Duuuuuuuh! ada ada saja yang terjadi di Kota dan Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat ini. Sudah tenang dan damai warganya mikiran perut, eh sekarang muncul seorang wartawan (katanya sih) tapi kita tulis saja oknum.
Kenapa saya ragukan ia wartawan? Nulis judul atau berita aja masih belepotan kayak anak SD kelas 1. Ya maklum lah, kini jadi wartawan gampang modal cetak kartu aja.
Saya yang pensiuan dari pemerintahan ini ketawa saja lihat tingkat oknum wartawan ini.
Sudahlah tak bisa menulis, hidup dari mengancam dan mengemis saja. Itu realita yang terjadi kini. Saya mengalami dan mendengar langsung keluhan masyarakat dan pegawai.
Padahal dulu waktu saya masih dinas, banyak teman-teman wartawan yang berintegritas. Membuat berita jelas untuk masyarakat bukan untuk ancam mengancam demi paruik.
Beberapa kali bertemu dengan kawan di Pemko Solok, mereka ternyata mengeluh dan ada juga yang tak ambil pusing tingkat oknum wartawan ini.
Karena sudah muaknya dengan tingkah lakunya, bahkan ada juga guyonan, agiah se lah paja tu (pitih 25 ribu) pado manyalak lo beko nyo buek lo berita wak beko. Astagaaa. Begitu hina oknum ini dimata teman-teman saya.
Begitu rendahkah jadinya peran wartawan oleh oknum ini?. Padahal masih banyak wartawan di Solok yang berintegritas berdiri di jalannya.
Anehnya, memang mungkin tak tahu diri, tak punya malu. Nan si oknum ini pede aja. Padahal sumpah serapah tak akan menjadi daging bagi anak bininya.
Dan benar akhir-akhir ini terjadi lagi di Pemko Solok dan Pemkab Solok.
Oknum ini kembali beraksi. Ini dimulai karena ia tidak senang dijadikan orang nomor kesekian dalam Tim Safari Ramadan TSR 2024.
Oknum ini merasa, dan membawa bawa nama organisasinya harus masuk di tim 1,2,3. Begitu benar lah orang ini.
Lalu di Kabupaten Solok ia juga bikin ulah, bikin narasi seakan akan lehernya digorok oleh Pemkab Solok karena kendala administrasi kerja sama. Oknum ini langsung menjadi orang paling teraniaya di dunia.
Lehernya merasa tergorok, hidupnya hancur. Segituuunya yuuuaang.
Saya kira ia benar wartawan yang fight, eh mental tempe juga. Sebab ia bawa-bawa nama organisasinya, dan teman-teman yang satu karakter dengannya yakni ancam mengancam.
Kenapa judulnya lapar? karena tugas wartawan yang mulia itu ternodai oleh orang-orang ini. Nulis berita kalau ada uangnya saja, atau menjadikan berita sebagai senjata untuk mengacam orang. Lalu dapek pitih.
Sifat iri dengki juga terlihat, ketika oknum wartawan ini mencap wartawan yang sering meliput di Pemkab Solok dan Kota Solok sebagai wartawan khusus, staf khusus atau wartawan istana. Ini sesuai laporan teman-tenan saya yang wartawan.
Tak puas dengan itu, oknum ini juga mencari-cari kesalahan wali kota atau bupati. Ka beritakan dengan fitnah-fitnahnya yang keji.
Berbagai cara untuk ia beritakan dengan niat buruk tentang kepala daerah.
Padahal, jika dibongkar oknum ini sering ngemis ngemis apalagi jelang lebaran, ia minta THR di lingkungan Pemkab (TIAP TAHUN) dan di Pemko Solok. Lah diagiah jantuang minta lo kapalo, e galadak!!!! kata teman saya orang Solok.
Kalau tak diberi? ooh ancamannya luar biasa. Mulai menyebarkan fitnah dan tuduhan melalui WAG atau menulis berita fitnah.
Tapi kalau sudah diberi oleh pejabat atau orang yang ia minta, ia bisa menganggap si pemberi itu malaikat bahkan mah cium kaki orang itu. Baitu bana ang yuaang.
Kalau soal uang? ia bisa bawa nama-nama organisasi untuk pribadinya. Bahkan banyak laporan bahwa oknum ini sering makan uang teman sesama wartawan.
Ia datang ke sejumlah instansi membawa label organisasi yang ia pimpin. Lalu uangnya ia bagi hanya untuk pribadi. Sungkahan lah dek ang.
Bahkan pernah kejadian ia pernah memakan uang tambang ilegal yang diberikan oleh seseorang. Mendengar hal itu ada sejumlah wartawan meminta oknum itu mengembalikan uang tersebut. Bikin malu, sudah lah maling ketahuan lagi.
Kenapa oknum seperti ini masih ada di kota dan kabupaten solok ini. Ya karena selama ini tidak ada yang berani tampil menyampaikan rusaknya oknum ini.
Teman-teman di ASN kota dan kabupaten semua mengeluh dengan aksi oknum ini. Kalau lah bisa diusir ia akan usir seperti halnya mengusir ayam.
Tak sedikit para pegawai yang ia teror dan ancam. Baik secara ferbal dan ancaman lainnya. Lalu ada yang bertanya kenapa tidak dilaporkan ke polisi? Sudah. sudah ada yang dilaporkan (oknum lain). Tapi karena kasihan maka tidak dilanjutkan.
Oknum ini bisa menjadi pura-pura menjadi korban, bisa juga menjadi orang paling susah hidupnya agar dikasihani dan dikasih uang.
Orang-orang seperti ini hidup dari kebencian orang. Karena orang yang ia mintai uang tak rela dan ikhlas. Dan tak akan menjadi darah daging.
Jika kasih uang Rp50000, disuruh cium kaki ia pun mau. Tapi gaya atau lagaknya seperti bos-bos tambang. Kok carito sampai ka langik ka tujuah.
Orang seperti ini yang bikin buruk nama wartawan di Indonesia khususnya di kota dan kabupaten solok.
Kalau mau uang mintalah ke perusahaan media anda. Kalau pun tak ada ya carilah dengan kerja sama yang baik, contoh bikin berita lalu tawarkan ia iklan atau semacamnya.
Atau gaya marketinglah. jangan gaya preman atau maling.
Atau mau menjadi wartawan preman? sedang preman aja udah pensiun ada filmnya pula.
Ini hanya sedikit yang saya bongkar, belum semuanya. Kalau masih bikin rusuh oknum wartawan tua ini, akan saya bongkar semuanya dengan bukti-buktinya. Semoga Kota Solok dan Kabupaten Solok bebas dari oknum seperti ini. Salam Pikiran Sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H