dengan menunjukan semua noda dan menghina yang menderita."
kritikan atas serangan Agresi Belanda I di Majalah ANP 16 Mei 1949 yang terbit di Amsterdam.
Tulisan-tulisan ini membuka mata dunia tentang situasi yang terjadi di Indonesia, tentang ketidakadilan bangsa Belanda terhadap rakyat Indonesia.
Belanda memang berhasil memblokade Pusat pemerintahan, tetapi gagasan-gagasan dari Rama Kanjeng tidak bisa diblokade dimana pikiran-pikirannya menembus batas diplomasi yang ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia untuk sungguh-sungguh merdeka.
Akhir Perang Kemerdekaan, Berhadapan Dengan Komunis
Belanda pun akhirnya mengakui kedaulatan RI melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani tanggal 27 Desember 1949 Rama Kanjeng kembali pindah ke Semarang dan mulailah berkarya sebagai Uskup pada jaman kemerdekaan.
Salah satu yang masih menjadi perhatiannya adalah serangan ideologi komunis yang mulai berkembang di Indonesia pada jaman itu dan sudah ia waspadai sejak muda.
Pada masa itu Rama Kanjeng dengan dibantu Rama Djikstra mulai bekerja di bidang sosial dan ekonomi.
Saat itu mulai dibentuklah serikat-serikat buruh, petani, dan nelayan yang diberi nama Panca Sila. Maka mulailah dikenal Buruh Panca Sila, Petani Panca Sila, dan Nelayan Panca Sila untuk menghadapi ideologi komunis yang mulai merebak.
Akhir Hidupnya
Pada tahun 1963, di lingkungan Gereja sendiri pada masa itu terjadi Konsili Vatikan II.