"Alasannya?"
"Ia pejabat, tidak bisa hadir karena sibuk. Malah mengutus pegawainya untuk memenuhi panggilan kita," jawab Bahrul.
"Anjas! Dari mana kamu mendapatkan obat ini hah?" Bahlul menunjukan obat berjenis ekstasi beberapa butir.
Anjas terdiam, lantas membuang muka, memilih untuk tidak menjawab. Sikapnya begitu menyulut amarahku. Tidak seharusnya seorang siswa bersikap demikian ketika ditanya.
Kemudian Bahrul melontarkan pertanyaan yang sama kepada Gun Gun dan Faisal. Jawaban mereka kompak, bahwa Anjas lah yang membagi obat terlarang itu.
"Kalian dipastikan akan dikeluarkan dari sekoalh ini!" ucap Bahrul. "Kasus berulang ini, tidak bisa diterima. Faisal dan Gungun sebelumnya kalian pernah memiliki catatan buruk, mengisap ganja dan 'pil anjing' yang ditemukan di dalam tas mu tahun lalu. Mau jadi apa kalian ini, hah?" Bahrul mulai naik pitam.
Mendengar pernyataan bahwa mereka akan dikeluarkan, Keduanya mulai merasa menyesal. Memohon untuk tidak sampai dikeluarkan dan berjanji kana berubah.
Sementara Anjas, wajahnya tetap datar. Anak pindahan dari sekolah negeri ini tatapannya begitu dingin. Ia bergeming, mulutnya tetap terkunci rapat ketika bekali-kali Bahrul memintanya berterus terang.
"Kapan orang tua mereka datang?" tanyaku.
"Pukul 17. Kepala sekolah kebetulan baru selesai rapat dinas sore nanti.
"Kepala sekolah tahu kasus hari ini?" Bahrul mengangguk.