Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu Penghuni Kampus II

27 Mei 2020   19:22 Diperbarui: 27 Mei 2020   19:18 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mads Schmidt Rasmussen/Unsplash

Aku sendiri tidak percaya, belok kiri yang mana, belok kanan yang mana, dan aku harus mengikuti jalan yang mana. Terlalu banyak persimpangan di jalan yang aku lalui. Kampus ini terlalu gelap, penerangan sangat terbatas. Mungkin pihak kampus hanya memasang penerangan di beberapa detik saja. 

Namun aku tak lantas mengurungkan niat. Untuk terus melangkahkan kaki menuju mushola. Aku mencoba mengikuti petunjuk Pak satpam. Sampai akhirnya aku menemukan pintu hijau itu. Pintu dimana aku harus menemukan sesuatu yang sama sekali belum pernah aku temui sebelumnya. 

Hingga saat ini sebenarnya aku tak mampu menceritakan setiap hal yang kualami. Setiap incinya sangat menghantui, membuat bulu kudukku berdiri. Namun, aku bersyukur dan merasa begitu beruntung ketika aku berhasil menceritakan kembali pada kalian. 

Baiklah cerita aku lanjutkan.

Pintu hijau itu terbuka sedikit. Hanya cukup untuk badanku yang kecil. Aku mencoba mendorongnya. Gelap pun menyambutku. Lorong itu jauh lebih gelap daripada keadaan sekitar yang aku lalui sebelumnya. Malam semakin turun, Magrib akan berlalu. Suara azan yang tadi bersahut-sahutan dari masjid terdekat, kini sudah tidak terdengar lagi. Mungkin orang-orang sudah mulai salat di masjidnya masing-masing. 

Ada perasaan aneh menyeruak, ketika aku memutuskan untuk terus melangkahkan kaki menuju mushola. Sebuah tempat yang sama sekali belum pernah aku temui sebelumnya. Entah dimana, entah seperti apa penampakan. 

Aku hanya ingin bisa salat pada tempatnya. Bisa saja aku menunaikan tiga rakaat itu di dalam posko. Namun selama ada masjid yang dekat, mengapa tidak. Salat di masjid pasti lebih utama. 

Lorong yang gelap itu benar-benar tanpa penerangan, dinding-dindingnya lembab sekilas tertangkap oleh pandangan. Cahaya yang remang-remang berasal dari kilatan petir, membuat aku melihat sedikit lebih jelas keadaan di sekitar lorong tersebut. Lorong itu basah, gelap dan dingin. 

Dinding-dindingnya berlapis lumut, ada bau amis di sana. Sangat menyengat hidung. Otaku berkata bahwa itu bau darah. Namun kemudian hatiku lekas-lekas menepisnya. Mungkin itu adalah bau yang berasal dari besi besi berkarat, pikirku. 

Namun belum juga aku berhasil membantah pikiran itu, telingaku menangkap suara-suara aneh. Ada sesuatu yang berbisik, dekat sekali dengan telinga. Bulu kudukku semakin berdiri, makhluk itu jelas ada di belakangku. Punggungku merasakannya. Hatiku bergetar, ada takut yang terlalu. Akupun mencoba menguatkan hati, tidak, ini bukan apa-apa. 

Aku mencoba memberanikan diri menengok ke belakang, ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Aku pikir itu adalah senda gurau teman-temanku yang sengaja menakutiku. Namun ketika badanku berbalik, aku tidak menemukan apa-apa di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun