mu'ah menurut Syiah. Nikah Mu'ah dalam doktrin Syi'ah dan dampak negatifnya adalah perkawinan berdasarkan mahar tertentu. Durasinya bisa setengah jam, sejam, sehari, seminggu, sebulan, dan seterusnya, tergantung kesediaan membayar, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Pada dasarnya nikah siri dilakukan karena ada hal-hal yang dianggap tidak memungkinkan bagi pasangan untuk melangsungkan pernikahan secara resmi. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri, yang membuat setiap orang memandang nikah siri  sebagai jalan pintas yang lebih mudah untuk membenarkan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Masalah yang paling jelas terkait dengan perkawinan yang tidak dicatatkan adalah masalah hukum, terutama bagi perempuan, tetapi juga masalah dalam keluarga, masalah sosial dan psikologis yang mempengaruhi opini publik dan menyebabkan tekanan emosional pada wanita. Masalah agama yang masih perlu dipertanyakan adalah legalitas nikah siri yang belakangan ini  terjadi di Indonesia.

Akibat perkawinan tidak tercatat terhadap wanita adalah bahwa sang istri secara sah tidak dianggap sebagai istri yang sah, ia tidak mempunyai hak waris pada saat suaminya meninggal dunia, dan tidak mempunyai hak persekutuan pada saat terjadi perpisahan. Pengaruh ini juga berlaku untuk anak kandung dari pernikahan siri. Sebaliknya, dampak sosial cenderung menghadapi pandangan masyarakat yang negatif  tentang keadaan pernikahan siri, yang dapat menyebabkan tekanan psikologis bagi pelakunya, terutama perempuan.

Perkawinan siri yang berkembang di masyarakat adalah perkawinan yang tidak tercatat secara resmi dalam lembaga perkawinan (nikah siri), bukan perkawinan rahasia, berasal dari kata  bahasa Arab "sirrun" yang berarti: rahasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun