6. Kondisi kesehatan: Ada beberapa kondisi kesehatan yang dapat mempercepat pubertas dan membuat remaja lebih rentan terhadap kehamilan, seperti obesitas atau gangguan hormon.
7. Pernikahan paksa: Beberapa remaja dapat dipaksa untuk menikah dengan pasangan mereka tanpa persetujuan mereka sendiri atau tanpa memahami konsekuensi yang terkait dengan pernikahan pada usia muda.
Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan pada usia muda atau pernikahan hamil dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang terlibat, serta dapat membatasi kesempatan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka di masa depan. Oleh karena itu, pernikahan pada usia muda atau pernikahan hamil harus dihindari dan remaja harus diberi pendidikan seksual dan pendidikan tentang kehidupan pernikahan yang sehat dan aman.
Pendapat ulama tentang pernikahan wanita hamil ada 4 pandangan :
1. Menurut ulama Hanafi, perkawinan tetap sah jika laki-laki yang mengawini perempuan hamil adalah laki-laki yang menghamili perempuan tersebut. Karena wanita yang hamil karena zina tidak termasuk dalam lingkup perkawinan. golongan wanita yang diharamkan untuk dinikahi, hal ini berdasarkan keterangan ayat 22, 23 dan 24 Surat An-nisa.
2. Menurut ulama Syafi'iyah, hukumnya tetap sah, baik menikah dengan laki-laki yang menghamilinya atau tidak dengan laki-laki yang menghamilinya. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa perkawinan dianggap sah karena perkawinan tidak terikat dengan perkawinan orang lain. Menurut madzhab ini, wanita yang berzina tidak memiliki iddah karena jika dia menikah, maka pernikahannya tetap sah.
3. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa perkawinannya tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ia harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu harus bertaubat terlebih dahulu.
4. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita yang diketahui berzina, baik dengan pria yang tidak berzina dengannya, apalagi dengan pria yang berzina dengannya. Kecuali jika wanita tersebut sudah memenuhi dua syarat, yaitu:
menyelesaikan masa iddahnya dan bertaubat. Dan jika perkawinan itu tetap dilangsungkan dalam keadaan hamil, maka akad itu dianggap fasid dan wajib di fasakh.
Pernikahan wanita hamil dilihat secara sosiologis, religious, dan yuridis
Secara sosiologis pernikahan wanita hamil pada masyarakat awam mungkin mereka menganggap bahwasanya itu adalah hal yang biasa atau bisa jadi mereka menganggap bahwasanya nikah itu sah-sah aja, dikarenakan banyak masyarakat yang masih awam mengenai hukum. Namun sebaiknya pernikahan ini tidak dilaksanakan.