"Maaf, pak. Boleh tahu nama bapak siapa untuk kami daftarkan? Bapak termasuk rombongan tamu dari Jakarta itu kan?"
"Oh, maaf maaf, saya Bara Silalahi ...."Â
Beberapa dialog singkat terjadi, proses check in pun selesai. Hingga Bara berlalu dari hadapannya, si resepsionis tetap tidak bisa menemukan kaitan kedua kata berbunyi sama tadi.Â
Kejadian kecil itu segera mengembalikan kesadaran Bara. Ah, semestinya aku bisa konsentrasi dulu di sini. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, jangan sampai hilang kesempatan kali ini. Ia pun bergegas ke kamarnya untuk menyimpan barang-barangnya terlebih dulu, sebelum masuk ke ruang pertemuan. Itu pun sebenarnya ia sudah terlambat setengah jam dari waktu yang ditentukan.
Memasuki ruang pertemuan, sayup namun semakin lama semakin jelas. Ada suara  dan intonasi yang ia kenal di masa-masa sebelumnya. Sewaktu membuka pintu dan perlahan beringsut masuk ke dalamnya, ia malah terpaku di pintu. Â
Bara tidak bisa menghindar karena pembicara yang sedang berbicara kebetulan sedang menatap ke arah pintu dan memergokinya sedang memasuki ruangan. Bara terpaku karena sorot mata dan wajah pembicara itu sangat dikenalnya. Tajam dan menusuk. Wajah yang semula tampak ramah dan optimis terhadap audiens di situ, segera berubah ketus.Â
Lala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H