Realitanya, banyak sekali kasus pernikahan wanita hamil di masyarakat. Banyak dari calon pasangan suami-istri di bawah umur mengajukan permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke pengadilan agama setempat. Dispensasi nikah sendiri yaitu pemberian hak kepada calon pasangan pengantin untuk menikah, meskipun belum mencapai batas minimum usia pernikahan yaitu 19 tahun. Jadi, mengapa fenomena pernikahan wanita hamil marak di masyarakat? Salah satu alasan utamanya adalah perzinaan. Adapun faktor-faktor yang memengaruhinya adalah :
1. Pergaulan bebas yang di luar batasÂ
Pada saat ini pergaulan bebas sangat mengkhawatirkan, anak muda zaman sekarang cenderung lebih agresif dan berani melakukan hal-hal yang dilarang.Â
2. Minim rasa takut akan akibat yang terjadi kedepannya
Terjadinya hal yang tidak diinginkan (hamil di luar nikah) juga dipengaruhi dari rasa 'tidak takut akan akibat'. Orang yang melakukan hal tersebut tidak memikirkan dampak apa yang akan timbul dari perbuatan mereka.Â
Pernikahan hamil dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:
1. Kurangnya pendidikan seksual: Kurangnya pendidikan seksual dapat menyebabkan remaja tidak memahami kontrasepsi dan risiko kehamilan.
2. Budaya: Di beberapa budaya, pernikahan pada usia muda dianggap wajar dan bahkan diharapkan. Budaya tersebut mungkin juga mendorong pernikahan di luar nikah.
3. Faktor ekonomi: Beberapa keluarga mungkin menginginkan anak mereka menikah dini karena faktor ekonomi, seperti menghindari biaya yang terkait dengan membesarkan anak luar nikah.
4. Pendidikan rendah: Orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah mungkin tidak memahami pentingnya berkontrasepsi dan risiko kehamilan.
5. Kekerasan dalam rumah tangga: Beberapa pernikahan mungkin terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga, di mana seorang gadis dianggap terpaksa untuk menikah dengan pasangannya.
6. Kondisi kesehatan: Ada beberapa kondisi kesehatan yang dapat mempercepat pubertas dan membuat remaja lebih rentan terhadap kehamilan, seperti obesitas atau gangguan hormon.
7. Pernikahan paksa: Beberapa remaja dapat dipaksa untuk menikah dengan pasangan mereka tanpa persetujuan mereka sendiri atau tanpa memahami konsekuensi yang terkait dengan pernikahan pada usia muda.
Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan pada usia muda atau pernikahan hamil dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang terlibat, serta dapat membatasi kesempatan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka di masa depan. Oleh karena itu, pernikahan pada usia muda atau pernikahan hamil harus dihindari dan remaja harus diberi pendidikan seksual dan pendidikan tentang kehidupan pernikahan yang sehat dan aman.
Pendapat ulama tentang pernikahan wanita hamil ada 4 pandangan :
1. Menurut ulama Hanafi, perkawinan tetap sah jika laki-laki yang mengawini perempuan hamil adalah laki-laki yang menghamili perempuan tersebut. Karena wanita yang hamil karena zina tidak termasuk dalam lingkup perkawinan. golongan wanita yang diharamkan untuk dinikahi, hal ini berdasarkan keterangan ayat 22, 23 dan 24 Surat An-nisa.
2. Menurut ulama Syafi'iyah, hukumnya tetap sah, baik menikah dengan laki-laki yang menghamilinya atau tidak dengan laki-laki yang menghamilinya. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa perkawinan dianggap sah karena perkawinan tidak terikat dengan perkawinan orang lain. Menurut madzhab ini, wanita yang berzina tidak memiliki iddah karena jika dia menikah, maka pernikahannya tetap sah.
3. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa perkawinannya tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ia harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu harus bertaubat terlebih dahulu.
4. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita yang diketahui berzina, baik dengan pria yang tidak berzina dengannya, apalagi dengan pria yang berzina dengannya. Kecuali jika wanita tersebut sudah memenuhi dua syarat, yaitu:
menyelesaikan masa iddahnya dan bertaubat. Dan jika perkawinan itu tetap dilangsungkan dalam keadaan hamil, maka akad itu dianggap fasid dan wajib di fasakh.
Pernikahan wanita hamil dilihat secara sosiologis, religious, dan yuridis
Secara sosiologis pernikahan wanita hamil pada masyarakat awam mungkin mereka menganggap bahwasanya itu adalah hal yang biasa atau bisa jadi mereka menganggap bahwasanya nikah itu sah-sah aja, dikarenakan banyak masyarakat yang masih awam mengenai hukum. Namun sebaiknya pernikahan ini tidak dilaksanakan.
Secara Yuridis, mengenai aturan kawin hamil tetap diletakkan pada pendapat katagori hukum "boleh" tidak "mesti" seperti yang dianut oleh kehidupan berdasarkan hukum Adat. Bunyi Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut :Â
(1) Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir
Secara religious, Pernikahan wanita hamil tidak dianjurkan namun kalo memenuhi syarat dan rukun maka Pernikahan tersebut pengaruhi terjadinya kecelakaan dalam pergaulan. Mereka yang kurang bisa mengendalikan nafsu dalam dirinya bisa dengan mudah tergelincir pada hal tersebut (perzinaan)
1. Terima Kelebihan dan Kekurangan Pasangan
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita. Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya. Sering-seringlah mengingat kelebihan pasangan, agar kita bisa senantiasa menghidupkan rasa cinta dalam hati dan meminimalisir pertengkaran. Biar hidup sesama suami istri tidak ada keretakan dalam rumah tangga
2. Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lal
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan di masa lalu bukanlah hal yang mudah. memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan merupakan salah satu jalan untuk membina keluarga bahagia, sejahtera dan harmonis. Tidak baik mengungkit-ungkit masalah lama yang terjadi sebelum menjadi suami istri seperti membahas mantan dll, dan cerita yang jujur kepada suami/Istri. Karena sebuah kejujuran akan senantiasa ada hasil yang maksimal
3. Jalin Komunikas
Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita lalai menjaga kehangatan komunikasi. Maka bila ingin membangun keluarga bahagia, aman dan harmonis, redamlah ego, selalu bertegur sapa. Ini memang berat pada mulanya, tetapi efektif untuk menyatukan hati. Tanpa komunikasi kita tak akan bisa menyentuh hatinya dan memahami persoalan yang membelenggu dirinya.
4. Meminta Maaf Terlebih Dahul
Merasa diri paling benar dan sikap menyalahkan pasangan adalah jalan termudah untuk mengakhiri sebuah pernikahan. Meminta maaf tidak membuat kedudukan kita menjadi rendah di matanya, sebaliknya, akan memecahkan kebekuan yang telah terbentuk sebelumnya. Saling maaf memaaf jika ada kesalahan diantara suami/istri yang melakukan kesalahan.khususnya seorang suami selalu harus menjadi seorang pemaaf
5. Hindari Berburuk Sangk
Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah pertengkaran dalam rumah tangga. Menghindari berburuk sangka pada pasangan akan membuat kita rileks dalam menjalani kehidupan dan membuat kita fokus untuk membina keluarga harmonis. Tidak baik berpikiran negatif terus menerus terhadap pasangan karena akan menimbulkan sifat posesif
6. Memperbaiki Dir
Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah, tanpa terlebih dahulu kita yang mengubah diri sendiri. Sebagaimana pasangan kita yang tak sempurna, sesungguhnya kita pun jauh dari sempurna. Kalau misal pertama sebelum nikah menjadi pribadi yang nakal harusnya seorang suami/istri akan memperbaiki tingkahnya karena umumnya akan mempunyai keturunan
7. Jangan Menutup Dir
Tak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi pada pihak ketiga. Bicaralah pada orang yang kita percaya mampu bersikap adil dan bisa memberi solusi atas kondisi yang kita hadapi. Kita bisa menceritakan pada sahabat terdekat, atau konsultan pernikahan. Dengan melakukannya, beban yang kita rasakan akan terasa lebih ringan. Cerita apapun dan harus selalu jujur, lebih baik mencari topik permasalahan biar ada keharmonisan dalam rumah tangga
8. Utamakan Kebahagiaan Ana
Anak bisa sumber kebahagiaan, akan tetapi bisa juga menjadi sumber percekcokan bagi orangtuanya. Meskipun demikian, sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban orangtua untuk memberikan kehidupan yang tenang, tentram dan menyenangkan bagi buah hatinya. Bila kata cerai sudah di ujung lidah, ada baiknya kita berpikir ulang demi masa depan anak-anak.
9. Berdoa
Mendekatkan diri pada Sang Pencipta serta berdoa, merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan sebuah pernikahan dan membentuk keluarga harmonis. Hanya dengan memiliki keyakinan dan bersandar pada kekuatan Tuhan, kita mampu bertahan dan menjalani kehidupan pernikahan dengan baik. Nah, itulah beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk menciptakan keluarga yang bahagia,aman ,tentram dan harmonis
NAMA KELOMPOK :
Tanwirul Janan (212121001)
Yesita Putri W (212121003)
Nida' Nurul F (212121006)
Diefani Khatyara C (212121017)
Umiyatun Khasanah (212121031)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H