Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Pendidikan Memanggil Kembali Kenangan

2 Mei 2021   12:08 Diperbarui: 4 Mei 2021   10:26 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berangkat kerja aku terbiasa dengan jalan kaki. Selain karena jarak tempat tinggal cukup berdekatan, aku pun merasa senang. Sambil berolah raga, pikirku.

Pulang dari sekolah aku harus melewati gang yang diapit oleh bangunan tinggi. Gang yang cukup panjang dan membosankan karena hanya diapit tembok besar adalah jalan terdekat menuju tempat tinggal saudaraku yang kujadikan tempat tinggal sejak kuliah dulu.

Sore itu sudah mendung, aku mempercepat langkahku khawatir hujan turun. Pada awalnya tidak ada yang aneh dengan jalan yang kulalui, tapi kemudian aku merasa ada yang mengikuti dari belakang. Aku menoleh, dua orang berpakaian anak punk mengikuti langkahku dengan sorot mata yang tajam.

Usia mereka kira-kira 17 tahunan, usia SMA. Aku memepercepat langkah. Sampai di ujung gang bertembok Bobi, anak yang tadi siang mendorong tubuhku dengan kasar berdiri dengan berpangku tangan. Seorang lagi memutar-mutar sebuah gir, yang kutahu itu adalah bagian dari roda motor. Menegerikan. Aku tidak bisa membayangkan jika lempengan gir itu sampai mengenai kepalaku.

Aku menghentikan langkah mencoba tenang, walaupun sisi keperempuananku begitu takut dan gentar. Namun aku adalah seorang guru tukang menangani kasus kenakalan, namaku sudah cukup terkenal dan ditakuti oleh murid-murid di sekolah sebagai guru yang tidak bisa diajak main-main degan kenakalan.

"Bobi, apa mau kamu?" tanyaku dengan lantang. Menyembunyikan takut dan gemetar di tubuhku.

"Aku ingin memberi ibu pelajaran!" jawab anak itu tanpa rasa hormat.

Dua orang dari belakang mulai mendekat. Wahyu dan dua temannya pun mulai mendesak, memberi ancaman. Sementara gir itu terus berputar-putar seolah sebentar lagi mengenai kepalaku.

Sebuah teriakan mucul, "hentikan!"

Seketika perasaan was-was dan takut yang menguasai, lepas. Suara itu telah membuat aku merasa lega. Ya, suaranya aku kenal betul.

Sepupuku datang dengan sepeda motornya. Aku berlari berhambur ke arahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun