Mohon tunggu...
Didot Mpu Diantoro
Didot Mpu Diantoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Komunikasi

Aktif di dunia periklanan dan komunikasi pemasaran sejak tahun 1996, mendirikan perusahaan periklanan sendiri sejak tahun 2001. Terlibat sebagai panitia dalam beberapa event olahraga berskala nasional maupun internasional sejak tahun 2008. Aktif sebagai konsultan komunikasi dan pembuat konten media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lala

8 Juni 2024   01:13 Diperbarui: 8 Juni 2024   05:28 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama bersama Lala, ia tahu jaringan bekas kekasihnya itu. Ia pun hanya berani menduga, tapi sama sekali tidak berani menuduh karena amat sangat tidak mungkin untuk membuktikan kalau ada peran Lala di situ.  Sialnya, mayoritas klien yang memutuskan kerjasama dengan kantornya adalah klien yang berada dalam jaringan mantan kekasihnya. 

Pengidap asma adalah pendendam yang baik. Dendam itu bisa tersalur dalam format apa pun. Tapi, kalau sampai pada ingin menghancurkan, dendam itu tak aka tertahan oleh apa pun. Apalagi kalau menyangkut soal hati, soal perasaan. 

Pemicu rangkaian kejadian itu sebenarnya adalah pertanyaan Lala di suatu ketika mereka bersama, sehabis memuntahkan lava gairah mereka di sebuah hotel. Lala cuma bertanya lirih, pelahan, terdengar hati-hati sekali. Tapi, bagi Bara itu adalah bom waktu  yang siap meledak kapan saja.

"Sampai kapan kita akan begini terus, bang?"

Bara terhenyak, tangannya yang semula membelai-belai halus kulit dada Lala, jadi seolah kaku seketika. Lala pun bukannya tidak menyadari hal itu.

"Maaf ya, bang. Waktu berjalan terus, umur ku pun bertambah. Aku sangat mencintai abang, tapi aku pun tidak mungkin memisahkan abang dari kak Dini di rumah."

Lala merasa tanggung untuk tidak menyelesaikan kalimatnya, meskipun ia tahu resiko dari pembicaraan yang merupakan beban pikirannya selama beberapa bulan terakhir dalam hubungan mereka.

Sampai akhirnya mereka sampai di rumah masing-masing, pertanyaan itu terus saja mengambang tanpa jawaban, barangkali terus saja melayang berputar-putar tanpa sekalipun pernah bisa keluar dari dalam ruangan yang sebelumnya mereka gunakan untuk menuai gairah.

Dua tiga kali pertemuan sesudah itu, Lala pun sampai pada keberanian mengambil pilihan yang seringkali membuat dadanya semakin membusung, pikirannya limbung, air mata pun jadi sering turun. 

Lala tahu kalau sebenarnya dia tidak sanggup. Dia telah terlalu mencintai lelaki itu. Meski sejak awal menjalani hubungan, ia sudah tahu resikonya, tetap saja bingung tak dapat ia hindari. Meski sejak awal ia juga sudah memutuskan untuk menjalani hubungan itu tanpa melibatkan perasaan, tetap saja ia merasa gamang ketika ternyata kemudian ia menyadari bahwa perasaannya telah terlibat terlalu dalam. 

Kalau saja Bara tidak pernah datang ke rumahnya tengah malam  mengantarkan Ventolin, padahal saat itu ia sudah berada di rumah bersama istrinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun