Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Restorasi Pancasila: Mencari Sila Pertama (Kebangsaan Indonesia) yang Hilang!

2 Juni 2016   14:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:25 2254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita meruntut dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebangsaan merupakan kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan persatuan merupakan gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya) beberapa bagian yang sudah bersatu. Jadi kedua kata tersebut memiliki persamaan tetapi kebangsaan memiliki nafas tersendiri, kebangsaan merupakan interpretasi semangat masyarakat Indonesia dalam melepaskan belenggu penindasan.  Maka, di dalam kata kebangsaan terdapat semangat anti penindasan baik model lama maupun baru.

Sedangkan kata persatuan itu memang memiliki arti yang hampir sama dengan bangsa tetapi maknanya berbeda. Persatuan sendiri hadir ketika masyarakat telah “melek” dengan kebangsaan seperti yang sudah di utarakan dalam paragraf sebelumnya. Masyarakat Indonesia “bersatu” setelah mengalami banyak kekalahan melawan penjajah sehingga memilih melawan secara bersamaan. Sehingga perasaan bersatu itu lebih lambat timbul sebelum rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan.

Walaupun Soekarno dengan pancasila versinya menginginkan Kebangsaan Indonesia sebagai dasar negara tetapi, presiden pertama itu tidak menginginkan rakyatnya menghamba pada negara dan mengakibatkan chauvinisme. “Saudara-saudara. Tetapi tetapi memang prinsip kebangsaanini ada bahayanya. Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme sehingga berpaham “Indonesia Uber Alles”.Inilah bahayanya kita cinta tanah air yang satu, merasa bangsanya yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita hanya sebagian kecil saja daripada dunia ingatlah akan hal ini”.

Indonesia tanpa kebangsaan seperti mengenakan kaca mata hitam di malam hari, tidak melihat dan berjalan tanpa arah seperti saat ini. Egoisme agama semakin menjadi, ketidak adilan antara si kaya dan miskin, dan pembunuhan antar masyarakat menjadi potret di harian surat kabar kini. Seharusnya kita mengingat semangat leluhur untuk memerdekakan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang tertindas dan anti penjajahan dalam bentuk baru.

Penulis mengatakan “restorasi” karena kita, Masyarakat Indonesia, telah lupa mengenai azas kebangsaan ini. Walaupun azas tersebut tidak di tulis dalam lima sila seperti sekarang tetapi, penulis berharap masyarakat terus mengingat makna dari sila kebangsaan sebagai pegangan dalam bersikap dan bertindak untuk Indonesia lebih baik.

artikel sebelumnya : 

http://www.kompasiana.com/diazab/kata-kata-jenaka-soekarno-saat-pidato-1-juni-1945_574e623feaafbd19073aae3a

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun