Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan. Teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut, Langkah berikutnya adalah mengelola risiko.
Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran (avoid), ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Jika nazhir gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius terhadap asset wakaf.Â
Beberapa risiko yang kemungkinan dapat terjadi dalampengelolaan perwakafan dan mitigasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Risiko Penghimpunan Harta Wakaf
Permasalahan yang dihadapi lembaga wakaf salah satunya adalah pengumpulan harta wakaf baik berupa wakaf tunai maupun wakaf benda tidak bergerak. Karena wakaf bukan merupakan suatu kewajiban, maka hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk para nazhir. Karena hanya mereka yang sadar dan paham ilmu akan pentingnya wakaf yang akan berwakaf.Â
Mitigasi yang dapat dilakukan oleh lembaga wakaf atau nazhir adalah memberikan informasi  dan edukasi mengenai literasi wakaf kepada masyarakat secara intensif. Karena ketika masyarakat sudah diberikan edukasi tentang wakaf kemudian paham akan manfaat dan tujuan wakaf, bisa dipastikan masyarakat yang ingin berwakaf akan bertambah sehingga asset wakaf di Indonesia akan meningkat.
2. Risiko Reputasi
Risiko reputasi menjadi hal yang harus difokuskan oleh setiap nazhir atau lembaga wakaf. Lembaga wakaf harus menjaga agar reputasinya tetap baik di mata wakif. Karena ketika wakif tidak percaya dengan suatu lembaga wakaf karena suatu hal maka akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan wakif terhadap lembaga tersebut. Akibatnya wakif tersebut tidak akan mau memberikan hartanya lagi untuk diwakafkan. Maka dari itu perlu diperhatikan bahwa kepercayaan masyarakat menjad kunci keberhasilan wakaf.Â
Mitigasi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas kinerja nazhir melalui pelatihan ataupun training untuk para nazhir wakaf.
3. Risiko Produktivitas Aset Wakaf
Risiko ini biasa terjadi pada nzhir yang masih bermindset tradisional dalam mengelola wkaf. Sebagai contoh wakaf tanah. Nazhir yang profesional akan memanfaatkan tanah tersebut untuk dikelola secara produktif seperti membuat masjid namun dibangunan bawahnya dibuat aula yang dapat disewakan atau dipakai untuk kepentingan keagamaan. Nazhir yang bermindset tradisional mungkin hanya akan membangun masjid saja. Maka aset yang dikelola oleh nazhir yang masih bermindset tradisional akan kurang produktivitasnya dibandingkan nazhir profesional.