Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suamiku Memberiku Istana tapi Dia Membiarkanku Menghuninya Sendirian Saja

27 Oktober 2024   18:50 Diperbarui: 27 Oktober 2024   19:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya. Mas gak pernah cerita sih sama aku. Akhir-akhir ini Mas pulangnya malam sekali," jawabku setengah merajuk. 

"Lah itu kamu tahu. Sudahlah simak di media sosial sama doakan saja suamimu ini. Mas begini juga buat kamu kok. Buat hidupin kamu. Mas memperlebar sayap untuk terus mencari relasi," katanya. 

"Lah, tapi aku istrimu, Mas. Apa salah kalau aku ingin mendengarnya langsung darimu?" tanyaku. 

Aku melihat mas Handy malah sibuk dengan ponselnya. Makanan di piring yang kumasak susah payah malah dibiarkannya. Tidak lama kemudian mas Handy menerima telefon. Ia melangkah jauh dari meja makan. Lebih tepatnya menjauhiku. 

"Aku pergi dulu, ada rapat dadakan di sekretariat," pamit mas Handy setelah beberapa menit menerima telefon di taman belakang. 

Sambil menyambar jasnya di kursi, ia melambaikan tangan tanpa memedulikan perasaanku. Bahkan ia pun sudah lupa untuk menghabiskan makan malamnya. 

Aku hanya terdiam bingung memberikan reaksi apa sebagai jawaban untuk sikap mas Handy itu. 

Mas Handy telah pergi dengan mobilnya secepat kilat tanpa memberikan kesempatan padaku untuk sekadar membujuknya agar tidak pergi pergi malam ini. Sudah berapa malam kami tidak tidur seranjang, pun tidak ada percakapam sudah berhari-hari kecuali baru saja. Percakapan singkat saat kami makan di meja yang sama.

Semula aku kira malam ini adalah malam yang akan memberikan kami ruang untuk menghidupkan kembali komunikasi. Aku menyangka, ketika aku memasakkan makanan kesukaannya dengam tanganku sendiri akan menumbuhkan kembali kehangatan dari dalam diri mas Handy. Nyatanya tidak demikian. Kesibukkannya di luar bahkan lebih menarik daripada mendengarkan keluh kesah aku sebagai istrinya. Jangankan mendengarkan keluh kesahku, sekadar menjawab pertanyaanku saja sepertinya dia sudah terlalu malas. 

Aku membereskan meja makan dengan enggan. Nafsu makanku pun sudah hilang bahkan sebelum aku memulainya. Mengambilkan sepiring nasi dan lauknya tadi sengaja didahulukan dan membiarkan mas Handy makan lebih dulu. Aku selalu senang kalau melihat mas Handy memakan lahap masakanku seperti saat pertama kali kami menikah. 

Malam ini adalah saat yang sangat aku rindukan. Makanya, aku memilih diam menunggu reaksi suamiku berkomentar atas masakanku. Namun apa yang aku dapatkan? Ia hanya memakannya beberapa suap saja. Lalu pergi setelah menerima telefon yang entah dari siapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun