Mohon tunggu...
Diana Arnita
Diana Arnita Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Akuntansi

Syukuri Jalani Nikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Back

20 Desember 2020   21:51 Diperbarui: 20 Desember 2020   21:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang masih bercengkrama dengan kabut memaksa sepasang bola mata untuk terbuka melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Suara bising kendaraan berlalu lalang di jalan terdengar sampai ke telinga yang masih penuh terisi dengan omong kosong yang diucapkan semalam. Rasa kantuk tak lagi dirasa ketika teringat kejadian semalam. 

Aaahh........ satu pukulan berhasil mendarat di sebuah bantal yang tak bersalah tersebut

Sina Tamara Putri adalah nama yang tertulis di akta kelahiranku. Putri sulung dari dua bersaudara yang memiliki satu adik laki-laki. Seorang gadis yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Sikap dan perilaku yang sangat misterius yang aku miliki. Kata orang aku ini aneh. Aku tinggal di rumah peninggalan kakekku sendirian, yang berlokasi tidak jauh dari kampusku. Orangtuaku berada di Semarang bersama adikku. Lelaki yang aku sebut brengsek itu adalah pacarku yang bernama Samuel Adiputra. Lelaki yang selama 2 tahun sudah menjalin hubungan denganku. Namun sikap dan sifatnya tak jarang membuat aku menangis kecewa

Akhir bulan Januari, pagi ini aku menjalani aktivitas seperti biasa. Bangun pagi, memeluk guling, membalas pesan di WhatsApp, membuka Instagram, membuka Twitter, kemudian mencoba bersandar, kembali lagi membalas pesan di WhatsApp, sungguh pagiku terlalu sibuk dengan segudang kegiatan tersebut. Tapi semua kegiatan itu terhenti ketika terdengar suara motor yang mendekat ke arah rumahku. Aku beranjak dan mendekat ke arah pintu. Setelah pintu terbuka, terlihat si brengsek yang berdiri dengan wajah tanpa dosa membawakan bingkisan plastik putih.

"Sayang?"

Tanpa menjawab aku hanya melengos, melangkah dan kemudian duduk pada sebuah kursi di depan kamarku.

"Oh iya ini aku bawain cheese cake kesukaan kamu,

"Thanks,

"Buruan dimakan biar bisa buat sarapan!

"Iya

"Kamu masih mikirin soal semalam?

"Iya,

"Kenapa?

"Apa aku itu gak berarti apa-apa buat kamu?

"Berarti banget lah sayang,

"Terus kenapa kamu gak bisa jaga perasaan aku? Kamu udah janji bakal bantu aku sembuh, kamu gak akan nyakitin perasaan aku, bersikap seenaknya sendiri. Aku dah bilang kan sama kamu, apapun yang kamu lakukan selama ada dia, itu bikin aku sakit hati, mesti berapa kali sih aku ngomong sama kamu biar kamu tahu?"

"Sayang kok kamu ngomong kaya gini sih? Aku gak jaga perasaan kamu gimana?

"Kamu masih tanya kenapa? Semalam kamu ngapain dirumahnya?

"Aku ngerjain proposal skripsi aku minta dia buat ajarin aku. Kamu kenapa sih? Aku gak macem-macem dan kamu jangan berpikir yang macem-macem!"

"Emang harus sama dia gitu, temen cowok yang lain banyak kan? Dan emang harus dirumahnya?

"Iya tapi kan dia yang deket rumahnya sama rumahku kalau temen yang lain jauh,"

"Ahhh alasan aja,

"Terserah deh kalau kamu gak percaya." dia justru beranjak pergi dan mulai menstarter motornya

"Makasih buat semua ini, aku pengen pergi!!" aku sedikit berteriak agar dia mendengar

Aku berjalan ke arah kamar lagi dan suara motor yang daritadi menghalangi suaraku kini sudah diam.

"Mau pergi kemana sayang?" dia justru jalan mendekati ku

"Pokoknya aku mau pergi ke alam lain!" suaraku melemah. Dan tangan kananku sudah memegang sebuah pisau

"Kamu mau ngapain???!!" dia justru berteriak

"Aku pengen pergi, aku capek didunia cuma menderita seperti ini. Dari awal kita punya hubungan kamu justru nyiksa batin aku, berulang kali aku minta supaya kamu jauhin dia, gak usah lagi berurusan sama dia, gak usah lagi berhubungan sama dia, gak usah ngobrol bercanda atau sekedar deketan sama dia. Itu bikin aku sakit mas." Aku terus merongrong. Dengan derai airmata yang terus mengalir

"Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia!!!

"Kalau gitu jauhin dia!

"Aku gak bisa!!! Karena dia juga temen kita, dia saudara kita, dia udah aku anggap seperti adik aku sendiri,

"Demi aku mas, tolong jauhin dia." Aku terus memohon dengan isak tangisku

"Terserahlah, aku mau pulang.

"Oh oke" aku mendorong dia keluar kamar dan segera menutup pintu lalu menguncinya dari dalam

Entah sampai menit ke berapa aku mulai membuka mata berharap aku sudah berada di dunia lain. Aahhhh erangku, menahan perih akibat sayatan pisau di pergelangan tangan kiriku. Darah terlihat sedikit mengalir

"Sial, kenapa aku gak mati aja,"

Tapi entah ada angin apa tiba-tiba bayangan akan gelapnya kubur, dinginya di dalam tanah sendirian, banyak binatang melata menghantui pikiranku. Tanpa butuh banyak waktu aku segera bergegas mencari betadine dan plaster. Dan segera aku obati lukaku

Aku duduk termenung mengingat semua yang sudah aku lewati sampai saat ini. Kebahagiaan ku justru lebih banyak lantas mengapa aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku, ada keluarga yang memiliki harapan besar terhadap diriku. Aaahh bodoh sekali kalau aku mengakhiri ini semua hanya karena si brengsek itu

Bipolar disorder. Sejak  kakakku meninggal 9 tahun yang lalu. Kehidupanku mulai berubah. Mulai dari kebiasaan, perilaku bahkan mindset. Entah sejak kapan aku tidak terlalu menyadari aku mulai diberi anugrah dengan memiliki perilaku ganda. Semua aku syukuri karena ini anugerah dari Tuhan. Aku tidak menyalahkan Tuhan untuk apa yang terjadi dengan diriku.

Esok harinya aku mengawali hari dengan menunaikan solat subuh, dan dilanjutkan berolahraga barang 15 menit saja. Perasaanku mulai tenang. Perlahan aku membuka handphone dan melihat ada beberapa notifikasi WhatsApp. Aku baca pesan dari dia. Dia menanyakan bagaimana kabarku. Tanpa membalas aku segera menonaktifkan handphone dan lalu meletakkannya di bawah bantal. Segera saja aku bergegas mandi dan berganti baju, berniat akan pergi menemui dia. Gamis merah muda dan jilbab dengan warna yang senada pun sudah aku kenakan. Setelah siap aku segera beranjak menuju pintu. Setelah pintu terbuka terlihat sosok yang akan aku temui sudah berdiri di depan pintu

"Pagi Sin?" sapanya dan aku hanya diam, kemudian melangkah mendekati kurs

"Gimana keadaan kamu Sin? Kok aku chat kamu gak balas? Kamu marah sama aku? Yadahlah marah aja silahkan!"

"Gimana kalau kamu duduk dulu aku mau ngomong."

"Ngomong apa?"

"Soal hubungan kita.

"Kenapa?

"Aku pengen kita putus.

"Oke kalau itu maunya kamu terserah.

"Makasih buat selama ini ya udah banyak banget bikin aku seneng, maaf kalau selama ini aku banyak ngrepotin kamu,

"Iya makasih juga ya Sin,

"Buat?

"Ini semua," tampak matanya berkaca-kaca. Dan posisi duduk nya terlihat mulai tidak nyaman

"Oke sama-sama, semoga bahagia selalu ya kamu." Dengan bersusah-payah aku mencoba tersenyum meskipun hati terasa begitu berat

"Aku mau pulang.

Dia beranjak dari tempat duduknya dan kemudian pergi

Sendiri. Ya hari-hari selanjutnya aku jalani sendirian hanya Tuhanlah yang setia menemani setiap langkahku. Berhari-hari tanpa ada lagi pesan dari dia, telepon, cheese cake, sapaan mesra, dan bahkan dirinya sudah tak terlihat lagi. Entah hilang kemana dia.

Sudah 1 bulan sejak aku tidak lagi menjadi pacarnya, tiba-tiba ada notifikasi WhatsApp dan terlihat ada pesan darinya. Aku membuka pesan tersebut

Assalamualaikum Sina, boleh tidak kalau hari ini aku ke rumahmu

Aku terdiam sejenak memikirkan kira-kira apa yang akan dia lakukan jika dia datang ke rumahku. Tentu saja aku tidak melarangnya datang

Setelah menunggu 15 menit akhirnya dia sampai dirumahku. Aku persilahkan duduk. Dan tidak lupa secangkir teh hangat aku sajikan untuknya

"Sina?" dia memulai pembicaraan

"Iya kenapa?

"Aku minta maaf selama ini sudah banyak salah sama kamu, harusnya kemarin aku gak seperti itu, harusnya aku temenin kamu, harusnya aku bersikap dewasa. Aku minta maaf.

"Iya sudah gak papa Sam.

"Selama satu bulan aku mencoba mempelajari apa itu bipolar, dan sekarang aku sudah paham, dan menurutku gak gampang kalau sampe memiliki hal itu.

"Terus?

"Kalau boleh dan tolong kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku pengen jagain kamu, ayo sama-sama kita sembuhin bipolar kamu.

"Tapi Sam?

"Aku janji gak akan seperti kemarin lagi.

Aku terdiam sejenak. Sejujurnya aku masih membutuhkan Sam. Aku masih menyayanginya. Pun hubungan kita sudah terjalin selama dua tahun. Tentu tidak mudah untuk melupakan dan benar-benar mengakhirnya

"Bismillahirrahmanirrahim, aku kasih kamu kesempatan lagi.

"Makasih ya sayang.

"Iya sama-sama.

Sejak hari itu, kehidupan mulai berubah. Karena dia orang yang aku harapkan bisa membantuku sembuh sudah kembali dan mulai mengerti tentang anugerah ini. Dengan sabar dan telaten dia terus membimbingku agar menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih tenang.

Hingga suatu hari dia menemui orangtuaku dan melamarku. Sudah barang tentu orangtuaku setuju, dan kamipun resmi bertunangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun