Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Serial Geng Kopi Dalgona #4

2 Juli 2023   15:38 Diperbarui: 2 Juli 2023   15:59 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapar Gaiss, Lapar..!

"Pagi Gaiss!" Sapa Liyana, sambil masuk ruang guru. Tangan kanan dan kirinya sibuk membawa kantong kresek warna hitam yang berukuran cukup besar.

"Pagi..!" Sapaku, Halima, dan Nisa.

"Gaiss, berhubung kita dapat tugas untuk membuat produk unggulan berbahan kearifan lokal, nanti aku tolong dibantuin kalau sudah pada selesai ngajar ya gaiss! Ini bahan-bahannya sudah kubawa." Kata Liyana lagi.

"Oke..!" Kata kami. Aku sendiri refleks berdiri mendekati Liyana, menengok bahan-bahan yang dibawa Liyana.

"Males banget nggak sih, dapat tugas kayak gitu?" Kata Halima, sambil mengikutiku, mendekati meja kerjanya Liyana, menengok-nengok isi dalam plastiknya.

"Yap, betul, males banget!" Kata Liyana, sambil membuka nasi bungkus yang menjadi bekal sarapannya.  "Sarapan gaiss!" Kata Liyana.

"Ya, silakan!" Jawabku menanggapi Liyana. "Nah, tapi males..males..pun kita wajib mengerjakan, kan ya?" Kataku lagi.

"Ya..iyalah!" Kata Liyana dan Halima hampir bersamaan, Nisa tertawa.

"Kearifan lokalnya nanas kan ya?" Tanyaku.

"Iya, ribet ya?!" Kata Liyana. "Sudah pada bikin belum sih gaiss?"

"Aku sudah, kemarin di rumah." Kata Halima.

"Aku juga sudah mulai, di rumah!" Kataku.

"Aku kemarin di rumah cuma uji coba resep sih, jadi hari ini bikin yang porsi agak banyak!" Kata Liyana sambil menyuap makanannya.

"Aku belum Mba. Nanti lah!" Kata Nisa, yang duduk di kursinya sambil menggeliatkan badannya dengan malas.

"Pada bikin apa?" Tanya Liyana lagi.

"Aku bikin jenang nanas. Aku dulu punya resep egg roll nanas ya. Tapi berhubung sudah dipakai, ya sudah, aku bikin jenang nanas!" Kataku.

"Aku bikin roti isi nanas!" Kata Halima.

"Nah aku bikin kue pastri isi nanas. 

*

Jam 11.00, setelah selesai mengajar semua, kami berkumpul di laboratorium pengolahan untuk membuat produk unggulannya Liyana. Meja kerja sudah dilapisi plastik wrap. Tepung, air, dan margarin sudah disiapkan di samping meja. 

Di sisi meja yang lain, Liyana sudah menyiapkan buah nanas, gula palem, dan lemon.

Liyana mulai dengan membuat dua jenis adonan tepung, adonan air dan adonan lemak. Lalu mulai menaburkan tepung ke atas meja, mulai meggulung dan menipiskan, nenggulung dan menipiskan lagi, kedua adonan tersebut, berulang-ulang, membentuk adonan kulit berlapis-lapis.

"Udah kan ya? Bisa kan ya, minta tolong dibikinin ya!" Kata Liyana setelah memberi contoh kami.

"Siap!" Kata kami, hampir serentak.

Aku yang mulai menabur tepung dulu, lalu mengambil adonan, lalu melipat dan menggulung, melipat dan menggulung lagi seperti yang tadi dicontohkan Liyana.

"Sebentar, kubikinkan vanilla latte. Aku udah bawa sirup vanilanya kok. Al, kamu nggak lupa bawa susu cairnya kan?" Tanya Liyana.

"Nggak kok! Itu ada di tas, ambil aja!" Kataku masih berusaha menggulung dan melipat. Tapi kurasakan kegiatan menggulung dan melipat itu lebih sulit saat kukerjakan, tidak semudah saat tadi aku melihat Liyana.

Nisa mengikuti jejakku, mulai menabur tepung, menggulung dan menipiskan juga.

"Masih ada rolling pin kan ya?" Kata Soleha.

"Harusnya sih banyak!" Kataku.

Liyana sendiri mulai menyeduh kopi, menyiapkan es batu, dan membuat es kopi vanilla latte.

"Kopi sudah siap gaiss!" Kata Liyana sambil mendekati meja kami lagi.

"Siap..!" Kata kami lagi.

"Gara-gara diberi proyek unggulan kita jadi repot gini ya gaiss?" Kata Liyana lagi.

"Aku sih nggak apa-apa. Aku jadi tahu cara bikin kue pastri, gara-gara lihat ini..!" Kataku.

"Aku juga nggak apa-apa asal nanti boleh ikut nyicipin, hehe..." Kata Halima.

"Cicipin, cicipin.. ada haknya kita kok!" Kata Liyana.

"Habis ini langsung diberi isian Mba?" Tanya Nisa.

"Yap, betul! Makanya aku minta tolong kalian bikin kulit kue pastrinya, biar aku bikin isiannya!" Kata Liyana lagi, sambil menyingsingkan baju batiknya, beralih ke meja sebelah, mulai membuat isian kue pastri.

Sambil menghilangkan penat menipiskan dan melipat adonan kulit kue pastri, aku mengambil jatah vanilla latte-ku, lalu mendekatis Liyana yang sedang memasak isian. "Segarnya!" Kataku. "Isiannya apa saja bahannya?" Tanyaku juga.

"Kalau resep aslinya sih ada apel, gula palem, lemon, garam. Nah ini apelnya kuganti dengan nanas." Jawab Liyana.

"Sepertinya enak!" Kataku.

"Nih, coba dicicipi! Menurutku terlalu asam sih!" Kata Liyana.

Aku mencicipinya, "Iya memang agak asam sih! Tapi sepertinya kalau dipasangkan sama kulit pastry-nya mungkin pas, enak!"

" Oke, sudah siap ini isiannya." Kata Liyana.

"Istirahat-istirahat dulu! Ayo kita minum kopinya dulu!" Ajak sekaligus perintah Liyana. 

Aku, Halima, dan Nisa mengikuti perintah Liyana, mengekor Liyana masuk ke ruang guru, untuk minum kopi dulu.

"Ngomong-ngomong ini kita didanai pakai dana apa ya?" Tanya Liyana. 

"Katanya ada dana khusus, tapi katanya lagi menyisihkan sebagian dana praktik untuk program ini." Kata Halima. "Tapi entahlah, pakai dana apa, yang pasti kita sudah dibelanjakan sama mereka. Yang penting, jangan pakai dana pinjaman yang sepuluh juta itu, malas aku kalau kita disuruh ikut ngembaliin!" Kata Halima lagi. 

"Ya.. semoga, amiin... Tapi mereka juga pinjam uang kas timnya kita untuk belanja ini, dan belum dikembalikan soalnya." Kata Liyana lagi.

"Lah!" Kata Halima.

Aku tersenyum. "Semoga nanti dikembalikan!" Kataku lagi.

"Dan lagi ya, giliran belanja, yang ada uang sakunya, mereka yang berangkat!" Kataku lagi.

"Haha..kita mah apa? Kita ini kan rakyat jelata!" Kata Liyana sambil menyeruput es kopinya.

"Tapi aku tidak nitip lho. Lah aku bingung apa nitipnya. Bahanku cuma selai dan tapai singkong. Mereka belanja di supermarket khusus bahan kue, toh tidak ada tapai singkong di sana. Tapai singkong kan adanya di pasar. Selai nanas juga buat sendiri. 

Semuanya habis sekitar Rp 275.000,-.

Terus, tapi ya, giliran aku minta ganti ke sekolah, malah lempar-lemparan. Aku minta ke bos kita, bos menyuruhku minta ke bendahara sekolah. Giliran aku minta ke bendahara sekolah, bendahara sekolah bilang uangnya sudah diserahkan ke bos, jadi aku disuruh minta ke bos."

"Dih, aneh!" Kata Halima.

"Trus gimana?" Tanya Liyana.

"Ya sampai sekarang sih belum diganti!"

"Tahu gitu, minta mereka biar sekalian dibelanjain ya, Mba." Kata Nisa.

"Entahlah...soalnya ya aku mikirnya itu Nis, mereka belanja di toko bahan kue. Kan nggak ada tapai." Jawabku.

"Semoga nanti segera dapat uang ganti." Kata Liyana. "Tapi bukankah hal seperti ini, kita seharusnya juga dapat uang lembur ya? Bukankah dulu pas bosnya Sofia, setiap kali kita dapat pekerjaan tambahan, kita dapat honor tambahan? Kok sekarang garing ya? Ini saja kita tidak dapat makan siang. Ya mending jadi guru biasa lah ya? Nggak dapat pekerjaan tambahan, meski nggak dapat uang tambahan!" Kata Liyana lagi.

"Lah, kalau aku sih Mba, tidak berani berharap seperti itu. Asal uang yang sudah kukeluarkan diganti saja, atau aku tidak nombok, itu sudah cukup. Soalnya aku sering pakai uang pribadi." Kata Nisa.

"Ah, benar, adik kita satu ini, sering pakai uang pribadi, dan tidak tahu harus minta ganti ke siapa, kasihan! Jangankan dia yang junior banget, aku hitungannya yang sudah cukup senior saja, minta uang buat lempar-lemparan!" Kataku. 

"Apa mau diganti pakai uang kas?" Tanya Liyana, sambil menatap Nisa.

"Oh iya, ada uang kas? Ganti aja pakai uang kas!" Kata

Halima. 

"Iya nih, pakai uang kas saja. Daripada, sering dipinjam bos... Kadang dikembalikan dan kadang ada yang tidak dikembalikan." kata Liyana, terlihat dongkol sambil mengeluarkan dompet dari lacinya. "Aku heran, kadang bos pinjam uang kas yang kusimpan karena katanya tidak ada uang untuk program A. Kupinjami. Tapi beberapa saat kemudian, kita dengar bahwa ternyata ada uang untuk program A, dicairkan lagi, oleh pihak sekolah. Tapi uang kas kadang tetap tidak kembali. Lah, uang kas itu untuk apa?" Tanya Liyana entah kepada siapa, perpaduan antara marah dan sedih.

Aku tersenyum.

"Udah lah biarin, itu urusan mereka! Yang penting ini, Nisa, uang yang udah kamu keluarkan, diganti pakai uang kas dulu!" Kata Liyana lagi, menjawab pertanyaannya sendiri, sambil menyodorkan uang dari dompet putih, bercorak batik coklat, dompet dari souvernir pernikahan.

"Emang ada beneran Mba?" Tanya Nisa sambil berdiri, lalu berjalan mendekati Liyana.

"Ada..!" Kataku, Halima, dan Liyana hampir bersamaan.

"Berapa?" Tanya Liyana.

"Total sekitar Rp 300.000,-an lebih. Rp 300.000,- aja deh Mba, aku lupa." Kata Nisa lagi.

Hening sejenak.

"Ini kita diminta membuat produk unggulan, uangku belum diganti. Coba nanti aku maju lagi ke bendahara sekolah ya, sekaligus minta uang lelah, barangkali rezeki, sehingga barangkali kita diberi. Lumayan lho, minimal kita kerja tiga hari berturut-turut." 

"Ya lumayan. Tiga hari. Aku sehari di sekolah, yang dua hari uji coba resep lembur di rumah." Kata Liyana

"Sama, aku juga lembur di rumah. Lah soalnya kalau di sekolah kita waktunya kepotong sama ngajar dan kadang-kadang administrasi sekolah." Kata Halima.

"Ya, aku juga bikin di rumah terus. Sebenarnya sih, aku bisa uji coba di sekolah, tapi waktunya terbatas. Aku saja, kemarin produknya harus dioven selama 12 jam lebih, ya tidak mau aku harus lembur dan nginap-nginap di sekolah." Kataku.

"Yap, betul, tidak maunya di lemburnya. Dapat uang lembur tidak, mending dikerjakan di rumah!" Kata Halima lagi.

"Tapi seharusnya kita berhak, minimal dapat ganti uang gas lho..coba deh nanti aku minta ganti ke sekolah. Syukur-syukur kita juga dapat upah lembur juga ya, seikhlasnya deh!" Kataku.

"Yap..betul, sana maju!" Kata Halima.

"Ini aja harusnya kita dapat uang makan siang kan ya?" Kata Liyana. "Lapar tahu!"

"Haa..berharap ya?!" Kataku. "Jangan harap!" 

Nisa cuma tersenyum mendengar obrolan kami. Tapi melihat senyumnya lebih lepas dari sebelumnya, mungkin dia jauh lebih lega karena uang pribadinya sudah diganti.

"Lapar gaiss, lapar..! Ayo kita cari makan dulu. Baru kerja lagi, melanjutkan pekerjaan tadi yang belum selesai." Kata Liyana.

"Yo! Kita cari makan dulu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun