Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Lelah dengan Kesunyian"

11 Agustus 2024   04:21 Diperbarui: 11 Agustus 2024   04:21 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, di dalam rumah, ada sebuah ruangan yang lebih sunyi daripada yang lainnya. Ruangan ini, dulunya mungkin adalah kamar tidur utama, kini menjadi tempat di mana segala sesuatu telah lama berhenti. Langit-langitnya yang rendah tampak semakin rapuh seiring dengan waktu, dan dinding-dindingnya yang penuh dengan coretan-coretan usang menjadi saksi dari berbagai kejadian yang telah berlalu.

Di sudut ruangan ini, sebuah cermin retak menggantung di dinding. Cermin itu, meskipun pecah dan berdebu, masih mampu memantulkan cahaya rembulan yang masuk dari jendela yang tertutup rapat. Cermin ini, seakan menyimpan gambaran dari masa lalu yang telah lama hilang, menunjukkan refleksi yang aneh dan kabur. Setiap kali cahaya rembulan menyentuhnya, cermin itu seakan menggambarkan kisah-kisah lama yang telah lama terlupakan.

Meja kecil yang terletak di samping cermin, yang dulunya mungkin digunakan untuk menulis surat atau menyusun rencana, kini dipenuhi oleh kertas-kertas kuno yang telah menguning. Kertas-kertas ini, meskipun tampak tak berarti, menyimpan goresan-goresan tinta yang mungkin pernah menjadi bagian dari sebuah cerita yang penting. Namun kini, mereka hanya menjadi sampah yang terabaikan, terlupakan dalam kesunyian yang melingkupi ruangan ini.

Di atas meja, terdapat juga sebuah jam dinding tua yang berhenti berdetak. Jam ini, dengan jarum yang terhenti di angka yang sama, seakan menjadi simbol dari ketidak perubahan waktu. Jam ini tidak lagi berdetak, dan hanya memancarkan suasana kekosongan yang menambah rasa kesunyian. Meski begitu, jam ini tetap berdiri di tempatnya, seakan menunggu seseorang untuk memutar kembali jarum-jarumnya dan menghidupkan kembali waktu yang telah lama terhenti.

Di luar ruangan, jendela yang tertutup rapat menahan cahaya dan suara dari dunia luar. Kaca-kaca jendela ini, yang telah berdebu dan retak, memungkinkan hanya sedikit cahaya yang bisa masuk. Ketika matahari terbenam, jendela-jendela ini membiarkan cahaya kuning lembut meresap ke dalam ruangan, menciptakan pola-pola aneh di dinding. Namun, meskipun cahaya ini menambah keindahan, ia juga menyoroti betapa lama tempat ini telah kosong.

Dalam keadaan seperti ini, hujan menjadi teman yang tak terpisahkan dari rumah tua ini. Suara hujan yang lembut seakan menjadi satu-satunya yang mampu mengisi kekosongan dengan melodi yang monoton. Setiap tetesan hujan yang menimpa atap menciptakan suara berirama yang seolah menghitung detik-detik waktu yang berlalu, menambah rasa kesepian yang mendalam. Namun, meskipun hujan memiliki cara sendiri untuk berbicara, ia tetap tidak mampu menghapus keheningan yang ada.

Di malam hari, ketika segala sesuatu tampak lebih gelap dan lebih menakutkan, rumah ini menjadi tempat perlindungan dari bayangan-bayangan yang mengganggu. Suara malam yang biasanya dianggap menenangkan, di sini menjadi bagian dari simfoni kesunyian. Bayangan yang diciptakan oleh cahaya bulan yang lembut menari di dinding, menciptakan ilusi-ilusi yang tidak nyata dan menambah rasa ketidakpastian.

Sementara waktu terus berjalan di luar rumah, di dalamnya tetap terjaga sebuah kekosongan yang tidak berubah. Angin yang berhembus lembut, gemericik air di sungai kecil, dan suara-suara malam lainnya hanya menambah kesan kesunyian yang mendalam. Tidak ada yang bisa mengubah suasana ini, tidak ada yang bisa membangkitkan kembali kehidupan yang pernah ada di sini. Rumah tua ini, dengan semua kebisuannya, tetap menjadi saksi dari betapa melelahkannya kesunyian yang abadi.

Di sudut-sudut rumah ini, terdapat banyak objek yang tampaknya seolah ingin berbicara. Buku-buku tua yang tertumpuk di rak, boneka-boneka usang yang berserakan di lantai, dan alat-alat rumah tangga yang telah berkarat semuanya menceritakan kisah-kisah yang telah lama terlupakan. Namun, meskipun mereka tampak penuh dengan sejarah, mereka tetap terjebak dalam kesunyian yang sama. Kisah-kisah ini tidak bisa diungkapkan atau didengar, dan hanya menambah rasa lelah yang menyelimuti tempat ini.

Di bagian lain dari rumah, ada sebuah gudang yang dulunya mungkin dipenuhi oleh alat-alat dan persediaan. Gudang ini kini penuh dengan barang-barang yang telah lama terlupakan, ditutupi oleh lapisan debu yang tebal. Kotak-kotak tua yang berisi berbagai macam barang tergeletak di sudut-sudut ruangan, dan di antara barang-barang ini terdapat banyak benda yang tidak lagi memiliki makna atau tujuan. Semua ini hanyalah bagian dari kekacauan yang mencerminkan kekosongan yang lebih dalam.

Setiap sudut rumah ini memiliki cerita sendiri, dan setiap benda di dalamnya seakan ingin menceritakan kisah-kisah yang telah lama terabaikan. Namun, meskipun ada banyak hal yang bisa diceritakan, semuanya terhenti dalam kesunyian yang menyelimuti rumah ini. Suara-suara yang pernah ada di sini, baik itu tawa atau tangisan, telah lama hilang, meninggalkan hanya jejak-jejak yang samar di atas debu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun