Seiring perkembangan zaman, dunia wakaf dan filantropi Islam kini dinamikanya semakin meningkat. Saat yang sama terlihat semakin dibutuhkannya nazhir-nazhir profesional yang dalam mengelola wakaf khususnya di Indonesia.
Dalam situasi ini dibutuhkan pula kepercayaan masyarakat pada lembaga wakaf. Dan untuk terus menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat ini, lembaga wakaf harus mampu menunjukan kualitas pengelolaannya secara baik dan transparan. Salah satunya melalui manajemen risiko yang baik.
Keberhasilan pengelolaan wakaf tentunya tidak terlepas dari adanya sistem pengelolaan resiko yang baik. Dengan dikelolanya risiko artinya lembaga wakaf dapat meminimalisir, mencegah, dan menghindari terjadinya suatu ketidakpastian yang menyebabkan kerugian pada aset wakaf.
Maka dari itu lembaga wakaf, dalam hal ini adalah nazhir harus memiliki kompetensi dan pemahaman manajemen resiko yang baik agar tujuan wakaf dapat dicapai dengan optimal.
Berdasarkan pertemuan International Working Group on Waqf Core Principle pada Oktober 2018 lalu, bahwa Badan Wakaf Indonesia dan Bank Indonesia sepakat kalau manajemen risiko termasuk hal yang sangat penting dalam pengelolaan wakaf di Indonesia. Manajemen risiko masuk ke dalam lima bidang dasar Waqf core Principle  yang harus dikembangkan, yaitu:
- Legal Foundation (dasar hukum)
- Waqf Supervision (pengawasan wakaf)
- Good Nazir Governance (tata kelola nazir yang baik )
- Risk Management (manajemen risiko)
- Shariah Governance (tata kelola syariah)
Waqf risk management merupakan salah satu dasar kompetensi yang harus dimiliki untuk menjadi nazhir yang profesional.Waqf risk management atau manajemen risiko wakaf adalah suatu desain prosedur yang disusun secara komprehensif untuk mengelola suatu risiko yang terjadi dalam hal pengeloaan wakaf. Manajemen risiko juga akan mendorong manajemen lebih proaktif dan mampu mengidentifkasi peluang dan ancaman pada setiap proses dalam pengelolaan wakaf dengan cara menghindari atau mengurangi dampak risiko agar dapat meningkatkan kebermanfaatan di masyarakat secara luas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lembaga Wakaf Dompet Dhuafa tahun 2018, manajemen risiko wakaf Dompet Dhuafa diidentifkasi total ada 47 risiko pada manajemen wakaf tanah dan bangunan. Risiko tersebut terdiri dari 16 risiko pada proses penghimpunan wakaf, 17 risiko pada proses pengelolaan wakaf dan 13 risiko pada proses penyaluran manfaat wakaf.  Dari data tersebut, kita bisa melihat cukup banyak kemungkinan risiko-risiko yang akan terjadi pada pengelolaan wakaf. Strategi mitigasi risiko yang dilakukan Dompet Dhuafa mengacu pada level respon risiko atas masing-masing tingkat penerimaan risiko. Untuk penerimaan risiko unacceptable maka respon risikonya adalah dengan avoid atau menghindari risiko, risiko undesirable direspon dengan membagi atau mentransfer risiko, risiko acceptable direspon dengan mengurangi risiko, dan risiko neglible direspon dengan menerima risiko.
Risiko ada di mana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Inilah yang menjadi alasan mengapa manajemen risiko penting untuk dipahami oleh setiap nazhir wakaf. Jika nazhir tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan baik, maka pengelolaan wakaf tidak akan berjalan efektif. Dari sinilah seorang nazhir harus siap dan mampu mengelola kemungkinan-kemungkinan terjadinya risiko. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui tiga tahap berikut ini:
- Identifikasi risiko
- Pengukuran dan Evaluasi Risiko
- Pengelolaan risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang akan dihadapi dalam mengelola wakaf. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Langkah berikutnya adalah mengukur risiko tersebut dan mengevaluasi risiko tersebut.