Julian berhambur, menyusul perempuan itu. Namun, aktivitas dengan kasir, menyita waktu Julian beberapa menit. Ia kehilangan jejak Alia.
"Kemana kamu, Al?" gumamnya.
Julian menyalakan mobilnya, menelurusi jalan, mencari gadisnya. Namun sosok Alia tidak ditemukannya. Hatinya terperanjat ketika ia ingat kepada istrinya di rumah. Ia tidak sanggup membayangkan jika perkataan Alia tadi itu sungguhan.
Julian menginjak pedal gas mengendalikan kemudi sebaik mungkin dalam laju kendaraaan berkecepatan tinggi. Ia harus segera sampai di rumahnya.
Sampai di kediamannya, rumah itu terlihat sepi. Ada perasaan lega, bahwa Alia tidak datang ke sana. Tidak ada tanda-tanda kedatangan orang di sana.
Namun ketika ia mengucapkan salam, istrinya tidak menjawab seperti biasanya. Senyap.
Julian membukakan pintu yang tidak terkunci. Napasnya seolah terhenti, langit seakan runtuh menghimpit dadanya. Di hadapannya, istri Julian sedang melakukan percobaan bunuh diri. Ia berdiri di atas sebuah kursi, sementara lehernya sudah masuk di lubang tali yang terpasang kuat di atas. Sekali saja ia terpeleset maka habislah nyawanya.
"Kamu apa-apaan, Mah?" Julian berusaha menghentikan aksi istrinya. Istrinya hanya diam seribu bahasa. Air mengalir deras dari kedua kelopak matanya.
"Ayo turun, Mah. Maafkan aku ya. Aku janji akan memperbaiki keadaan. Aku janji, akan setia sama kamu. Turun ya..." Sekali lagi, Julian berusaha membujuk istrinya.
Istrinya bergeming, ia tetap bungkam. Matanya terlihat tertuju ke satu arah. Tangannya mulai mempererat kaitan tambang penggantung.
Julain merasa curiga. Ia pun memeriksa ke arah mata istrinya tertuju.