Seluruh masyarakat hari ini tengah dilanda euforia lelahiran pancasila, tetapi penulis tidak berkata demikian karena pancasila telah lahir 25 tahun sebelum Soekarno pertama kali mencetuskannya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1 Juni 1945.
Nama pancasila sendiri dipilih ketika Bung Karno berdiskusi dengan seorang ahli bahasa. Sila artinya asas atau dasar. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1Juni 1945 mengungkapkan bahwa dirinya senang dengan simbol.
"Saya senang dengan simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita punya panca indera. Apa lagi yang lima bilangannya?"
Sehingga dasar negara juga di ambil lima point. Panca berarti lima, nama panca sila di pilih walaupun awalnya dia berfikir untuk memberi nama Panca Dharma. Panca berarti lima sedangkan Dharma kewajiban. Kata Dharma dianggap kurang tepat karena topik pertemuan kali ini untuk mencari dasar bukan kewajiban.
Bung Karno akhirnya mengatakan kelima sila yang terkandung dalam pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme, atau prikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Bertakwa pada Tuhan yang maha esa
Perhatikan baik-baik sila pertama adalah "kebangsaan Indonesia" bukan "takwa kepada Tuhan yang maha esa". Lebih ironi lagi kini kata-kata kebangsaan Indonesia tidak tercantum dalam pancasila sekarang.
Sebelum mengulas "kebangsaan Indonesia" ada baiknya kita mengenal identitas bangsa ini. Mulai dari alasan mengapa masyarakat ingin bersatu walau pada mulanya setiap kota berperang sendiri-sendiri membebaskan daerahnya serta munculnya nasionalisme di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang lahir di tengah berkembangnya kapitalisme, sebuah sistem ekonomi yang menitik beratkap pada keuntungan yang seluas-luasnya dengan modal sekecil-kecilnya. Banyak penjajah yang datang ke Indonesia untuk mengambil harta karun Indonesia.
Kapitalisme muncul dan berkembang berkat pelayaran Vasco da Gama dan Christopher Colombus. Mereka berdua melakukan pelayaran dengan misi membuka pangsa pasar baru.
Dari keberhasilan mereka akhirnya negara-negara lain mulai mengikuti jejaknya untuk melakukan perdagangan di daerah Asia dan Amerika latin. Bentuk-bentuk penjajahan mulai di kenal sejak saat itu. Sehingga dapat kita simpulkan Kapitalisme melahirkan imperialisme berikutnya imperialisme menelurkan kolonialisme sedangkan kolonialisme membuat nasionalisme.
Sehingga nasionalisme masyarakat Indonesia muncul di tengah kepungan penjajahan bangsa barat. Rasa senasib sepenanggungan masyarakat yang merasa di jajah oleh bangsa asing menjadi pengikat dan merubah pola pergerakan para pahlawan waktu itu, sebelumnya bergerak membawa nama daerah dan lambat laun pergerakan tersebut membawa nama bangsa Indonesia dan serentak di beberapa wilayah.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa watak bangsa Indonesia adalah anti penjajahan dalam segala bentuk. Itulah karakter bangsa Indonesia pada mulanya dari proses kemunculannya.
Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sang pelopor pancasila, Ir Soekarno, mengutip pemikiran beberapa tokoh dunia “Menurut Renan syaratnya bangsa ialah kehendak akan bersatu. Orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu.” Lebih lanjut ia mengatakan “kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi O tto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage” disitu dinyatakan “was ist eine nation?” dan jawabannya ialah “Eine Nation ist eine aus schiksalsgemeinschaferwachsene charaktergemeinschft”.(Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).
Inti dari definisi bangsa menurut kedua tokoh adalah kehendak untuk bersatu karena persatuan nasib. Sehingga masyarakat Indonesia pada waktu itu telah menjadi bangsa yang satu karena rasa sakit akibat penjajahan. Sehingga menurut sang pelopor pancasila, Indonesia merupakan negara yang anti penjajahan dalam bentuk apapun.
Pada waktu berlangsungnya sidang menentukan filsafah negara, egoisme agama sedang menjangkiti semua golongan. Sidang BPUPKI tak luput dari perdebatan tersebut, utusan dari Agama Islam sebagai agama terbesar di Indonesia selalu membawa unsur agama dalam menyampaikan filsafatnya, sedangkan golongan nasionalis selalu membawa isu kebangsaan. Perdebatan terus terjadi, akhirnya di bentuk panitia kecil untuk merumuskan fondasi final untuk negara.
Sembilan panitia itu adalah Wahid Hasyim, M. Yamin, AA Maramis, M. Hatta, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Soekarno, Agus Salim, dan Ahmad Soebardjo. Mereka bertugas untuk menggodok usulan pancasila yang di cetuskan oleh Soekarno.
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama, kemudian Internasionalisme di ubah menjadi perikemanusiaan yang adil dan beradab, “kebangsaan indonesia” berubah menjadi persatuan Indonesia, sila keempat menjadi kerakyatan dan sila ke lima menggunakan kata kesejahteraan sosial.
Jika kita meruntut dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebangsaan merupakan kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan persatuan merupakan gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya) beberapa bagian yang sudah bersatu. Jadi kedua kata tersebut memiliki persamaan tetapi kebangsaan memiliki nafas tersendiri, kebangsaan merupakan interpretasi semangat masyarakat Indonesia dalam melepaskan belenggu penindasan. Maka, di dalam kata kebangsaan terdapat semangat anti penindasan baik model lama maupun baru.
Sedangkan kata persatuan itu memang memiliki arti yang hampir sama dengan bangsa tetapi maknanya berbeda. Persatuan sendiri hadir ketika masyarakat telah “melek” dengan kebangsaan seperti yang sudah di utarakan dalam paragraf sebelumnya. Masyarakat Indonesia “bersatu” setelah mengalami banyak kekalahan melawan penjajah sehingga memilih melawan secara bersamaan. Sehingga perasaan bersatu itu lebih lambat timbul sebelum rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan.
Walaupun Soekarno dengan pancasila versinya menginginkan Kebangsaan Indonesia sebagai dasar negara tetapi, presiden pertama itu tidak menginginkan rakyatnya menghamba pada negara dan mengakibatkan chauvinisme. “Saudara-saudara. Tetapi tetapi memang prinsip kebangsaanini ada bahayanya. Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme sehingga berpaham “Indonesia Uber Alles”.Inilah bahayanya kita cinta tanah air yang satu, merasa bangsanya yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita hanya sebagian kecil saja daripada dunia ingatlah akan hal ini”.
Indonesia tanpa kebangsaan seperti mengenakan kaca mata hitam di malam hari, tidak melihat dan berjalan tanpa arah seperti saat ini. Egoisme agama semakin menjadi, ketidak adilan antara si kaya dan miskin, dan pembunuhan antar masyarakat menjadi potret di harian surat kabar kini. Seharusnya kita mengingat semangat leluhur untuk memerdekakan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang tertindas dan anti penjajahan dalam bentuk baru.
Penulis mengatakan “restorasi” karena kita, Masyarakat Indonesia, telah lupa mengenai azas kebangsaan ini. Walaupun azas tersebut tidak di tulis dalam lima sila seperti sekarang tetapi, penulis berharap masyarakat terus mengingat makna dari sila kebangsaan sebagai pegangan dalam bersikap dan bertindak untuk Indonesia lebih baik.
artikel sebelumnya :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H