PPPK & Pemimpin Baru, Untung tak dapat Diraih Malang tak dapat Ditolak
"Kok habis ujian masih ada siswa masuk itu? Jamnya siapa? Remidi?" tanya Liyana yang baru masuk ke ruang guru tim.
"Siswaku yang kena piket produksi jenang. Mau gimana lagi, pesanan dari toko rekanan datang terus, tidak peduli siswa sedang libur, jadi ya siswa tetap saya piket!"
"Ya iyalah, mereka kan toko. Libur justru banyak pelanggan mestinya." kata Liyana sambil memperbaiki batu pengganjal pintu, agar pintu lebih terbuka dengan sempurna.
"Yap, betul banget! Bahkan libur lebaran kemarin, siswa juga harus digilir masuk terus untuk produksi jenang, karena permintaan sedang besar-besarnya. Walaupun sebenarnya aku kasihan sih sama mereka..!" kataku sambil menatap Liyana.
Liyana yang berbadan kecil, sama sepertiku, hanya sedikit lebih berisi dariku, meletakan tas ranselnya yang besar yang mungkin berisi laptop, meletakan juga tas jinjingnya yang mungkin berisi buku-buku daftar nilainya. Liyana kemudian duduk menatapku. "Berarti kamu nggak libur juga?"
"Nggak, bahkan sampai hari H-1 lebaran aku masih lembur produksi. Sampai akhirnya aku ditanting sama suamiku, 'Mau mudik apa nggak?', baru setelah itu aku memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan, dan mudik."
Liyana diam saja, hanya tangannya saja yang sibuk ke kiri dan kekanan, mengelap mejanya dengan tisunya.
*
Jam 08.30, setelah siswa melaksanakan ujian online, giliran gurunyalah yang sibuk bekerja untuk membuat nilai, mengisi rapot. Oleh karena itulah ruangan ini hening, meskipun di ruang guru tim ini, sudah ada aku sendiri, Nisa, Liyana, dan Halima.Â
Masing-masing dari kami menghadap ke laptop. Namun, meskipun aku membuka laptopku, tapi tanganku sibuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan bisnis atau UP sekolah. Mencatat giliran siswa yang piket produksi, memesan nota penjualan di toko online, memesan stempel kadaluarsa, mencatat belanja bahan yang habis, mencatat pesanan barang yang masuk, dan lain-lain.