Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Remaja: Aku Temani Kau Menyusul

11 Mei 2017   17:20 Diperbarui: 17 Mei 2017   19:15 2523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Menjelang tengah malam, mata Galih belum juga mengantuk.

Ia ingat, tadi sore melihat begitu jelas Ajeng bertengkar dengan Bowo. Betapa ia ingat kalimat Ajeng dalam marahnya kepada Bowo “ … sampai-sampai aku membatalkan sebuah acara keluarga!”

Acara keluarga? Galih tahu benar apa yang dimaksud Ajeng. Itu adalah adalah acara di rumahnya. Beberapa hari yang lalu ibunya telah memberi tahu bakal ada acara di rumahnya, yang dihadiri ibunya Ajeng.

“Betapa indahnya kata-kata acara keluarga ….. Ajeng… “

Pemuda seangkatan Ajeng itu mendesah. Ia mengambil smartphone. Dengan perlahan ia membuka galeri yang ada. Ada satu gambar yang diingatnya.

dok pribadi
dok pribadi
“Ajeng aku mengagumimu, tapi mungkin kamu tidak tahu. Atau bahkan kamu tak akan tahu selamanya. Aku dan kamu bagaikan bumi langit. Kamu aktivis OSIS, pandai berbicara, pandai memotivasi orang lain, adik-adik kelasmu. Bawo. Apalagi dia, Prabowo adalah ketua OSIS yang brilliant. Kamu sering bersamanya …. Ajeng …. andaikan aku adalah Bowo, betapa aku bakal banyak mengenalmu….”

Galih menatap gambar itu hingga lama.

Pemuda itu ingat benar bagaimana ia memberanikan diri mengambil gambar Ajeng dari ruang kelasnya dari balik kaca jendela. Hanya ada satu detik momen yang berkesan yang mungkin tak terulang lagi. Ia ingat betapa gugup ketika ia mulai membidik. Ia takut Ajeng melihatnya.

Siang tadi di rumah sendiri, ia melihat Ajeng bersama ibunya di rumahnya. Ya, di rumahnya. Sebuah momen yang sangat bagus. Ibunya bersama Ajeng. Sebuah perpaduan yang harmonis. Mestinya! Mestinya ini kesempatan baik! Ia menepok jidat sendiri.

Ketika ia kemudan berpamitan, tak jadi pulang ke rumah, ia kembali ke sekolah. Ia duduk sendirian di sisi lapangan basket. Ia kesal. Pemuda itu mengutuki dirinya sendiri. Kenapa tidak menemui Ajeng. Ya, dirinya juga tidak tahu kenapa dirinya menjadi tak tenang ketika melihat Ajeng. Ia bahkan ingat ada sebuah momen seperempat sekon bertemu pandang dengan gadis itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun