“Put, ngomong apa kamu?”
“Keinginanmu nggak akan terpenuhi Angga. Lihatlah ini ......” kata Putri seraya mengulurkan selembar surat kepada sahabatnya. Anggara menerima, membaca sekilas secara cepat, wajahnya berubah pias. Keringat dingin mulai tampak mengambang di dahinya.
“Kamu .... kamu .... kamu mau pindah sekolah Put?”
“Maafkan aku Ngga ....”
“Tidaaaaak! Tidak Put! Nggak boleeeh!!!” kata Angga seraya merobek-robek surat pengantar pindah di tangannya. Putri mendesah dalam.
“Puaskan dirimu Ngga ... sobeklah surat itu. Itu hanya fotokopi.”
Anggara menutup wajahnya hingga lama. Lututnya perlahan turun bertelekan aspal. Putri hanya bisa mengatubkan bibir. Ia tak menyangka respon Anggara akan sejauh itu. Itu artinya bukti bahwa Anggara memang menyukai dirinya. Bahkan mungkin mencintai. Tapi tetap saja, hati manusia tak ada yang bisa menduga. Berusaha melunakkan hati boleh saja, tetapi, untuk membuka hati terhadap orang lain, belum tentu bisa. Gadis itu merasakan demikian, tak ada rasa apa-apa.
“Kenapa nggak ngomong dari dulu Puuut!” kata Angga setelah bisa menata keadaan batinnya.
“Angga... maafkan aku. Kenapa juga harus bercerita ke kamu Ngga. Ntar dikira aku curhat.”
“Put, ternyata sampai saat ini kamu masih belum tahu apa yang aku harapkan ya?”
“Tahu, aku tahu .....”