“Bukankah wajar dia kemarin perhatian sama aku, kemana-mana sama aku, bercanda bebas sama aku. Bukankah wajar dia tak seperti itu saat ini karena dia menemukan yang dia cari selama ini. Kenapa aku merasa kehilangan dan merasa sangat butuh dia? Kenapa aku jadi egois seperti ini.”
Hingga menjelang tengah malam, Livi baru tertidur. Dari sore sejak Elang datang, dia belum mandi, bahkan juga belum makan. Pembantu di rumah yang mengingatkannya pun diacuhkan.
Tepat pukul 12 malam, tiba-tiba smartphonenya berdering. Setelah dua kali panggilan, Livi terbangun. Rupanya mamanya yang di Singapura menelepon. “Happy birthday sayang mama. Wish you the best ya. Maaf mama sama papa belum bisa merayakan ultahnya Livi bersama di rumah. Tapi nanti mama bawa kado istimewa kok. Ini papa mau bicara,” kata mamanya di ujung telpon. Livi sengaja me-loudspeaker karena dia malas menguping HP-nya.
“Selamat ulang tahun putri papa satu-satunya yang cantik. Livi pesan apa? Mau dibelikan apa sayang,” kata papanya.
Livi sendiri kaget. Dia sampai lupa kalau hari itu ulang tahunnya. “Terimakasih ma, pa. Cepat pulang. Sepi di rumah. Kangen mama papa,” kata Livi pelan. Tak terasa air matanya menetes.
“Iya sayang. Papa sama mama jadi pulang sesuai jadwal. Jaga diri baik-baik di rumah. Telepon mama atau papa kalau ada apa-apa,” kata papanya kemudian telepon ditutup.
Livi makin menangis saat melihat layar Hpnya tidak ada SMS, BBM atau telepon dari Elang. Selama ini, sejak SMA hingga ulang tahun setahun lalu, Elang selalu orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun. Bahkan, selain sama orangtuanya, Elang adalah orang yang selalu bersama dia saat merayakan ulang tahun.
Dia kemudian teringat rencananya bersama Elang merayakan ulang tahun di tepi pantai hanya berdua. Namun, dia sangsi kalau rencananya itu terkabul. Ucapan yang tiap tahun disampikan Elang saja, kali ini tidak ada.
Pikiran Livi makin kemana-mana. Kadang dia berpikir apakah dia benar-benar jatuh cinta kepada Elang. Apakah kebersamaan mereka selama ini dilandasi kecocokan. Apakah perasaan nyaman selama ini adalah hubungan sebenarnya, meskipun keduanya tidak pernah saling menyatakan cinta.
Livi tidak bisa tidur lagi. Berulang kali dia lihat smartphone-nya. Namun tidak ada tanda-tanda SMS, BBM, Whats Up, Line atau telepon dari Elang. “Kenapa aku menunggunya. Mungkin dia tertidur pulas, menikmati mimpi bersama Rere. Kenapa aku memikirkan dia, dia saja tidak memikirkan aku.”
“Tuhan, jika memang ini tentang jatuh cinta, tolong hilangkanlah dari pikiranku. Jauhkanlah pikiran-pikiran ini. Kenapa rasa cinta membuat sakit seperti ini? Bukankah Tuhan membuat cinta agar ada kedamaian? Jika memang ini bukan jatuh cinta, kenapa seperti ini yang aku rasakan. Oh Tuhan, aku ingin damai di hari kelahiranku.” Akhirnya menjelang pagi Livi tertidur.