Terbayang sudah kemarahan beliau tempo hari. Ketika satu kasus terlambat ditangani. Kepala sekolah marah besar. Aku sampai bergidik membayangkan apa yang akan terjadi sore nanti. Dan sore itu aku harus kembali pulang terlambat karena harus mengadapi orang tua siswa yang bersangkutan.
Kasus seperti ini bukan satu dua kali kami tangani. Bahkan hal terburuk pun pernah aku alami. Jika sepupuku tidak lekas datang, nyawaku mungkin mungkin sudah melayang.
Kisah mengerikan itu berawal dari kasus keseharian yang kutangani. Seorang siswa kelas 3 menolak ajakanku kembali ke kelas untuk kembali mengikuti pelajaran. Anak tersebut kutemukan di kantin sekolah bersama tiga rekannya. Sepuntung rokok pun terselip di jarinya.
"Ayo ke kelas!" ajakku.
"Tanggung pulang, Bu." Jawabnya, seraya mengisap rokok. Asapnya mengepul, memuakan!
Ketiga temannya sudah berdiri bersiap mengikuti ajakanku. Namun si Bos yang sedang merokok masih enggan beranjak dari duduknya.
"Saya ulangi, kalian harus ke kelas sekarang juga! Kalau tidak, ..."
Belum tuntas aku mengucapkan kalimat, sang bos perokok berdiri, dan mendorong tubuhku sampai hampir tepental.
"Kalau tidak, kenapa?" teriak Bobi penuh kesal. Bau rokok dari mulutnya membuatku mual.
Mendapatkan perlakuan demikian, aku sebagai guru merasa tidak diahargai. Aku membentak anak tersebut, yang kemduian berlalu meninggalkanku dan berjalan menuju kelas.
Seketika aku merasa menang, karena akhirnya mereka masuk juga. Namun apa yang terjadi sore hari ketika aku pulang, sungguh di luar dugaan.