"Aku sudah menduganya sejak awal, kalau kecelakaan yang aku alami adalah rencana seseorang. Namun aku tidak habis pikir, kenapa harus dia?"
Aku tetap belum bisa memercayai semuanya. Pikiran dan hatiku berusaha menepisnya. Namun rangkaian cerita yang disampaikan Nala memang begitu sempurna. Membuatku harus percaya bahwa itu nyata.
Rasa kecewa bercampur aduk dalam dada. Memancing seluruh nyeri di sekujur tubuhku datang kembali.
"Nala, aku tidak mau membahas ini lagi. Aku lelah, ingin istirahat," ucapku pada Nala.Â
Menahan rasa kecewa ternyata memerlukan energi yang luar biasa besar. Badanku terasa lemah lunglai.
"Baik, aku akan mengantarmu ke dalam untuk istirahat," ucap Nala.
Dengan dipapah Nala, aku berhasil berbaring di kamarku. Mataku terpejam tetapi pikiranku kacau. Aku meminta agar Nala membiarkanku sendirian.
"Ya sudah, istirahat saja, yang tadi tidak perlu dipikirkan. Aku pergi dulu."
Nala meninggalkanku sendirian dengan kekacauan di kepala yang semakin bertambah besar.
**
Malam kian meninggi ketika Ardi mengirim pesan.