#3 Kita Semua Korban KeputusanÂ
Hari panas, sekitar jam 13.00. Di ruang guru, di lantai, duduk bersama di atas karpet hijau. Kami memutuskan untuk beli lotis buah dan menyantapnya bersama-sama. Beli lima bungkus untuk berdelapan, tapi satu tidak mau makan, jadi untuk bertujuh.Â
Kebetulan formasi cukup lengkap hari ini. Ada aku sendiri, Halima, Liyana, Dinda, si bungsu Nisa dan Wilis. Bahkan ditambah si Musafir Tika.
"Enak kan Mba, lotisnya?" Tanya si bungsu Nisa, sambil menikmati lotisnya, sambil kepedesan.
Aku yang menikmati tapi setengah hati, karena kepedesan, kadang makan dan kadang mundur untuk menyenderkan badanku di tembok sejenak, untuk mendinginkan lidahku yang terbakar, segera duduk tegak untuk menanggapi kata-kata Nisa. Sambil mengambil sepotong bengkuang lagi yang berbalut sambal lotis pedas, dari beberapa potong buah yang tersisa di piring, kutanggapi,"Iya, enak, tapi pedas minta ampun! Ini mah seleramu!" Kataku.
"Tapi enak ding, emang!" Kata Liyana sambil mengambil potongan buah jambu air, lalu menikmatinya. Lalu meminum seteguk air untuk menghilangkan rasa pedasnya.
"Tika, kamu beneran nggak ingin lotis ini?" Tanyaku sambil menatap Tika yang mojok duduk di belakang, sambil memainkan gawainya.
"Nggak Mba, barusan makan aku tuh, kenyang!"
"Aku tadi udah ngingetin Nisa, biar tidak kepedesan belinya, tapi tidak mau!" Kata Wilis dengan suara lembut.
"Hehe..maaf ya, Mba, Mba..!" Kata Nisa sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya, untuk minta maaf. Setelah itu, dia sibuk mengelap hidungnya, karena juga kepedesan.
"Santai Nis, kamu udah mbeliian kita, kita udah berterima kasih banget! Panas-panas begini, kalian rela keluar ruangan demi membelikan kami lotis." Kata Halima.