Hari  itu Wiwin dan Bu Yanti memaknai waktu dengan beribadah. Thowaf, shalat  'Ashar, shalat maghrib dan 'Isya. Tentu di waktu-waktu antara  shalat-shalat tersebut terdapat kegiatan shalat sunah dan tadarus.
Malam  hari pukul 21.15 keduanya telah berada di kamar hotel.Â
Jatah makan  malam dari catering masih layak dimakan dengan kadaluwarsa pukul 22.00.  Sambil menikmati makanan, gadis itu membuka WA yang berbunyi.
"Win... jam segini sudah pulang kan? Moga permohonanku didoakan di multazam tidak dilupakan."
Melihat  WA itu selera makan gadis itu mendadak berkurang. Kardus penutup  aluminium foil ditutupnya. Ia mengambil air zam-zam kemudian diminumnya.
"Kenapa berhenti Win?" bibinya bertanya demi melihat keponakannya menghentikan makannya.
"Turun selera. Ada WA lagi."
"Aris Si pejuang?"
"He-euh bener Bi. Win capek Bi, kenapa juga .... hmh kenapa juga Win harus berhutang budi  padanya."
"Berhutang budi? Sebesar itukah kasusnya?"
"Mungkin.  Tapi bagi dia lho Bi, bagi Win semua Win anggap biasa saja. Semua  bantuan Win anggap sebagai bantuan sesama teman, teman seperjuangan di  UPI."