"Neng... makan dulu!" teriak ibunya dari balik pintu.
Menyadarkan Ningrum pada perasaan lapar. Ini sudah pukul 10 lebih. Perutnya pun perlu diisi. Ningrum melangkahkan kaki menuju ruang makan. Ibu dan ayahnya sudah duduk di sana siap dengan santapan di piringnya.
"Kamu belum mandi?" tanya ayahnya.
Lelaki itu menggelengkan kepala, tidak habis piker, sesiang itu anak peremuannya belum menyempatkan mandi. Ningrum hanya bisa tersenyum malu.
"Belum, Ayah." Jawabnya.
Ningrum memang bukan perempuan yang suka berdandan apalagi ketika ia diharuskan untuk bekerja dari rumah. Sebuah kemerdekaan yang tiada tara untuknya. Ketika bekerja, berbagai tuntutan datang. Dari mulai keharusan berpenampilan menarik, berbaju rapi, sepatu hak tinggi, yang menyiksa kakinya.
Ningrum kini merdeka, tidak lagi harus berdandan berlebihan. Berdandan adalah sebuah kegiatan yang tidak terlalu disukainya. Menggunakan make-up tebal, berlipstik, apalagi menggunakan eyeliner di matanya merupakan sebuah beban yang besar untuk nya. Namun apa boleh buat itu harus ia lakukan demi agar tidak ditegur atasan, saat tampil di depan klien atau  saat bertemu dengan orang-orang penting lainnya.
"Bu, hari ini hari Kartini. Apakah aku termasuk Kartini masa kini?"
Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja di tengah kunyahannya. Nasi goreng di piringnya masih mengepul mengeluarkan aroma lezat.
"Iya...." Jawab ibunya.
"Kamu Kartini masa kini dong, Nak," ujar ayahnya menimpali.