3. Motif Terjadinya Kekerasan di Satuan Pendidikan .
Terjadinya kasus hukum di satuan pendidikan akibat tindak kekerasan baik dilakukan oleh peserta didik, pendidik maupun orang tua peserta didik dikarenakan berbagai  hal . Namun motif tindakan hukum maupun tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik dan orang tua peserta didik hingga saat ini masih perlu penelitian lanjutan dan serius, sebaliknya hampir dipastikan motik tindakan keras oleh pendidik ( guru) merupakan bagian dari mendidik.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik dan orang tua peserta didik terhadap pendidik secara kualitas sangat menghawatirkan, Â ada pendidik (guru) yang cacat seumur hidup, hingga pendidik yang tewas di tangan peserta didik.
Motif tindakan hukum dan tindak kekerasan baik oleh peserta didik maupun orang tua peserta didik hingga saat ini belum bisa terjawab ,kalau bukan hanya karena dendam atau faktor lain.
4. Data Kasus Menimpa Pendidik ( Guru )
Data yang dihimpun oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) melalui LKBH PB PGRI masa bakti 2024-2029, memperlihatkan bahwa secara kualitas kekerasan terhadap pendidik yang dilakukan oleh peserta didik dan orang tua peserta didik dari tahun ke tahun skalanya  semakin meningkat.
Di  bawah ini data beberapa kasus yang dihimpun oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI tentang kekerasan terhadap pendidik.
A. Kasus Aop Saepudin Majalengka.
Kasus bermula saat guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat, Aop Saepudin mengingatkan peserta didik yang berambut panjang agar merapikan rambut nya.
Kemudian Aop Saepudin melakukan razia rambut gondrong di kelas III pada 19 Maret 2012. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS.
Keempat peserta didik menjadi korban potong rambut dadakan oleh Aop Saepudin. Dari 4 peserta didik satu orang yaitu THS mengadukan kepada orang tuanya atas dipotong rambutnya. Orang tua peserta didik THS bernama Iwan Himawan seorang pensiunan TNI dan pengusaha tidak terima dan balik mengukur paksa rambut pendidik Aop Saepudin, kemudian  melaporkan nya ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Pengadilan Negeri,  Pengadilan Tinggi hingga tingkat Mahkamah Agung kasus ini bergulir. MA memutus bebas Aop Saepudin dengan pertimbangan hukum bahwa pendisiplinan peserta didik tidak bisa dipidanakan.