"Bagaimana kabarmu, Ann?"
Pesan singkat yang biasanya kubalas dengan antusias, kini kubiarkan. Rasa kecewa yang menetap di dada telah menutup keinginan untuk kembali berkomunikasi dengannya.
Ardi adalah teman sepekerjaan. Masuk setahun kemudian setelah aku lebih dulu bekerja. Sama-sama bekerja di divisi yang sama membuat kami semakin kompak. Ardi yang secara struktural ada di bawahku, sangat bisa diandalkan. Banyak proyek yang berhasil karena kerja sama kami yang selalu memberikan hasil pencapaian terbaik.
"Kita harus menyelesaikan ini pada waktu yang tepat!" ucap Ardi. Kalimat itu yang selalu terucap setiap kami harus menyelesaikan pekerjaan terberat sekalipun. Bersamanya pekerjaan rumit selalu terasa jauh lebih mudah.
"Apa benar Ardi ingin menjatuhkanku seperti yang dikatakan Nala? Haus jabatan dan posisi manajer?"
Pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam kepalaku. Sebaik itu Ardi. Setia itu, masa iya?
"Ann, kamu baik-baik saja kan? Kenapa tidak membalas pesanku?"
Lagi-lagi pesan Ardi mendarat di ponselku.
Rasa nyeri di dada terasa kembali ketika aku membayangkan bahwa Ardi lah yang mencoba menghilangkan nyawaku dengan cara merusak mobil.
Air mataku meluncur begitu deras ketika mengingat semuanya. Perjuangan dan kerja keras yang selama ini dibangun sama-sama, saling bahu membahu, harus diakhiri dengan sesuatu yang menyakitkan.
**