Sebelum mengulas "kebangsaan Indonesia" ada baiknya kita mengenal identitas bangsa ini. Mulai dari alasan mengapa masyarakat ingin bersatu walau pada mulanya setiap kota berperang sendiri-sendiri membebaskan daerahnya serta munculnya nasionalisme di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang lahir di tengah berkembangnya kapitalisme, sebuah sistem ekonomi yang menitik beratkap pada keuntungan yang seluas-luasnya dengan modal sekecil-kecilnya. Banyak penjajah yang datang ke Indonesia untuk mengambil harta karun Indonesia.
Kapitalisme muncul dan berkembang berkat pelayaran Vasco da Gama dan Christopher Colombus. Mereka berdua melakukan pelayaran dengan misi membuka pangsa pasar baru.
Dari keberhasilan mereka akhirnya negara-negara lain mulai mengikuti jejaknya untuk melakukan perdagangan di daerah Asia dan Amerika latin. Bentuk-bentuk penjajahan mulai di kenal sejak saat itu. Sehingga dapat kita simpulkan Kapitalisme melahirkan imperialisme berikutnya imperialisme menelurkan kolonialisme sedangkan kolonialisme membuat nasionalisme.
Sehingga nasionalisme masyarakat Indonesia muncul di tengah kepungan penjajahan bangsa barat. Rasa senasib sepenanggungan masyarakat yang merasa di jajah oleh bangsa asing menjadi pengikat dan merubah pola pergerakan para pahlawan waktu itu, sebelumnya bergerak membawa nama daerah dan lambat laun pergerakan tersebut membawa nama bangsa Indonesia dan serentak di beberapa wilayah.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa watak bangsa Indonesia adalah anti penjajahan dalam segala bentuk. Itulah karakter bangsa Indonesia pada mulanya dari proses kemunculannya.
Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sang pelopor pancasila, Ir Soekarno, mengutip pemikiran beberapa tokoh dunia “Menurut Renan syaratnya bangsa ialah kehendak akan bersatu. Orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu.” Lebih lanjut ia mengatakan “kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi O tto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage” disitu dinyatakan “was ist eine nation?” dan jawabannya ialah “Eine Nation ist eine aus schiksalsgemeinschaferwachsene charaktergemeinschft”.(Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).
Inti dari definisi bangsa menurut kedua tokoh adalah kehendak untuk bersatu karena persatuan nasib. Sehingga masyarakat Indonesia pada waktu itu telah menjadi bangsa yang satu karena rasa sakit akibat penjajahan. Sehingga menurut sang pelopor pancasila, Indonesia merupakan negara yang anti penjajahan dalam bentuk apapun.
Pada waktu berlangsungnya sidang menentukan filsafah negara, egoisme agama sedang menjangkiti semua golongan. Sidang BPUPKI tak luput dari perdebatan tersebut, utusan dari Agama Islam sebagai agama terbesar di Indonesia selalu membawa unsur agama dalam menyampaikan filsafatnya, sedangkan golongan nasionalis selalu membawa isu kebangsaan. Perdebatan terus terjadi, akhirnya di bentuk panitia kecil untuk merumuskan fondasi final untuk negara.
Sembilan panitia itu adalah Wahid Hasyim, M. Yamin, AA Maramis, M. Hatta, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Soekarno, Agus Salim, dan Ahmad Soebardjo. Mereka bertugas untuk menggodok usulan pancasila yang di cetuskan oleh Soekarno.
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama, kemudian Internasionalisme di ubah menjadi perikemanusiaan yang adil dan beradab, “kebangsaan indonesia” berubah menjadi persatuan Indonesia, sila keempat menjadi kerakyatan dan sila ke lima menggunakan kata kesejahteraan sosial.